Anggaran Rp 82 Miliar untuk Lem Aibon Diklaim Salah Ketik, Yenny Sucipto: Tak Masuk Akal

Yenny mengatakan, tidak mungkin Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melakukan salah ketik dalam penyusunan anggaran.

Editor: Vivi Febrianti
Akun Instagram @willsarana
Pemprov menganggarkan Rp 82 miliar untuk pembelian lem Aibon dalam program belanja alat tulis kantor untuk SD Negeri di Jakarta Barat tahun 2020. Hal itu disampaikan anggota DPRD DKI, William Aditya Sarana dalam akun Instagramnya @willsarana. 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Direktur Lembaga untuk Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran Yenny Sucipto menilai alasan salah ketik terkait anggaran pembelian lem aibon pada RAPBD DKI Jakarta 2020 hanya sebuah alibi.

Hal itu disampaikannya menanggapi polemik ditemukannya anggaran pembelian lem aibon sebesar lebih dari Rp 82 miliar dalam RAPBD DKI Jakarta 2020.

Yenny mengatakan, tidak mungkin Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melakukan salah ketik dalam penyusunan anggaran.

"Karena itu kan ada proses review-nya di internal OPD itu sendiri kemudian masuk pada TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah). Kalau kesalahan juga kan cukup satu, tapi itu ada banyak," kata Yenny kepada Kompas.com, Kamis (31/10/2019).

Sebelumnya, Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta Susi Nurhati mengatakan, kemungkinan ada kesalahan ketik terkait anggaran tersebut.

Disdik DKI akan melakukan pengecekan terkait hal tersebut.

Yenny menyebutkan, ada beberapa catatan terkait jumlah anggaran yang dianggapnya tak masuk akal itu.

Dengan temuan ini, ia mengingatkan Kementerian Dalam Negeri untuk mengefektifkan peran inspektorat dalam melakukan pengawasan pada masa transisi.

Menurut dia, pola seperti ini bisa saja terjadi juga di daerah lain.

Selain itu, Yenny menganggap DKI Jakarta saat ini mengalami kemunduran terkait sistem transparansi.

Menurut dia, pemerintah periode sebelumnya memiliki e-budgeting yang memungkinkan adanya transparansi secara vertikal dan horisontal.

"Secara vertikal adalah teman-teman eksekutif, dalam hal ini gubernur sebagai pengawal penyusun anggaran, horisontal adalah masyarakat bisa mengontrol itu," ujar Yenny.

"E-budgeting itu menampilkan sampai ke satuan tiga, jadi masyarakat bisa mengontrol," lanjut dia.

Yenny mengatakan, e-budgeting saat ini tidak dipakai lagi di Jakarta karena dianggap tidak smart.

"Kalau dianggap tidak smart, bentuk sistemnya seperti apa dalam membangun transparansi dan akuntabilitas di dalam pengelolaan keuangan daerah," kata Yenny.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved