Kisah Para Jaksa 'Nakal' yang Dilaporkan Memeras Hingga Hamili Tahanan

YI diminta untuk melayani nafsu sang jaksa agar hukuman yang membelit suaminya ‎diperingan. Hal itu dituruti

Editor: Yudie Thirzano
Warta Kota/Henry Lopulalan
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto (dua kanan) bersama Jamintel Kejaksaan Agung Ajat Sudrajat (kanan), juru bicara KPK Johan Budi, dan seorang penyidik KPK memperlihatkan barang bukti uang hasil operasi tangkap tangan (OTT) dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (15/12/2013). KPK menangkap tangan Kepala Kejaksaan Negeri Praya Lombok, Subri, sebagai pihak penerima suap, dan Lusita Ani Razak sebagai pemberi suap, dengan barang bukti uang senilai total Rp 113 Juta untuk pengurusan sertifikat lahan di kawasan Lombok Tengah. 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM, BOGOR - Seorang oknum jaksa di Kejaksaan Negeri Cibinong, Bogor Jawa Barat dilaporkan ke Kejaksaan Agung karena diduga memaksa seorang istri terdakwa berrhubungan badan.

Jaksa berinisial YY itu dilaporkan ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung (Kejagung), Selasa (13/10/2015).

YY dilaporkan oleh seorang ibu rumah tangga berinisial YI yang juga merupakan istri dari terdakwa yang tengah berperkara di Kejaksaan.

YI diminta untuk melayani nafsu sang jaksa agar hukuman yang membelit suaminya ‎diperingan. Dan, YI telah memenuhi permintaan dari YY. (Selengkapnya baca : Oknum Jaksa di Cibinong Bogor Paksa Istri Terdakwa Berhubungan Badan)

Kasus jaksa 'nakal' yang memanfaatkan pengaruhnya bukan kali ini saja terjadi.

Menurut catatan Tribunnews.com, di berbagai daerah pernah terungkap oknum jaksa nakal yang terjerat berbagai aduan, mulai dugaan pemerasan hingga dugaan asusila.

Kuras ATM dan Peras Terdakwa

Pada Mei 2015, seorang jaksa dari Kejari Surabaya harus menjalani pemeriksaan oleh Asisten Pengawasan (Aswas) Kejati Jatim terlebih.

Itu akibat perkara dugaan pemerasan terhadap terdakwa narkoba, Go Ka Yuan alias Stanley, warga Wonorejo Surabaya.

Stanley dalam sidang bernyanyi dimintai uang Rp 450 juta untuk meringankan hukuman, dan sudah dibayar Rp 80 juta.

(Baca juga Peras Terdakwa Rp 80 Juta, Jaksa di Kejari Surabaya Tidak Boleh Sidang)

Masih di Surabaya, seorang jaksa berinisial RW, jaksa penuntut umum (JPU) perkara penggelapan dengan terdakwa Dr, pria asal Bekasi justru terjerat persoalan akibat pekerjaannya.

Jaksa RW awalnya menyita dua kartu ATM milik terdakwa. Di dalam rekening, ada uang sekitar Rp 1,5 miliar. Uang inilah yang diduga dikuras oleh sang jaksa.

Seorang oknum jaksa bernama Subri juga pernah ditangkap KPK. Subri adalah saat itu menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Subri ditangkap bersama seorang wanita pengusaha Lusita Ani Razak (LAR) di sebuah hotel di kawasan Senggigi, Mataram, Pulau Lombok, Sabtu (14/12/2014), sekitar pukul 19.15 Wita. "Dia (Subri) menangis saat dibawa petugas KPK," kata seorang pejabat KPK, Minggu sore.

Subri tertangkap tangan seusai menerima uang tunai 16.400 dollar AS atau setara Rp 190 juta dan Rp 23 juta. "Benar (ditangkap) di dalam kamar hotel. Apa yang sedang mereka lakukan, bukan untuk konsumsi publik," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto.

Kisah Tahanan yang Hamil

Beberapa tahun lalu, korps Adhyaksa juga dihebohkan oleh adanya laporan terhadap oknum jaksa berinisial HS.

Jaksa HS terbukti pernah melakukan hubungan badan dengan eks-tahanannya, MIS.

Perempuan berumur 37 tahun itu mengaku telah dihamili oleh jaksa yang sempat menjabat sebagai Kepala Seksi Pidana Umum (Kasiepidum) Kejari Lamongan.

"Terbukti, mereka pernah berhubungan badan satu kali."

Begitu penegasan Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) saat itu dijabat oleh almarhum Marwan Effendy, Minggu (27/11/2011).

Namun, saat itu Marwan mengatakan dugaan jaksa HS yang melarikan anak hasil hubungannya dengan MIS belum dapat dibuktikan.

Ia pun belum dapat memastikan apakah hubungan badan itu berlanjut pada hamilnya MIS.

"Apakah dengan berhubungan badan hanya satu kali itu bisa langsung hamil juga masih perlu pembuktian lebih lanjut karena kejadiannya tiga tahun yang lalu," ujarnya.

Saat itu Jaksa HS telah ditarik dari Kejari Lamongan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Pengawasan Kurang

Kejaksaan Agung mengakui lembaga itu belum sepenuhnya bersih dari ulah oknum jaksa nakal.

Pelaksana Tugas Jaksa Agung Muda Pengawasan, Jasman Panjaitan, tak menampik bahwa pihaknya masih lemah mengawasi para jaksa di seluruh daerah.

Diketahui jumlah jaksa nakal yang setiap tahun dipecat oleh Kejagung terus meningkat. Hingga September 2015, tercatat ada 28 jaksa yang diberhentikan dari tugasnya dari total 61 jaksa yang dijatuhi hukuman berat.

Sementara itu pada 2014 ada 25 jaksa yang diberhentikan. Kemudian pada 2013 ada sekitar 25 jaksa yang juga diberhentikan karena pelanggaran berat.

"Pengawasan di tiap daerah itu adalah tanggung jawab yang dipegang oleh para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Kejaksaan Tinggi beserta jajarannya," ungkap Jasman, Selasa (13/10/2015). (*) 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved