Cerita Kapolsek Ciawi Turunkan Angka Tawuran Pelajar, Hukuman Push Up Saja Gak Mempan
Operasi warnet ia lakukan karena di warnet, sering ditemukan siswa yang bolos, baik yang SD, SMP, maupun yang sudah SMA dari berbagai sekolah.
Penulis: Sachril Agustin Berutu | Editor: Yudhi Maulana Aditama
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Sachril Agustin Berutu
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, CIAWI - Dahulu, Ciawi, Kabupaten Bogor, adalah zona merah untuk kasus tawuran pelajar.
Tapi sekarang, Ciawi adalah daerah yang kondusif.
Kapolsek Ciawi, Kompol Muhtarom, bercerita, merubah Ciawi dari zona merah ke hijau ternyata bukan lah hal yang mudah.
"Ciawi adalah jalur transit, dimana kawasan ini adalah jalur untuk menuju ke Sukabumi, Kota Bogor, dan Puncak. Karena Ciawi banyak dilewati orang dari berbagai tempat, kawasan ini dulunya sering menjadi tempat tawuran pelajar," katanya, di Polsek Ciawi, Kabupaten Bogor, Selasa (18/9/2018).
Ia bercerita, 2015 lalu, Ciawi adalah kawasan zona merah tawuran pelajar.
Daerah Ranji dan Warung Nangka adalah satu di antara titik paling rawan akan terjadinya tawuran antar sekolah.
Kompol ini pun bercerita, ia memikirkan sebuah langkah efektif.
"Sekarang kita beri hukuman fisik, yakni push up berapa kali atau sit up berapa kali. Ini hanya membuat mereka menjadi kontra, bahkan menjadi benci kepada kita. Menurut saya, hukuman fisik kurang efektif," jelasnya.
Muhtarom pun akhirnya memikirkan sebuah ide, yakni dengan pencegahan berupa pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pelajar.
"Saya membentuk Satgas Pelajar, yang isinya adalah para guru dari berbagai sekolah," imbuhnya.
Namun, ia mengakui, pembentukan Satgas ini tidak mudah.
Muhtarom merasa, bila pembentukan saja, hal ini tidak lah efektif.
Dirinya berpifikir, perlu ada hubungan yang erat agar Satgas Pelajar ini bisa berjalan.
"Istilah saya itu, perlu 'Pemanggilan roh'. Itu sulit. Kalau hanya mengundang, ceremony, ekspose, selesai, hanya sampai situ dan tidak ada rasa. Hanya formalitas saja. Perlu untuk membina hubungan agar ada 'roh'. Supaya apa? Tawuran pelajar bisa berkurang," bebernya panjang lebar.
Agar tawuran pelajar ini bisa dicegah, Muhtarom membangun hubungan dengan para guru.
Ia ingin agar para guru menganggap bahwa kantor polisi adalah kantornya juga.
Ia juga ingin agar para guru tidak merasa canggung dan seperti orang asing bila ke kantor polisi.
"Saya ingin membuat sebuah ikatan, dimana para Satgas ini tidak permisi bila datang ke kantor polisi. Di sini, saya harus bisa membuat mereka bisa menganggap bahwa tempat ini adalah tempatnya juga. Datang, duduk, bersantai, tiduran, membuat kopi sendiri, bisa dilakukan mereka," tuturnya.
Pendekatan 'Pemanggilan roh' ini ia lakukan dan berhasil.
Bersama para Satgas ini, ia bercerita, polisi melakukan tindakan pencegahan dengan patroli bersama dan menjadi Inspektur upacara.
Tak hanya itu, untuk menekan tingginya tawuran pelajar, ia bersama para anggotanya melakukan jogging pada Jumat pagi ke rumah-rumah warga.
"Dengan memakai pakaian olahraga, saya jogging ke pemukiman sambil menyapa warga. Dari jogging sini juga, saya melakukan operasi warnet, yakni mencari siswa yang bolos sekolah," terangnya.
Operasi warnet ia lakukan karena di warnet, sering ditemukan siswa yang bolos, baik yang SD, SMP, maupun yang sudah SMA dari berbagai sekolah.
Banyaknya siswa bisa berpotensi keributan. Apalagi, terkadang ada Alumni dari siswa bersangkutan yang juga ke warnet.
"Potensinya tinggi, bisa terjerumus hal yang tidak baik. Apalagi anak-anak mudah terprovokator dan salah berbicara. Salah sedikit, ribut. Ini juga langkah saya untuk mengantisipasi agar siswa tidak terjerumus ke hal-hal yang tidak baik, seperti meminum minuman keras dan narkoba," katanya panjang lebar.
Bila menemukan siswa bermasalah, baik ketika tawuran ataupun operasi warnet, lanjut Muhtarom, ia akan memangil orang tua siswa tersebut dan gurunya.
"Pembinaan yang paling sulit itu agar si anak tau bahwa dia salah. Tapi kita terus mencoba. Tidak ada hukuman fisik, saya memberi hukuman lain yang berbeda," jelasnya.
Hukumannya, kata Muhtarom, dengan menulis Astagfirullahaladzim dalam bahasa Arab di satu buku tebal sampai habis.
Siswa, tidak terbiasa menulis dengan bahasa Arab, dan karena itu, hukumannya akan lama dikerjakan.
Lamanya menyelesaikan hukuman, akan membuat siswa jenuh.
Dari kejenuhan ini, siswa bisa berfikir dan merenung bahwa ia salah.
"Ini adalah cara yang saya lakukan agar siswa yang bermasalah bisa jera. Kalau hukuman fisik, saya amati kurang efektif. Saat siswa menyelesaikan hukumannya, di sini orang tuanya akan menunggu anak tersebut," tuturnya.
Langkah lainnya, Muhtarom melakukan operasi di malam minggu.
Sama seperti operasi warnet, tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya tawuran.
Siswa yang 'nongkrong' sampai tengah malam bahkan subuh, dikatakan Kapolsek Ciawi ini, bisa berpotensi melakukan hal menyimpang.
Semua tindakan ini ia lakukan terus menerus sampai sekarang.
"Kegiatan ini masih rutin kami lakukan agar tawuran pelajar tidak terjadi. Kami pun ikut bekerja sama dengan masyarakat dan Alhamdulillah, dari yang awalnya zona merah, Ciawi sekarang sudah zona hijau," lanjutnya.
Kegiatan ini, dikatakan Muhtarom akan dilakukan dan tidak boleh sampai kecolongan.
"Awal 2015 Ciawi itu zona merah. Memang perlahan, sekira satu tahun kemudian, yakni 2016, menjadi zona kuning. Lalu pada 2017, dari zona kuning ke zona hijau sampai sekarang. Kami akan terus menjaga hal ini agar tidak kembali seperti tiga tahun yang lalu. Sudah banyak korban dari tawuran pelajar ini," tutupnya.
