Cap Go Meh 2018

Tradisi Sayat Lidah Untuk Tolak Bala, Tulisan Dari Tinta Darah Dipercaya Punya Banyak 'Khasiat'

Sebelum melakukan sayat lidah, peserta atau yang disebut dengan nama Tangsin, akan melakukan puasa terlebih dahulu.

Penulis: Aris Prasetyo Febri | Editor: Yudhi Maulana Aditama
TribunnewsBogor.com/Aris Prasetyo Febri
Tradisi sayat lidah atau tangsin di Vihara Dhanagun 

Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Aris Prasetyo Febri

TRIBUNNEWSBOGOR.COM, BOGOR TENGAH – Tradisi sayat lidah di malam Cap Go Meh menjadi ritual rutin setiap tahun yang diadakan oleh Vihara Dhanagun Kota Bogor.

Pada tahun 2018 ini, tradisi sayat lidah atau tangsin dilakukan di halaman Vihara Dhanagun pada Kamis (1/3/2018) malam hari pukul 20.00 WIB.

Ketua Umum Panitia Bogor Street Fest CGM 2018, Arifin Himawan mengatakan kegiatan sayat lidah menjadi ritual untuk menolak bala atau kesialan dalam hidup.

"Di hitungan orang Tionghoa kan ada tanggal yang enggak selaras atau ciong, itu bisa minta supaya hal-hal yang jelek bisa dihindarkan," ujar Arifin kepada TribunnewsBogor.com, Kamis (1/3/2018).

Arifin menjelaskan aksi sayat lidah dilakukan secara bergantian oleh orang-orang khusus yang telah memenuhi persyaratan.

Seperti orang yang bersih lahir dan batinnya, serta berlaku baik kepada sesama dalam hidupnya.

Sebelum melakukan sayat lidah, peserta atau yang disebut dengan nama Tangsin, akan melakukan puasa terlebih dahulu.

"Mereka tidak akan makan makanan hewani hanya sayur-sayuran, itu untuk membersihkan tubuh mereka dari kotoran dalam tubuh," ungkap Arifin.

Dari penuturannya, biasanya Tangsin diwariskan secara turun-temurun.

Sehingga jika ayahnya dulu pernah menjadi Tangsin, kemungkinan besar ada anaknya yang akan berpotensi menjadi Tangsin.

Arifin menjelaskan tubuh seorang Tangsin harus bersih karena dia akan menjadi sarana bagi para leluhur untuk masuk ke dalam tubuhnya dan berinteraksi dengan umat yang lain.

Dari cerita Arifin, ketika ritual dimulai Tangsin akan berdoa terlebih dulu kemudian dia akan dimasuki roh leluhur.

Tangsin akan bergerak dengan sendirinya untuk mengambil pisau dan menyayat lidahnya sendiri.

Setelah darah keluar dan ditampung dalam sebuah wadah, Tangsin akan mulai menulis pada selembar kertas kuning menggunakan darah tersebut.

"Karena dimasuki oleh roh leluhur, maka Tangsin akan menulis menggunakan bahasa dewa," kata Arifin.

Oleh karena itu, umat Tionghoa percaya tulisan yang digoreskan leluhur melalui tangsin dapat menolak bala.

Arifin menceritakan kadang ada orang yang meminta kesembuhan atas penyakitnya, maka kertas kuning dengan darah itu dibakar kemudian diseduh dan diminum oleh orang yang sakit.

Supaya rumahnya aman dan nyaman, Arifin menuturkan ada yang menaruh kertas itu di atas rumah.

Bahkan dari cerita Arifin, ada yang minta kertas kuning itu untuk disimpan di dalam kantongnya sebagai pegangan untuk jaga diri dari hal-hal yang jelek.

"Kembali kepada keyakinan masing-masing, sebernya lebih kepada supaya percaya diri kali ya," ungkap Arifin.

Dari pantauan TribunnewsBogor.com, banyak masyarakat yang datang untuk menyaksikan secara langsung adegan sayat lidah oleh Tangsin.

Bahkan agar sampai di bagian depan, pengunjung harus berdesakan dengan yang lain.

Pihak panitia penyelenggara melarang anak usia dibawah sepuluh tahun untuk menyaksikan hal tersebut.

Ketika Tangsin berdoa, seseorang dibelakangnya membakar kertas doa dan memutar-mutarkannya di dekat punggung dan kepala Tangsin.

Tak berapa lama Tangsin mulai kemasukan roh halus dan bergerak seperti menari.

Di atas meja tersedia berbagai peralatan seperti pisau, kertas kuning, kuas, mangkuk, dupa, dan sesaji.

Terlihat dua Tangsin menggunakan sebilah pedang untuk menyayat lidahnya.

"Ya ampun itu darahnya keluar, serem banget, ga sakit apa ya," ujar Rina salah satu penonton tradisi sayat lidah.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved