Fahri Hamzah Kritik Kenaikan Iuran BPJS : Pemerintah Kalau Sudah Tidak Sanggup Mundur Saja

Menurut Fahri Hamzah, permasalahan BPJS Kesehatan ini tidak bisa dibebankan kepada masyarakat apalagi menyerahkan ke pihak asing.

Youtube/Talk Show tvOne
Fahri Hamzah soal BPJS 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah buka suara soal BPJS kesehatan yang belakangan ini ramai dibicarakan.

Salah satu yang kini sedang ramai diperbincangkan publik yakni soal naiknya iuran BPJS bahkan hingga 100 persen.

Menurut Fahri Hamzah, hal itu tidak bisa dibebankan lagi kepada masyarakat.

Ia pun tak setuju jika ada pihak luar yang akan mengelola BPJS.

Bahkan menurutnya, jika Presiden tak sanggup mengurus BPJS sebaiknya mundur saja.

"Jadi sebenarnya BPJS itu ada ketidakmampuan memprediksi, sebenarnya penerima bantuan BPJS itu seberapa banyak sih, komisi 9 menduga itu ada kelebihan 27, 4 juta, jadi ini sumbernya dari mana, ketidakjelasan database, kalau yang mau kita layani ini tidak jelas jumlahnya," jelas Fahri Hamzar dilansir dari Youtube Talk Show tvOne, Selasa (3/9/2019).

Menurutnya, menteri keuangan memiliki pikiran pendek mengenai permasalah tersebut, sehingga membebankan masalah ini kepada masyarakat.

"Maka BPJS tidak bisa memprediksi berapa tanggungan yang bisa dia berikan, berapa uang yang mesti disiapkan, akhirnya kan BPJS nya itu tanpa penjelasan, defisit sampai triliunan, lalu diserahkan ke menteri keuangan, menteri keuangan pikirannya pendek, bebankan lagi kepada masyarakat, nah itu yang menurut saya tidak bijaksana, setiap ada masalah bebannya ke masyarakat," beber Fahri Hamzah.

Kemudian ia juga ditanya soal isu akan adanya investor asing untuk menyelesaikan persoalan BPJS ini.

"Kalau basisnya itu database sumber daya negara, maka itu tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta karena ini adalah nyawa dari bangsa kita, database kita bayangkan, di situ ketahuan masyarakat kita sakitnya apa, problemnya apa, pendapatannya berapa, itu ketahuan, kita bocorin kepada lembaga asing," ungkapnya.

BPJS Kesehatan Naik 100 Persen Per Tanggal 1 Januari 2020, Ini Kata Kemenkeu

Iuran BPJS Kesehatan Dikabarkan Bakal Naik, Ini Rinciannya

6 Akar Masalah Defisit BPJS Kesehatan : Rumah Sakit Nakal Hingga Data Tidak Valid

Ia pun benar-benar tak setuju jika harus dikelola oleh asing.

"Saya kira gak bisa ini harus ditangani nasional, mandatnya undang-undang, maka uangnya itu dari APBN, dari negara, tutup buku lah soal asing," jelasnya.

Tak hanya itu, ia meminta pemerintah dan Presiden mundur saja jika memang sudah tidak sanggup meyelesaikan persoalan BPJS ini.

"Ini undang-undang nyuruh pemerintah melalui SJSN, ngurusin kesehatan masyarakat, syarat dari seorang Presiden dan pemerintah itu sanggup, kalau nggak sanggup dia nggak boleh serahkan ke swasta," katanya.

"Dia (pemerintah) lempar handuk dulu, baru dia serahkan ke swasta, ngomong saya udah nggak sanggup, mundur saja kalau sudah tidak sanggup, ini tugasnya kepada pemerintah kok bukan ke swasta," tegasnya.

Sementara itu dilansir dari Kompas.com, pemerintah memastikan kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan tetap akan dilakukan meski banyak pihak yang mengkritik.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan mulai berlaku pada 1 Januari 2020. Kenaikan ini untuk peserta kelas I dan II atau peserta non Penerima Bantuan Iuran (PBI) pemerintah pusat dan daerah.

Berapa jumlah peserta yang terdampak?

Saat ini tercatat jumlah peserta BPJS Kesehatan sebanyak 223,3 juta jiwa, dengan 82,9 juta di antaranya merupakan peserta non PBI.

Peserta non PBI terdiri dari Peserta Penerima Upah (PPU) Pemerintah 17,5 juta jiwa, PPU Badan Usaha 34,1 juta jiwa, Perserta Bukan Penerima Upah (PBPU) 32,5 juta jiwa dan Bukan Pekerja (BP) 5,1 juta jiwa.

Menteri Sri Mulyani Naikkan Tunjangan Direksi BPJS

Pemerintah Berencana Naikkan Tarif Premi BPJS Kesehatan

Peserta non PBI yang terbanyak yakni PPU Badan Usaha alias karyawan.

Saat ini iuran BPJS Kesehatan karyawan sebesar 5 persen dari gaji pokok.

Rinciannya 4 persen dibayar oleh perusahaan dan 1 persen oleh karyawan.

Sepekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mengusulkan kenaikan iuran sebesar dua kali lipat, artinya, peserta JKN kelas I yang tadinya hanya membayar Rp 80.000 per bulan harus membayar sebesar Rp 160.000.

Kemudian untuk peserta JKN kelas II yang tadinya membayar Rp 110.000 dari yang sebelumnya Rp 51.000.

Sebenarnya pemerintah juga mengusulkan kenaikan peserta JKN mandiri kelas III yang tadinya hanya membayar iuran sebesar Rp 25.500 harus menaikkan iuran bulanannya menjadi Rp 42.000 per bulan.

Namun usulan itu ditolak DPR dengan alasan masih perlunya pemerintah membebani data peserta yang carut marut.

Kenapa harus naik?

Dalam pemaparan pemerintah, iuran BPJS Kesehatan saat ini masih underpriced atau di bawah perhitungan aktuaria.

Hal ini menjadi salah satu akar masalah defisit berkepanjangan BPJS Kesehatan yang ditemukan dalam audit BPKP terhadap JKN. Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyebut, bila iuran tidak di naikan, maka defisit BPJS Kesehatan akan tembus Rp 77,9 triliun pada 2024.

"Kalau kita tidak melakukan upaya-upaya policy mix artinya meningkatkan iuran kemudian kaitannya dengan bauran kebijakan maka akan terjadi defisit ini semakin lebar," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI dan IX DPR, Jakarta, Senin (2/9/2019).

Fahri Hamzah Tidak Setuju Ibu Kota Pindah : Seperti Mencabut Roh Indonesia

Fahri Hamzah Curiga Data Kependudukan Memang Diperjualbelikan

Ia menyebutkan potensi pembengkakan defisit BPJS Kesehatan mulai Rp 39,5 triliun pada 2020, Rp 50,1 triliun pada 2021, Rp 58,6 triliun pada 2022, Rp 67,3 triliun pada 2023 dan Rp 77,9 triliun pada 2024.

BPJS Kesehatan mengatakan, dengan perubahan iuran premi, maka maka persoalan defisit anggaran bisa diselesaikan secara terstruktur.

Legacy

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan dipastikan akan menjadi warisan periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo akan dicatat publik.

Rencana pemerintah menaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan disambut dingin DPR.

Presiden Joko Widodo diingatkan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan menjadi warisan buruk di akhir periode pertamanya.

"Saya kira dari pembantu Presiden ini harus ada cara lain mengatasi ini ya," ujar Anggota Komisi XI DPR Didi Irawadi saat rapat kerja dengan pemerintah, Jakarta, Senin (2/9/2019).

"Jangan sampai kanaikan yang tidak populer ini dan membebani rakyat bawah. Ini akan menjadi legacy Pak Jokowi di era periode pertama," sambung dia.

Anggota Komisi XI dari Fraksi PPP Elviana juga menolak usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dari pemerintah.

Ia heran mengapa pemerintah justru mengejar rakyat atas masalah defisit BPJS Kesehatan.

Rakyat kata dia sudah terbebani berbagai harga kebutuhan sehari-hari mulai dari listrik hingga BBM. Menurut dia, pemerintah harusnya malu mengajukan skema usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan .

"Atas nama fraksi tolong sampaikan ke Menteri Keuangan, malu ini skemanya ibu Menteri Keuangan ini. Enak saja nulis rakyat yang dulu iuran Rp 25.000 naik Rp 42.000," kata dia.

"Mau ditombok dengan apa ya enggak mungkin Pak Jokowi enggak bisa karena hanya segitu (Rp 32,8 triliun). Untuk mindahkan ibu kota saja mampu kok, yang enggak penting-penting amat menurut saya," sambungnya. (TribunnewsBogor.com/Kompas.com)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved