Tahukah Anda Kenapa Ada Sebutan Pedagang Kaki Lima, Ini Jawabannya !

Sebelumnya PKL didominasi oleh pedagang pikulan (penjual cendol, pedagang kerak telor) dan gelaran (seperti tukang obat jalanan).

Penulis: Bima Chakti Firmansyah | Editor: Bima Chakti Firmansyah
Wikipedia
Ilustrasi 

Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Bima Chakti Firmansyah

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Mendengar nama yang satu ini sudah tidak asing lagi di telinga orang Indonesia.

Pasalnya mereka ada dimana-mana di seluruh Indonesia.

Ya nama pedagang kaki lima atau biasa disebut PKL, biasanya jumlah semakin meningkat saat hari-hari besar di Indonesia.

PKL memang tak lepas dari kehidupan warga Indonesia.

Setiap hari seperti di kota-kota besar mudah untuk menemukannya.

Dilansir dari laman Wikipedia, ternyata seperti ini sejarah dari PKL.


Wikipedia

Kenapa mereka disebut pedagang kaki lima? kenapa tidak kaki tiga atau lainnya?

Dari artinya PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang melakukan kegiatan komersial di atas daerah milik jalan (DMJ/trotoar) yang (seharusnya) diperuntukkan untuk pejalan kaki (pedestrian).

Ada pendapat yang menggunakan istilah PKL untuk pedagang yang menggunakan gerobak.

Secara etimologi, istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima.

Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki".

Tiga "kaki" ini sebenarnya adalah tiga roda, atau dua roda dan satu kaki kayu.

Walaupun menghubungkan jumlah kaki dan roda dengan istilah kaki lima adalah pendapat yang mengada-ada dan tidak sesuai dengan sejarah.

Pedagang bergerobak yang 'mangkal' secara statis di trotoar adalah fenomena yang cukup baru (sekitar 1980-an).

Sebelumnya PKL didominasi oleh pedagang pikulan (penjual cendol, pedagang kerak telor) dan gelaran (seperti tukang obat jalanan).

Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda.

Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki.

Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.

Sekian puluh tahun setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan.

Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima.

Padahal jika merunut sejarahnya, seharusnya namanya adalah pedagang lima kaki.

Di beberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena mengganggu para pengendara kendaraan bermotor, mengunakan badan jalan dan trotoar.

Selain itu ada PKL yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan air cuci.

Sampah dan air sabun dapat lebih merusak sungai yang ada dengan mematikan ikan dan menyebabkan eutrofikasi.

Tetapi PKL kerap menyediakan makanan atau barang lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat, murah daripada membeli di toko.

Modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga kerap mengundang pedagang yang hendak memulai bisnis dengan modal yang kecil atau orang kalangan ekonomi lemah yang biasanya mendirikan bisnisnya di sekitar rumah mereka.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved