Karyawati Cantik Menghilang Usai Ambil THR, Keluarga Tanya ke 'Orang Pintar' Ini Katanya

Terakhir kali putrinya berkomunikasi melalui telepon seluler dengan pacarnya, Maulana, sekitar pukul 10.00 WIB.

Penulis: Yudhi Maulana Aditama | Editor: Soewidia Henaldi
TribunnewsBogor.com/Yudhi Maulana
Benanda Harvie Aprilia (22) karyawati di Cibinong menghilang usai mengambil uang THR di Bank. 

Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Yudhi Maulana

TRIBUNNEWSBOGOR.COM, BOGOR UTARA - Seorang karyawati sebuah perusahaan di Cibinong, Kabupaten Bogor menghilang setelah mengambing uang tunjangan hari raya (THR).

Karyawati bernama Benanda Harvie Aprilia (22) menghilang sejak Kamis (23/6/2016) dan tak kunjung pulang ke rumahnya di Perumahan Taman Kenari, Blok A5, Kelurahah Ciluae, Bogor Utara, Kota Bogor.

Evi Vinarti (47) orang tua Benanda terpukul dengan belum kembalinya sang putri.

"Saya terakhir kali bertemu anak saya berangkat kerja dari rumah pukul 08.00 WIB, dia
berangkat pakai motor," katanya saat dihubungi TribunnewsBogor.com melalui telepon seluler, Jumat (24/6/2016).

Menurut Evi, Benanda berangkat kerja mengendarai sepeda motor jenis Yamaha Vino bernopol F-5593-IK dan mengenakan kemeja bewarja biru, celana jeans, dan jaket merah.

"Saya dapat kabar dari pacarnya, kebetulan satu kantor sama anak saya. Dia nanya kenapa Benanda tidak masuk kantor," ujarnya.

Terakhir kali putrinya berkomunikasi melalui telepon seluler dengan pacarnya, Maulana, sekitar pukul 10.00 WIB.

Terakhir memberi kabar kepada pacarnya Benanda sedang mengantre di Kantor Cabang CIMB Niaga di Pasar Cibinong untuk mengambil uang THR.

Namun setelah komunikasi terakhir dengan Maulana, Benanda tidak pernah muncul ke kantornya dan hingga kini menghilang.

Pihak keluarga sudah berupaya mencari Benanda dengan menanyakan ke teman-teman, serta memuat informasi kehilangan di media sosial, namun belum ada jawaban.

Ia pun berusaha mencari dengan cara mendatangi 'orang pintar'.

"Kata orang pintar anak saya ada yang hipnotis, posisinya masih di Bogor dan sedang kebingungan untuk pulang karena kehabisan uang. Kalau ke polisi kami baru mau melapor, " ucap Evi.

Makam Menghilang

Masih ingat dengan Kampung Janda yang berada di Desa Ciburayut, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Ternyata, galian pasir yang ada di sekitar tak hanya berdampak pada banyaknya janda di kampung itu.

Kini, ada fenomena lainnya yang tak kalah menggetarkan hati.

Setelah meninggal karena tertimbun longsor, jasad para penambang pasir yang telah dikuburkan itu juga kini nasibnya mengenaskan.

Masih akibat galian pasir, kini kuburan para penambang yang dianggap pahlawan oleh keluarganya itu satu persatu terbawa longsor.

Sebab, rata-rata jasad para penambang itu dikuburkan di pemakaman umum yang berada di atas bukit, yang bawahnya terus digali oleh penambang yang masih hidup.

"Belasan makam sudah ada yang hilang terbawa longsor," kata relawan Bogor Heni Sri Sulandari, kepada TribunnewsBogor.com.

Para keluarga almarhum, kata dia, hanya bisa bersedih dan meratapi makam 'pahlawan' mereka yang hilang satu persatu.

Padahal di tahun-tahun biasanya, mereka selalu rutin mengunjungi makam itu setiap Lebaran.

Tapi kini, mereka hanya bisa memanjatkan doa dari rumah.

Makam Longsor

Seorang penjaga kuburan, Acim (60) hanya bisa termenung memandangi beberapa kuburan yang terbawa longsor itu.

Ia tidak bisa berbuat banyak, mengingat kondisinya yang hanya sebagai penjaga kuburan secara sukarela.

"Semoga para almarhum tenang di sisi Allah, sekarang tinggal sisa 16 makam lagi sudah ditebing posisinya, sudah hampir terbawa longsor lagi," kata pria yang akrab disapa Abah Acim itu.

"Sebagai muslim dan sebagai warga yang masih hidup, Abah merasa berkewajiban memindahkan makam-makam mereka ke bagian tengah, semoga aman dari longsor. Tapi abah nggak sanggup kalau sendirian mah. Ini teh harus bayar warga buat bantu memindahkan dan menggali kuburan baru," tuturnya.

Melihat kondisi itu, Heni bersama teman-teman relawannya menggalang dana untuk memindahkan kuburan tersebut ke lokasi yang lebih aman.

"Saya ingin mengajak teman-teman untuk membantu Abah Acim mewujudkan niat baiknya," kata Heni.

Ia memperkirakan, biaya pemindahan satu kuburan mencapai Rp 100 ribu.

"Setelah dihitung-hitung, biaya menggali dan memindahkan satu makam bisa mencapai Rp 100 ribu, sementara yang harus kita pindahkan ada lebih dari 16 makam," jelasnya.

Suami Meninggal

Suasana di Kampung Janda sepintas sama seperti kampung biasanya, banyak warga yang melakukan aktifitas di sekitar rumahnya.

Namun saat siang hari, di Kampung Janda ini, aktifitas warganya lebih didominasi oleh para perempuan dan anak-anak.

