Idul Adha 2019
Asal Mula Perintah Kurban, Sudah Dilakukan Anak Nabi Adam, Qabil dan Habil, Bukan Sejak Nabi Ibrahim
Ibadah kurban bagi umat Islam dilakukan tiap 10 Dzulhijjah di Hari Raya Idul Adha atau Lebaran Haji. Lantas bagaimana sebenarnya asal usul kurban?
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Ibadah kurban bagi umat Islam dilakukan tiap 10 Dzulhijjah, tepat saat perayaan Hari Raya Idul Adha atau Lebaran Haji. Lantas bagaimana sebenarnya asal usul perintah kurban?
Tak hanya itu, ibadah kurban juga bisa dilakukan di hari tasyrik, yakni 3 hari pasca Hari Raya Idul Fitri.
Semua muslim akan menyambut gembira dan saling berlomba-lomba dalam melaksanakan ibadah kurban.
Tahun ini, Hari Raya Idul Adha akan dirayakan pada Minggu, 11 Agustus 2019.
• Idul Adha 2019, Berikut 4 Mitos Seputar Daging Kambing
• Hewan Kurban Wajib Jantan? Ini Urutan Doa Menyembelih Hewan Kurban di Idul Adha
• Haram Puasa 3 Hari Setelah Idul Adha, Ini Amalan yang Bisa Dilakukan pada Hari Tasyrik
Bagi seorang muslim, kurban menjadi ibadah yang harus dilandasi keikhlasan dan ketaatan mengharap ridho Allah SWT.
Mayoritas ulama menghukumi ibadah kurban sebagai sunnah muakadah.
Artinya, sangat dianjurkan namun tidak wajib.
Sebagai muslim, apakah Anda mengerti asal mula dan hikmah di balik munculnya perintah berkurban?
Berikut penjelasan KH Mukhlas Hasyim MA, Majelis Pengasuh Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Benda, Sirampog Brebes.

KH Mukhlas menuturkan, Al Quran telah menceritakan tentang kurban.
• Deret Ucapan Selamat Hari Raya Idul Adha 1440 H, Cocok Dibagikan di Facebook, WhatsApp, Instagram
• Ramalan Zodiak Hari Ini 10 Agustus 2019: Aries Awas Penipuan, Sagitarius Kuat Hadapi Masalah
Allah SWT memerintahkan manusia untuk berkurban sejak kedua putra Nabi Adam AS, yaitu Habil dan Qabil.
Kurban secara harfiah artinya ‘dekat’.
Sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
“Bagaimana caranya? Tentu dengan mengorbankan sesuatu yang paling disenangi. Harta benda zaman dahulu yang paling disukai itu ternak,” jelas KH Mukhlas kepada Tribunjateng.com.

Berharganya hewan kurban pun berlaku hingga saat ini, seperti kerbau, sapi, dan kambing.
Karena itulah, menurut KH Mukhlas orang Jawa sering menyebut ternak sebagai ‘rojo koyo’, artinya rajanya kekayaan.