Kisah Guru Honorer di Pedalaman Flores NTT, Hanya Digaji Rp 85 Ribu Sebulan

Menurut dia, besaran uang tersebut tidak bisa disebut gaji. Tetapi lebih tepat namanya insentif untuk uang sabun.

Editor: khairunnisa
KOMPAS.com/NANSIANUS TARIS
Salah seorang guru SMPN 3 Waigete yang sedang mengajar, Senin (1/4/2019). Sembilan guru di SMP ini merupakan guru honorer dengan gaji Rp 85.000 per bulan. 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Kesejahteraan guru honorer yang mengabdi di sekolah di pedalaman Kabupaten, Sikka, Flores, NTT masih sangat jauh dari ideal.

Nasib itu dialami sembilan orang guru honorer yang mengabdi di SMPN 3 Waigete, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Flores.

Kesembilan guru honorer di sekolah negeri itu hanya menerima insentif sebesar Rp 85.000 per bulan.

Tentu, insentif sekecil itu tidak bisa menutupi kebutuhan ekonomi keluarga mereka.

Namun, meski kerja dengan upah yang sangat kecil itu, semangat mereka untuk mencerdaskan anak bangsa tidak pernah suram dan pudar.

Setiap hari mereka tetap datang di sekolah untuk mendidik anak-anak SMPN 3 Waigete.

Salah seorang dari sembilan guru honorer di sekolah negeri itu, Maria Yuliwati, bersedia diwawancara Kompas.com, Senin (1/4/2019).

Dia menuturkan dirinya sudah dua tahun mengabdi jadi guru honor di sekolah itu.

Kata dia, sejak dirinya mulai mengajar dari tahun 2017 sampai sekarang, ia dan delapan guru honoree lainnya diberi insentif sebesar Rp. 85.000 per bulan.

Menurut dia, besaran uang tersebut tidak bisa disebut Gaji.

Tetapi lebih tepat namanya insentif untuk uang sabun.

Tak Ingin Identitasnya Terungkap, Mahfud MD Sebut Putrinya Sempat Dikira Anak Orang yang Tidak Mampu

"Kalau dilihat dari jumlah uang memang sangatlah kecil. Tetapi, kami tidak kecil hati dan kecewa. Bagi kami, masa depan anak-anak jadi hal utama. Itulah semangat kami," tutur Maria.

Lanjut dia, upah yang kecil malah menjadi pemacu untuk memberikan yang terbaik bagi anak didiknya.

"Kami tidak sedih. Meski kami harus utang di orang untuk menutupi kebutuhan keluarga setiap bulan. Kami juga harus berani meminjam ladang milik warga setempat untuk tanam padi atau pun jagung. Kalau tidak, kami makan apa. Uang dari sekolah sangat tidak cukup untuk kebutuhan keluarga," ungkap Maria.

Guru lain bernama, Fransiskus Serang mengaku persoalan upah kecil tidak menjadi persoalan untuk berhenti mengajar.

Menurutnya, pendidikan itu sangatlah penting bagi masa depan anak-anak.

Pendidikan adalah kunci masa depan anak bangsa.

"Kalau berpikir soal upah, yah pasti sudah mundur dari guru. Kami mau makan apa dari upah Rp 85.000 per bulan. Tapi kami mencintai pendidikan. Kami mencintai profesi guru. Kami sayang anak-anak," tutur Frans.

Frans mengaku, guru adalah profesi yang mulia.

Kemuliaan itulah yang membuatnya jatuh cinta dan tetap bertahan menjalankan tugas sebagai guru. Meskipun, nasib masih jauh dari untung.

"Upah petani dan buruh bangunan masih jauh lebih besar dari kami para guru. Yah, inilah pendidikan kita. Menyedihkan tetapi harus terus dijalani. Mungkin ada waktunya kamk mendapat upah yang lebih layak nanti," kata Frans dengan penuh harap.

Kaesang Sebut Ngeri Saat Bisnisnya Didoakan Tak Laku, Gibran Beri Komentar Tak Biasa ke Warganet

Jangan Menyerah, Semuanya Belum

Usai Kepala SMPN 3 Waigete, Hendrikus Seda selalu berpesan kepada guru dan para siswanya agar tidak putus asa dalam kondisi serba sulit itu.

Ia melanjutkan, selain upah yang kecil, minimnya fasilitas sekolah jadi tantangan bagi para guru dan siswa SMPN 3 Waigete.

"Kalau dilihat dari segi upah, memang guru-guru di sini sangat tidak layak. Tetapi, mereka semua luar biasa. Bagi mereka upah bukan sebuah perkara. Masa depan anak bangsa yang mereka utamakan," kata Hendrikus.

"Begitu pula dengan siswa. Mereka tetap rajin datang di sekolah meski harus belajar di gedung yang sempit dan nyaris ambruk," tambahnya.

Kepada para guru dan siswa-siswi, ia selalu meminta agar tidak putus asa.

"Jangan menyerah. Semuanya belum usai. Kondisi kita begini, jangan buat putus asa. Belajar dan terus belajar.

Kita semua berharap, ke depan pemerintah bisa memerhatikan nasib guru honor di sekolah ini.

Begitu juga dengan kondisi sekolah yang masih bangunan darurat," ungkap Hendrikus dengan penuh harap.

Tunjukkan Ekspresi Marah, Sule Sampai Banting Gelas di Depan Karyawannya hingga Menangis

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Guru Honorer Bergaji Rp 85.000 Sebulan di Pedalaman Flores NTT ",
Penulis : Kontributor Maumere, Nansianus Taris
Editor : Aprillia Ika

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved