Ungkap Kebocoran Data Pengguna Facebook, Inilah Sosok Wylie, Programmer Jenius Yang Sempat Idap ADHD
Christopher Wylie (28), atau akrab disapa Wylie, mendadak ramai diperbincangkan di media massa.
Penulis: khairunnisa | Editor: khairunnisa
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Christopher Wylie (28), atau akrab disapa Wylie, mendadak ramai diperbincangkan di media massa.
Wylie adalah whistleblower alias pembisik, atau lebih tepatnya pembocor skandal pencurian data personal pengguna Facebook oleh firma analisis data, Cambridge Analytica, bekas tempatnya bekerja.
Namun sebenarnya, bagaimana sosok Wylie ?
Dilansir dari straitstimes.com, Wylie lahir dari orang tua yang merupakan dokter.
Mereka adalah Dr. Kevin Wylie dan Dr. Joan Carruthers.
Wylie sempat didiagnosa menderita penyakit Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
ADHD adalah sebuah gangguan pada perkembangan otak yang menyebabkan penderitanya menjadi hiperaktif, impulsif, serta susah memusatkan perhatian.
Selain ADHD, ketika kecil Wylie juga didiagnosa mengidap penyakit disleksia.
Disleksia adalah sebuah gangguan dalam perkembangan baca-tulis yang umumnya terjadi pada anak menginjak usia 7 hingga 8 tahun.
Baca: Beredar Foto KTP Yang Diduga Milik Lucinta Luna, Nama dan Fotonya Bikin Salah Fokus
Selain itu, dalam wawancaranya dengan Guardian, Wylie mengatakan ia meninggalkan sekolahnya pada usia 16 tahun.
Meski putus sekolah, satu tahun kemudian tepatnya di usia 17 tahun, Wylie mengaku bekerja di kantor sebuah oposisi Kanada.
Kemudian ia secara otodidak belajar pemrograman pada usia 19 tahun hingga kemudian pada usia 20 tahun dirinya memutuskan untuk belajar hukum di London School of Economics.
Pada 2013, salah satu koneksi politik Wylie memperkenalkannya kepada sebuah perusahaan bernama Strategic Communication Laboratories Group (SCL).
Salah satu anak perusahaannya, SCL Elections, akan melanjutkan untuk membuat perusahaan analisis data Cambridge Analytica, dengan bantuan Wylie.
Cambridge Analytica menawarkan layanan untuk bisnis dan partai politik dan mengklaim dapat menggabungkan analisis prediktif, ilmu perilaku, dan teknologi periklanan berbasis data.
Hal itu dilakukan untuk melengkapi klien mereka dengan data dan wawasan yang diperlukan untuk mendorong kampanye.
Perusahaan itu kemudian menjadi tokoh kunci operasi digital selama kampanye pemilihan Presiden AS Donald Trump pada tahun 2016.
Menurut Guardian, Cambridge Analytica mengumpulkan data dari berbagai sumber, termasuk platform media sosial seperti Facebook, dan pollingnya sendiri.
Ini memiliki kantor di New York, Washington DC, London, Brasil dan Malaysia.
Steve Bannon, yang berada di dewan Cambridge Analytica dari 2014 hingga 2016, memimpin fase terakhir kampanye pemilihan Trump dan kemudian menjabat sebagai kepala strategi di Gedung Putih.
Baca: Disebut-sebut Seorang Transgender, Teman Lucinta Luna Beberkan Fakta Lain : Pernah Pinjam Pembalut ?
Wylie mengatakan kepada Guardian bahwa Bannon yang saat itu ketua eksekutif jaringan berita "kanan-atas" Breitbart adalah bosnya.
Dalam sebuah wawancara dengan Washington Post pada hari Selasa (20/03/2018), Wylie, yang jabatannya saat itu adalah direktur penelitian Cambridge Analytica, mengatakan Bannon terlibat dalam strategi perusahaan.
Ia juga menyetujui pengeluaran hampir US $ 1 juta untuk memperoleh data, termasuk Facebook profil, kembali pada tahun 2014.
Cambridge Analytica secara diam-diam memperoleh data dari 50 juta pengguna Facebook.
Data itu ternyata dikumpulkan melalui aplikasi Facebook tes kepribadian yang dirancang oleh akademisi Universitas Cambridge yang disebut Aleksandr Kogan, dengan bantuan Wylie.
Dilansir KompasTekno dari CNBC, akun Facebook Wylie di-suspend atas kejadian ini.
Ia mengklaim jika akun WhatsApp dan Instagram, yang juga berada di bawah Facebook, ikut ditangguhkan meskipun perwakilan WhatsApp sempat membantah hal ini.
Wylie menjelaskan konsekuensi membeberkan informasi pribadi di media sosial.
"Di media sosial, Anda mengurasi diri Anda sendiri, Anda menaruh banyak informasi tentang siapa diri Anda di satu tempat, yang dapat ditangkap dengan mudah lalu dijalankan melalui algoritma yang akan mempelajari siapa diri Anda," ujarnya.
Wylie mengaku menyesal terjerumus dalam skandal ini.
"Saya menyesal. Perkara itu jelas tidak etis karena Anda memainkan psikologi semua negara bagian di AS tanpa mereka tahu dan mengerti," aku pria asal Kanada ini.
Baca: Ungkap Perselingkuhannya Dengan Donald Trump, Mantan Model Playboy Ucapkan Ini Pada Melania