Jokowi Minta Pengesahan RKUHP Ditunda, Ini Tanggapan Ketua DPR RI
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menyambut permintaan Jokowi untuk menunda pengesahan RKUHP.
Penulis: Vivi Febrianti | Editor: Damanhuri
Jokowi Minta Pengesahan RKUHP Ditunda, Ini Tanggapan Ketua DPR RI
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Permintaan Presiden Joko Widodo untuk menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP) langsung ditanggapi oleh Ketua DPR RI Bambang Soesatyo.
Hal itu pun disambut oleh Bambang Soesatyo dengan meminta kepada seluruh fraksi untuk menunda RKUHP tersebut.
Jokowi menyebut ada 14 Pasal bermasalah yang harus dikaji ulang dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disusun DPR dan pemerintah.
"Saya lihat materi yang ada, substansi yang ada kurang lebih 14 pasal," kata Jokowi di Istana Bogor, Jumat (20/9/2019).
Oleh karena itu Jokowi meminta pengesahan RKUHP ditunda dan tidak dilakukan oleh DPR periode ini yang akan habis masa tugasnya pada 30 September mendatang.
Ia sekaligus meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengkaji pasal-pasal yang menimbulkan kontroversi.
"Saya perintahkan Menkum HAM kembali jaring masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat senagai bahan menyempurnakan RUU KUHP yang ada," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, pihaknya mendapatkan kabar dari pemerintah agar DPR mempertimbangkan penundaan pengesahan RKUHP.
"Pemerintah meminta kami DPR untuk mempertimbangkan kembali pengesahan RUU KUHP dengan pertimbangan masih ada pasal-pasal yang harus dirumuskan," kata Bambang Soesatyo dalam acara diskusi di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (20/9/2019).
Bambang Soesatyo mengaku sudah berkomunikasi dengan semua fraksi di DPR untuk menunda pengesahan RKUHP yang dijadwalkan pada rapat paripurna 24 September 2019.
• Jokowi Minta Pengesahan RKUHP Ditunda, Sebut Ada 14 Pasal yang Bermasalah
• Di RKUHP, Dukun Santet Bisa Dipenjara 3 Tahun atau Denda Rp 200 Juta
Ini akan dilakukan DPR sambil menyempurnakan pasal-pasal yang menuai pro dan kontra.
"Dan saya minta kepada fraksi-fraksi dan kawan kawan untuk meng-hold atau menunda sambil kita menyempurnakan lagi pasal yang masih pro-kontra, di antaranya pasal kumpul kebo, kebebasaan pers, dan penghinaan presiden," ujar dia.
Bambang Soesatyo juga mengatakan, DPR dan pemerintah punya semangat untuk menyelesaikan RKUHP agar Bangsa Indonesia tidak bergantung pada undang-undang peninggalan kolonial Belanda.
"Tetapi memang tidak pekerjaan ringan untuk memenuhi seluruh cakupan kehidupan kita," kata dia.
Penundaan pengesahan RKUHP juga dilakukan menyusul aksi demo mahasiswa di depan gerbang DPR yang meminta DPR menyelaraskan kembali pasal-pasal dalam RKHUP.
"Mereka meminta kami DPR dan bersama pemerintah untuk mempertimbangkan kembali menunda pengesahan RKUHP yang menurut adik-adik kita (mahasiswa) ini masih banyak pasal yang perlu diselaraskan dengan kondisi bangsa," kata dia.
Sebelumnya, DPR bersama pemerintah sepakat untuk mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk segera disahkan dalam rapat paripurna DPR.
Kesepakatan diambil dalam Rapat Kerja Pembahasan Tingkat I RKUHP yang dilakukan Komisi III DPR bersama Menkumham Yasonna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu (18/9/2019).
Keputusan ini mendapat penolakan yang luas di masyarakat.
Sebab, sejumlah pasal yang terdapat di dalam RKUHP dinilai bertentangan dengan amanat reformasi dan kebebasan berekspresi.
• Dalam RKUHP, Peternak yang Unggasnya Main di Kebun Orang Bisa Terancam Denda Rp 10 Juta
• RKUHP Disebut Ngaco, Dian Sastro Gaungkan Penolakan: Orang-Orang Ini Akan Dianggap Kriminal !
Demonstrasi besar kemudian dilakukan aktivis dan mahasiswa di depan Gedung DPR pada Kamis (19/9/2019).
Mereka mempermasalahkan sejumlah pasal dalam RKUHP yang dianggap terlalu jauh masuk ke ruang privat warga negara.
Hal ini seperti yang tercantum dalam pasal perzinaan.
Pasal lain yang menjadi sorotan antara lain pidana terhadap pelaku penghinaan terhadap presiden.
Ketentuan itu dianggap bertentangan dengan amanat reformasi dan demokrasi.
Sebab, pasal bernuansa kolonial ini dianggap digunakan pemerintah untuk membungkam kritik.
Jokowi Disarankan bentuk Komite Ahli Pembaruan Hukum Pidana
Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) meminta Presiden Jokowi segera membentuk Komite Ahli Pembaruan Hukum Pidana yang melibatkan akademisi dan para ahli.
Hal itu dapat dilakukan setelah Presiden Joko Widodo menunda pengesahan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP) yang menuai polemik di masyarakat.
"ICJR mendorong Presiden untuk segera membentuk Komite Ahli Pembaruan Hukum Pidana yang melibatkan seluruh elemen masyarakat akademisi dan ahli dari seluruh bidang ilmu," ujar Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju kepada Kompas.com, Jumat (20/9/2019).
Menurut Anggara, Presiden Jokowi dapat melibatkan berbagai ahli untuk membahas kembali pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP, antara lain bidang kesejahteraan sosial, ekonomi, kesehatan masyarakat serta masyarakat sipil.
• Petisi KPK Dalam Bahaya Didukung Ribuan Netizen, ICW Ungkap Bahayanya Bila RKUHP Disahkan
• Jelang Pengesahan RKUHP, Netizen Teken Petisi KPK Dalam Bahaya
Keberadaan Komite tersebut, kata Anggara, penting untuk dapat menjaga kebijakan hukum pidana yang dibuat di dalam Pemerintahan.
Di sisi lain, RKUHP dapat dibahas secara komprehensif agar substansi padal RKUHP sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi konstitusional dan mendapatkan dukungan luas dari masyarakat.
"Atas sikap Presiden Joko Widodo tersebut, ICJR memberikan apresiasi terhadap langkah yang diambil Presiden ini," kata Anggara.
"Langkah ini, menurut ICJR, adalah sebuah langkah yang tepat mengingat dalam draft RKUHP yang ada sekarang masih perlu dibahas dan terus diperbaiki," ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta DPR menunda pengesahan RKUHP yang menuai polemik di masyarakat.
Jokowi sudah memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly untuk menyampaikan sikap pemerintah ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
"Saya perintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR ini. Agar pengesahan RUU KUHP ditunda dan pengesahannya tak dilakukan DPR periode ini," kata Jokowi di Istana Bogor, Jumat (20/9/2019).
Jokowi menyebut permintaan ini karena ia mencermati masukan berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substasi RKUHP.
"Saya berkesimpulan masih ada materi-materi yang butuh pendalaman lebih lanjut," kata Jokowi.
Presiden Jokowi juga telah memerintahkan Menkumham Yasonna Laoly untuk menampung masukan dari berbagai kalangan terkait revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Memerintahkan Menteri Hukum dan HAM, untuk mencari masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat, sebagai bahan untuk menyempurnakan RUU KUHP yang ada," ucap Jokowi. (*)