Ibu-ibu mengenakan daster, terlihat asyik mengobrol di warung, atau di depan rumah mereka.

Sementara para suami dan anak laki-lakinya yang sudah besar, jarang terlihat karena sebagian besar sedang bekerja di galian pasir, di atas bukit.

Beberapa, tidak memiliki suami karena suaminya meninggal, atau karena cerai.

Kampung Panyarang di Desa Ciburayut, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor ini memang akrab disapa Kampung Janda oleh warga sekitar, karena banyak perempuannya yang menjadi janda.

Usianya beragam, mulai dari 14 tahun hingga lanjut usia sekitar 60-70 tahun.

"Di RT saya saja, dari 65 kepala keluarga (KK), ada sekitar 30 perempuan yang menjanda," kata Ketua RT 05, Ade Suryadi kepada TribunnewsBogor.com.

Para perempuan itu, kata dia, menjanda akibat banyak hal, ada yang suaminya meninggal tertimbun galian pasir, atau meninggal karena penyakit.

"Di kampung sini kan sekitar 80 persen warganya bekerja sebagai penambang galian di atas," ujarnya.


TribunnewsBogor.com/Vivi Febrianti

Ia menuturkan, beberapa tahun yang lalu pernah terjadi longsor di galian pasir sehingga menewaskan ratusan orang.

"Nah makanya istri-istrinya pada menjanda, dan longsor yang menelan korban jiwa di sana bukan sekali dua kali saja," jelasnya.

Selain itu, faktor nikah muda di kampung tersebut juga menjadi penyebab banyaknya perempuan yang menjanda.

"Di sini ada yang umur 17 tahun sudah jadi janda dua kali, 12-14 sudah pada menikah dan jadi janda. Saya saja sudah punya cucu, padahal usia masih 30 tahunan," ujarnya sambil tertawa.

Karena minimnya pendidikan, akhirnya para orang tua memutuskan untuk menikahkan anak perempuannya meski masih berusia dini.

"Rata-rata di sini mah lulusan SD semua, jarang ke SMP. Mau sekolah SMP apalagi ke SMA jauh, cuma ada SD di sini. Makanya daripada bengong-bengong di rumah ya sudah nikahin saja," jelasnya.

Kampung Janda atau Kampung Panyarang ini, masuk dalam kawasan RW 07, dan terdiri dari lima RT.

"Rata-rata satu RT itu ada sekitar 60 KK, jadi satu RW ada sekitar 300 KK, saya nggak hafal jumlah pastinya," kata Ketua RW 07, M Endang Iskandar menambahkan.

Wilayah RT 05 ini, kata dia, masuk wilayang Kampung Panyarang Lebak, karena lokasinya paling bawah.

"Kalau di atas, RT 01-03 lebih banyak lagi jandanya. Karena semua warganya kerja di galian," kata dia.

Tak hanya laki-lakinya yang bekerja sebagai penggali pasir dan pemecah batu, para perempuannya juga bekerja sebagai penyaring pasir.

Hidup Serba Kekurangan

Iis (50), seorang janda beranak enam di Kampung Panyarang, atau akrab disapa Kampung Janda ini, hidup serba kekurangan.

Di sebuah rumah yang tak layak huni, ia tinggal bersama ketiga anaknya yang sudah besar.

Satu anak perempuannya yang paling besar sudah menikah, dan dibawa suaminya ke Jakarta.

Sedangkan dua anak laki-lakinya yang masih kecil-kecil, tinggal bersama neneknya di Cijeruk.

Suaminya meninggal, saat usia anak-anaknya masih kecil, sekitar delapan tahun yang lalu.

"Sejak suaminya meninggal karena penyakit, dia jadi stress dan mengalami gangguan jiwa. Sudah tidak bisa mengurus anak-anaknya lagi," kata Ketua RT setempat, Ade Suryadi kepada TribunnewsBogor.com, Kamis (31/3/2016).

Hingga saat ini, ketiga anak Iis yang tinggal serumah dengannya sudah terbiasa mengurus diri sendiri sejak kecil.

"Sebenarnya secara fisik Bu Iis sehat, cuma dia nggak mau berkomunikasi dan bersosialisasi dengan siapapun, termasuk anak-anaknya," jelas Ade.

Kedua anak laki-lakinya, kini bekerja sebagai penambang pasir dan pemecah batu di galian sekitar.

"Anak-anaknya yang besar sekolah cuma sampai SD, jadi kerja ke galian, kalau yang perempuan lagi sekolah kelas 3 SMP," katanya lagi.

Kondisi rumah Iis sangat memprihatinkan, bagian atapnya sudah rusak sehingga sering bocor ketika hujan.

Kaca depan rumahnya juga sudah rusak, dan kondisi dapurnya sangat kotor tidak terawat.

Hanya ada satu ranjang, serta kasur lantai untuk alas tidur.


Tribunnewsbogor.com/Vivi Febrianti

Karena gangguan jiwa yang dialaminya, Iis tak bisa merapihkan rumah ketika ketiga anaknya sedang bekerja dan sekolah.

Sehingga kondisi rumahnya sangat berantakan dan tampak kumuh.

Apalagi, di depan rumanya terdapat kandang kambing milik tetangga, yang berdampingan dengan MCK yang sudah tidak layak.

"Bu Iis mah nggak pernah keluar, paling ke warung sekali-kali, terus ke depan rumah sebentar ntar masuk lagi diem di kamar," ujar tetangga sebalahnya, Anih.

Jangankan mengurus rumah dan anakn-anaknya, mengurus dirinya sendiri saja, Iis sudah tidak bisa.

"Makan sama buang air kadang sudah di kamarnya saja, mau dibawa ke rumah sakit juga anak-anaknya uang dari mana," kata dia.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved