Terungkap, Ini Alasan Orangtua Siswa di Bogor Baru Berani Cerita Anaknya Tewas Karena 'Gladiator'
Maria bercerita, dirinya baru tahu bila sebelum meninggal putranya sempat diadu di tengah lapangan basket.
Penulis: Mohamad Afkar Sarvika | Editor: Yudhi Maulana Aditama
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Curhatan seorang ibu bernama Maria Agnes di media sosial tengah menyedot perhatian banyak orang.
Di akun Facebook-nya, ia menceritakan kisah pilu meninggalnya anak pertamanya, Hilarius Christian Event Raharjo.
Ia bercerita kalau anaknya meninggal tidak wajar.
Anaknya meninggal usai menjalani perkelahian, yang ia sebut dengan istilah 'gladiator'.
Peristiwa itu terjadi pada 2016 lalu.
Ia pun mengungkapkan kenapa ia baru berani menceritakan kisah pilunya itu baru-baru ini.
Baca: Curhatan Orangtua Murid yang Anaknya Meninggal Karena Perkelahian Viral, Ini Kata Pihak Sekolah
Ia mengatakan bahwa, ketika itu, dirinya memang menolak dilakukan autopsi terhadap jasad Hila, sehingga kasus tersebut pun seolah menghilang begitu saja.
"Tolong empati sedikit, anak saya yang sehat tiba-tiba disiksa hingga meninggal, kemudian harus menjalani autopsi, saya tidak mau dan akhirnya saya menyembunyikan diri saya," katanya kepada wartawan, Jumat (15/9/2017).
Hilarius Christian Event Raharjo menghembuskan napas terakhir diduga akibat tindak kekerasan oleh pelajar dari sekolah negeri di bilangan Bantarjati, Bogor Utara, Kota Bogor.
Maria bercerita, dirinya baru tahu bila sebelum meninggal putranya sempat diadu di tengah lapangan basket.
Pertarungan satu lawan satu tersebut disaksikan oleh puluhan pelajar lain.
"Kejadiannya sebelum pertandingan basket, Hila diminta untuk mewakili sekolahnya, padahal sudah menolak tapi dipaksa, beberapa pelaku promotor sudah dikeluarkan dari sekolahnya, tapi masih ada yang berkeliaran bebas, saya ingin semua yang terlibat mendapat hukuman," ungkapnya.
Selain itu, Maria juga ingin mengklarifikasi informasi yang telah beredar mengenai kematian putranya bukan disebabkan karena sakit.
"Saya aja baru tahu setelah Hila dimakamkan, ternyata Hila itu dibunuh, diadu dengan pelajar dari sekolah lain, saya tahu dari beberapa saksi dan surat pernyataan dari pelaku," jelasnya.
'Tradisi' Gladiator
Tradisi yang digelar pelajar dua sekolah ternama di Kota Bogor ini membuat seorang remaja tewas.
Pelajar SMA Budi Mulya, Hilarius Christian Event Raharjo didesak rekan-rekannya untuk mengikuti tradisi 'Bom-Boman' di lapangan basket SMA Negeri 7 Kota Bogor.
Baca: Heboh Di Media Sosial, Kasus Pelajar Tewas Akibat Gladiator di Bogor Kembali Diselidiki Polisi
Menurut ibunya, Maria Agnes, tradisi 'Bom-Boman' merupakan kegiatan dua pelajar berkelahi satu lawan satu sambil ditonton puluhan pelajar lain.
"Biasanya disebut bom-boman, atau seperti gladiator yang ditonton banyak orang, tradisi itu sudah ada sekira tahun 2000an," katanya kepada TribunnewsBogor.com, Jumat, (15/9/2017) di kediamannya di Gang Andon, RT 6/ 4, Kelurahan Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor.
Ia pun mengaku tak menyangka, putra pertamanya itu menjadi korban tradisi bom-boman di sekolahnya.
Apalagi ketika dirinya mengetahui bahwa putranya dipaksa oleh teman-temannya untuk andil alih dalam tradisi bom-boman itu.
"Bahkan Ketua OSIS pun ikut meminta Hila berkelahi, jadi seolah perkelahian itu menjadi sebuah hiburan semata," katanya.
Tak ayal, dirinya pun ingin semua pelajar yang terlibat dalam tradisi tersebut mendapatkan hukuman dari pihak yang berwajib.
"Sebenarnya kejadiannya akhir Januari 2016, ketika itu saya menolak diautopsi sehingga kasus ini terkesan sudah selesai, walau beberapa pelaku sudah dikeluarkan dari sekolah saya ingin semua yang terlibat juga dihukum," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa, bukan tanpa sebab dirinya menceritakan semua kisah mengenai kematian Hila hingga memohon bantuan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Facebook.
Melalui postingan tersebut, dirinya berharap orang nomor satu di Indonesia itu bisa membantu menyelesaikan kasus pembunuhan yang menimpa putranya itu.
"Jadi kan katanya kalau tidak autopsi tidak bisa diberikan hukuman, saya orang awam, makanya saya minta kepada Pak Jokowi untuk memutuskan, karena surat pengakuan dari pelaku dan saksi itu sudah banyak, kenapa harus dilakukan autopsi, anak saya sudah cukup menderita," pungkasnya.