Kesaksian Anak Mantan Teroris, Sering Diejek Hingga Diajarkan Pegang Senjata Oleh Ayahnya
Pesantren khusus untuk anak-anak para napi terorisme di Deli Serdang tampaknya bisa dijadikan alternatif untuk anak pelaku pengeboman di Surabaya.
Penulis: khairunnisa | Editor: khairunnisa
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Pesantren khusus untuk anak-anak para napi terorisme tampaknya bisa dijadikan alternatif untuk anak pelaku pengeboman di Surabaya.
Ya, pelaku pengeboman di lokasi berbeda di Surabaya itu nyatanya turut mengajak istri serta anak-anaknya untuk melakukan aksi tersebut.
Tentu anak-anak tersebut tak bisa diklaim sebagai pelaku.
Karena mereka hanyalah anak-anak yang dalam hal ini menjadi korban doktrin dari orangtua mereka.
Dalam insiden tersebut, terdapat empat orang anak pelaku teroris yang masih hidup.
Kondisi tersebut pastinya meninggalkan trauma mendalam untuk mereka.
Cacian hingga sentimen publik memungkinkan untuk dirasakan oleh mereka.
Dalam insiden ini, lagi-lagi anak lah yang menjadi korban.
Baca: Inilah Pesantren Untuk Anak-anak Narapidana Teroris, Awalnya Mereka Penuh dengan Kebencian
Dilansir dari Video Vice News, pengalaman pahit saat menjadi anak seorang teroris pun turut dirasakan oleh Abdullah Azzam, anak Jumirin, mantan teroris.
Setelah ayahnya ditangkap pada tahun 2010 lalu dipenjara selama 6 tahun, Azzam mengaku sempat mendapat ejekan dari sekitar.
"Sebagian ada yang mengejek-ejek, dibilang anak teroris lah," ujar Azzam.
Tak hanya itu, Azzam pun membagikan kisahnya ketika sebelum sang ayah ditangkap polisi.
Ia menuturkan bahwa dirinya ingat dulu sempat diajari cara memegang senjata.
Hal itu ia paparkan kepada awak media.
"Dulu saya ingatnya diajari megang-megang senjata gitu sama ayah," ungkap Azzam seraya tertegun.
Baca: Langsung Lari dan Gendong Anak Pengebom, Polisi : Kami Takut Tapi Naluri Kami Ingin Selamatkan Dia
Selain Azzam, ayahnya yang mantan teroris, Jumirin pun mengungkapkan hal mengejutkan perihal kondisi sang anak.
Pria yang ditangkap karena mencuri uang di Bank untuk mendanai jaringannya itu pun menuturkan keadaan jika sang anak tidak disekolahkan di pesantren tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Azzam kini bersekolah di pesantren Al Hidayah, Deli Serdang yang juga dibangun oleh Khairul Ghazali, mantan teroris.
Kepada awak media, Jumirin memaparkan bahwa ada kemungkinan sebesar 50% seorang anak teroris akan mengikuti jejak ayahnya.
Hal tersebut karena biasanya seorang anak akan mengikuti profesi ayahnya ketika dewasa.
"kemungkinan kalau anak nggak sekolah atau di cuci otaknya di pesantren itu 50% mereka akan jadi teroris juga," ungkap Jumirin.
Namun berkat Pesantren dan pendidikan soal deradikalisasi, anaknya kini telah terbebas dari pikiran untuk mengikuti jejak ayahnya itu.
"Setelah bersekolah di sini, dia (Azzam) tidak lagi ingin mencontoh saya," ujar Jumirin sambil tersenyum.
Baca: Ajak Anak-anak Untuk Lakukan Aksi Bom, Ternyata Begini Doktrin Dari Orangtuanya, Tak Boleh Sekolah?
Pesantren untuk anak-anak napi teroris
Karena hal tersebut, mantan teroris jaringan Jamaah Islamiyah, Khairul Ghazali, memutuskan untuk membangun sebuah sekolah pesantren.
Target dari pesantren tersebut tak lain adalah untuk anak-anak para narapidana teroris atau yang orangtuanya adalah teroris.
Sebagai mantan teroris yang ikut andil dalam jaringannya, Khairul mengaku mendapat hidayah untuk taubat dan kembali ke jalan yang benar ketika di dalam penjara.
Saat di dalam penjara, ia mengingat anak-anaknya yang mendapat stigma negatif dari masyarakat yakni sebagai anak teroris.
Selain itu, ia juga turut memperhatikan bagaimana kondisi anak rekan-rekannya.
Baca: Liburan Bareng ke Australia, Potret Chelsea Islan Saat Gandeng Sang Kekasih Ini Bikin Iri
Khairul bercerita bahkan anaknya harus keluar dari sekolah dan dikucilkan oleh teman-temannya.
Kesedihan itu akhirnya ia tumpahkan ke dalam ide untuk membangun sekolah khusus agar anak-anak teroris ini dideradikalisasi.
Dilansir dari Vice News, Khairul mengatakan kekhawatirannya jika anak-anak napi teroris ini tak kembali di cuci otaknya, mereka akan menjadi teroris juga.
"Ide ini saya buat ketika saya ebrada di dalam penjara, banyak anak-anak kawan saya (napi teroris), terlantar dan itu berbahaya karena itu akan dimanfaatkan oleh jaringan untuk direkrut menjadi teroris juga," ujar Khairul.
Sekolah tersebut kini telah memiliki 20 orang siswa.
Baca: Awal Puasa Ditetapkan Hari Kamis 17 Mei 2018, Ini Alasannya menurut Menteri Agama !
Khairul memaparkan bahwa di sekolah tersebut terdapat sama seprti pesantren lainnya.
Hanya saja terdapat sebuah program atau mata pelajaran khusus mengenai deradikalisasi atau untuk mengembalikan pikiran radikal mereka.
Artinya otak mereka kembali dibersihkan ke akidah yang sesuai.
"Ketika mereka kita bina di sini awalnya mereka penuh dengan kebencian kepada negara, kepada sistem yang ada, dianggapnya kufur. Tapi lambat laun, kita ajarkan bahwa islam tidak seperti itu," ujar Khairul kepada awak media.
Khairul juga menceritakan bahwa pada awalnya, anak-anak napi teroris tersebut sangat membenci polisi.
Namun kini, setelah mendapat pelajaran dan diluruskan kembali akidahnya, mereka tak lagi membenci profesi tersebut.
Bahkan Khairul bercerita, ada beberapa anak yang ingin menjadi Polisi ketika mereka dewasa.
"Awalnya mereka sangat membenci polisi tapi sekarang malah ada yang ingin jadi polisi," ungkap Khairul.
Baca: Prabowo Instruksikan Kader Gerindra Ikut Menjaga Tempat-tempat Ibadah