Kisah Abah Ngora, Satukan Warga Pribumi dan Tionghoa Di Kampung Pulo Geulis Usai Merantau

Pada saat itu warga pribumi menjaga jarak dengan warga tionghoa yang tinggal dan beribadah di Klenteng Pan Kho Bio.

Penulis: Aris Prasetyo Febri | Editor: Yudhi Maulana Aditama
TribunnewsBogor.com/Aris Prasetyo Febri
Abraham Halim alias Abah Ngora, tokoh masyarakat di Kampung Pulo Geulis, Bogor Tengah, Kota Bogor 

Laporan Wartawan TribunNewsBogor.com, Aris Prasetyo Febri

TRIBUNNEWSBOGOR.COM, BOGOR TENGAH – Kehadiran Abraham Halim (61) di tengah masyarakat membuat Kampung Pulo Geulis dikenal banyak orang hingga di luar Kota Bogor.

Abraham atau yang akrab dipanggil Bram, merupakan pemerhati sejarah yang tinggal sejak tahun 1957 di Kampung Pulo Geulis, Bogor Tengah, Kota Bogor.

"Saya lahir dan besar di tempat ini, tapi selesai kuliah saya merantau keluar untuk bekerja kurang lebih selama 10 tahun," ujar Bram menjelaskan asal usulnya, Jumat (23/2/2018).

Bram mengatakan sekembalinya dia dari merantau, kondisi lingkungan di Kampung Pulo Geulis terlihat memprihatinkan.

Pada saat itu warga pribumi menjaga jarak dengan warga tionghoa yang tinggal dan beribadah di Klenteng Pan Kho Bio.

"Orang-orang di luar kelenteng tidak mau tahu yang di dalam, begitu pula sebaliknya," ungkap Bram.

Bram kemudian berinisiatif untuk menemui pengurus kelenteng dan berbincang dengan mereka.

"Solusinya saya adakan kumpul bareng antar warga, terutama yang tinggal dekat dengan kelenteng," kata Bram.

Hingga saat ini Bram tetap dipercaya sebagai pemimpin dan penghubung antara warga pribumi dengan warga tionghoa di Kampung Pulo Geulis.

"Sampai-sampai saya di panggil 'abah ngora' oleh warga, artinya kakek tapi masih muda gitu," ungkap Bram dengan tawa.

Pria berkumis itu menyatakan kepercayaan yang diberikan warga itu sebagai bentuk rasa terima kasih kepada dirinya.

"Tapi prinsip saya, kita yang harus menghargai dan menghormati orang lain, maka orang lain akan berlaku sama," ucap Bram.

Bapak beranak dua itu mengatakan sering mengadakan kegiatan kumpul warga di Klenteng Pan Kho Bio.

"Bersatu dalam perbedaan itu akan terasa indah, bersatu bukan berarti harus bercampur tapi berdampingan," ujar Bram.

Meski saat ini terjadi perselisihan antar warga yang berbeda agama, Bram mengaku dia dan masyarakat Kampung Pulo Geulis tidak merasa khawatir.

"Alhamdulillah kami hidup disini tetap berdampingan, rahasianya harus saling menghargai, menghormati, dan tidak saling mengganggu," tuturnya.

Bram menceritakan momen yang paling dia ingat kepada TribunnewsBogor.com,

"Waktu banjir besar di tahun 1967, 1980, dan 1986 airnya naik banyak barang-barang yang hanyut," kata Bram.

Menurut ceritanya, warga dengan sigap saling membantu untuk menjaga agar tidak ada korban jiwa dan kerugian yang lebih besar.

"Nilai-nilai kebersamaan ini insyaallah terus dijaga sampai selamanya, itu harapan saya," ungkap Bram.

Akan tetapi Bram mengatakan hal itu bukan berarti dapat dilakukan tanpa hambatan.

"Tantangannya bagaimana agar anak muda jaman sekarang mengerti akan keberagaman dan kerukunan," kata Bram.

"Selain itu juga harus waspada dengan warga pendatang jangan sampai merusak nilai yang sudah ada," tambahnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved