Perdagangan Hewan Secara Ilegal Berpotensi Sebarkan Penyakit Mulut dan Kuku
banyak masyarakat pecinta satwa ini yang masih saja memperdagangkan dengan cara ilegal.
Penulis: Lingga Arvian Nugroho | Editor: Yudhi Maulana Aditama
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Lingga Arvian Nugroho
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, BOGOR TENGAH - Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian Republik Indonesia mencatat ada sebanyak 247 kali penangkapan terhadap jual beli hewan langka secara ilegal pada tahun 2018.
Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan), Banun Harpini mengatakan bahwa banyak masyarakat pecinta satwa ini yang masih saja memperdagangkan dengan cara ilegal.
"Tahun 2018 untuk frekwensi data tangkapan satwa jenis burung ada sebanya 247 kali dengan jumlah burung sebanyak 6.256 ekor, daan yang sudah 5 kasus dapat memasuki proses hukum lebih lanjut atau P-21," katanya, Senin (19/11/2018) di IPB Internasional Convention Center.
Banun menjelaskan bahwa kewaspadaan juga ditingkatkan oleh seluruh jajaran petugas karantina terhadap masuk dan tersebarnya penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Bahkan dari data yang dimilikinya Banun menjelaskan bahwa tangkapan perdagangan daging ilegal di tahun 2017 sebanyak 35,76 ton dan di tahun 2018 sebanyak 2,2 ton.
"Mengutip hasil penelitian drh. Tri Satya Putri N Hutabarat, Mphil, PhD jika PMK muncul kembali ke Indonesia melalui perdagangan ilegal maka potensi kerugiannya bisa mencapai 9,38 triliun rupiah per tahun," katanya.
Bahkan menurutnya untuk penegahan terhadap 240 benih bawang putih impor bervirus di Medan yang berhasil dilakukan di awal tahun ini, potensi kerugian jika sempat ditanam di atas lahan 240 ha, dapat mencapai 50,4 milyar rupiah.
Banun menjelaskan bahwa Ini belum termasuk pemulihan lahan dan biaya pembasmian optiknya.
“Jangan pernah bermimpi menjadi lumbung pangan dunia di tahun 2045, apabila Indonesia tidak bisa menjaga kelestarian sumber daya alam hayati, dari masuknya berbagai hama dan penyakit tumbuhan maupun hewan eksotik ke negara kita, " tegas Banun.
Menurutnya, inilah yang dilakukan Barantan dalam rangka mendukung visi pembangunan pertanian menjadi lumbung pangan dunia 2045.
Sebagai penjaga gawang di tempat pemasukan produk-produk impor, Barantan senantiasa melakukan pelbagai upaya dalam memitigasi dan mengendalikan resiko yang dimulai sejak di pre-border, tempat pemasukan dan dalam pemantauan pasca masuk.
"Sebagai negeri kaya biodiversitas, Indonesia merupakan negara terbesar kedua didunia setelah Brazil, dengan ribuan varietas dan pesies tanaman pangan, horitulkutra, perkebunan dan hewan serta 919 jenis tumbuhan dan satwa liar (TSL) masing-masing 794 satwa dan 126 tumbuhan, saat ini varietas qtau species ini masih bebas dari Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) yaitu 65 jenis dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) sebanyak 692 jenis," katanya.
