Mantan Anggota NII: Kebohongan itu Halal Karena Sebuah Strategi

Namun, seiring berjalannya waktu, Ken mulai melihat kejanggalan-kejanggalan yang ada di dalam NII.

Penulis: Damanhuri | Editor: Damanhuri
TribunSolo.com/Agil Tri
Ken Setiawan, mantan anggota NII sekaligus ketua NII Crisis Center saat wawancara dengan wartawan di hotel best western solobaru, selasa (18/12/2018) 

"Saat saya memprospek anggota NII baru, kebohongan itu halal karena itu sebuah strategi."

"Kita harus kritis, biarpun mereka membawa sesuatu yang berbau agama dan kitab suci kita harus memkritisi dan mempelajari terlebih dahulu," kata Ken.

"Kini banyak kelompok yang berkedok nasionalisme, mereka seolah pro terhadap Pancasila, padahal mereka ingin menggulingkan Pancasila, ini yang harus diwaspadai," imbuhnya.

Ken Setiawan juga mengaku masih sering mendapatkan tawaran dari kelompok radikal.

Ken menjelaskan, pecahan NII menjadi beberapa kelompok seperti Persatuan Al-Haq, Al Quran Suci, Islam Syhadad, Sholawah Islamiyah, Khilafatul Muslimin, dan masih ada beberapa lagi.

"Saya masih sering diajak bergabung dengan mereka, menawarkan konsep baru, tentu saja saya menolak, jangan sampai keluar dari mulut macan masuk mulut buaya," kata Ken.

Menurut Ken, khilafah atau Negara Islam itu bukan untuk diperjuangkan, tapi bonus ketika seseorang sudah melaksanakan hukum Islam.

"Artinya hukum Islam itu enggak usah mikirin negara, tapi dimulai dari diri sendiri, khilafah islam itu bukan harus mencuri tapi bagaimana kita hidup bersih dan taat peraturan, budaya-budaya ketimuran jika kita lakukan itu sudah bagian syariat Islam dan khilafah Islam menurut saya."

"Jika kita kenalkan kepada keluarga kecil kita, lingkungan kita, dan diaplikasikan oleh unsur negara itulah khilafah Islam negara kita," paparnya

Menurut Ken, radikalisme muncul dari ideologi yang anti Pancasila, pemicunya bisa saja ketidakadilan dan kemiskinan.

"Mereka tidak setuju dengan sumber hukum yang tidak dari Allah, mereka beranggapan Pancasila itu berhala, jadi pada dasarnya mereka menolak Pancasila dengan dalih ketidakadilan atau kemiskinan," lanjutnya.

Ken memperkirakan aksi terorisme, akan masih ada, karena bagi mereka teror merupakan wujud menakuti lawan dan wujud eksistensi.

"Sekarang trennya menyasar kaum milenial, karena mereka pasar yang potensial. Tidak perlu mereka pake jilbab, rambut disemir aja enggak apa-apa asalkan mereka bisa menyampaikan pesan-pesannya dan merekrut calon anggota baru," terang Ken.

Media sosial dan internet juga dipilih sebagai sarana menyampaikan pesan, dengan pesan-pesan yang logis karena kaum milenial pola pikirnya seperti demikian.

Ken pun menyarankan masyarakat harus kritis dan waspada, tapi kewaspadaan tersebut jangan sampai menjadikan masyarakat lantas fobia.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved