TRIBUN WIKI
Sejarah Berdirinya GPIB Zebaoth Bogor, Berusia 100 Tahun Dulunya Disebut Gereja Ayam
Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto menolak anggapan orang yang menyebut Kota Bogor adalah kota intoleran antar umat beragama.
Penulis: Soewidia Henaldi | Editor: Soewidia Henaldi
"Jadi bukan hanya ibadahnya saja. Tapi ada sisi gereja ini yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan religi bagi wisatawan," kata Bima Arya.
Berdasarkan sejarah, GPIB Zebaoth Bogor, dulu dikenal dengan nama Koningin Wilhelmina Kerk saat jaman kolonial.
Namun warga Bogor yang susah menyebut ejaan ini, lalu menyebutnya dengan nama gereja ayam.
“Masyarakat waktu itu, susah mengucap bahasa Belanda. Warga menyebut gereja ayam, karena pada ujung teratas gereja, ada logo ayam,” kata Deny Boy, Sekretaris GPIB Zebaoth.
Ia menjelaskan, peletakan batu pertama gereja ini pada tahun 1920 oleh Gubernur Hindia Belanda waktu itu yang menjabat bernama Mr. J.P Graaf Van Limburg Stirum.
Gereja ini lalu digunakan oleh warga asing yang di Bogor.
Sementara bagi warga pribumi, beribadah di gedung sebelahnya. Gedung ini kini dipakai oleh Kantor Pos dan Giro.
“Jadi gereja Koningin Wilhelmina Kerk ini, hanya dipakai oleh warga asing dari Ingris, Prancis, Jerman dan lain-lain termasuk Belanda untuk beribadah. Jadi ini gereja warga asing. Untuk warga pribumi, ibadahnya di kantor Pos dan Giro sekarang,” kata Deny.
Setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, maka pada tahun 1946, Belanda menyerahkan gedung ini ke pemerintah RI. Pemerintah Soekarno waktu itu, lalu menyerahkan ke sinode dan akhirnya digunakan sebagai tempat ibadah yang jemaatnya berasal dari berbagai suku baik di kawasan Timur maupun Barat Indonesia.
Memasuki tahun 1948, gereja ini bernama GPIB (Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat).
“Tahun 1963, gereja ini resmi disebut GPIB Zebaoth. Kini GPIB Zebaoth sudah memiliki jemaat 1.500 KK atau 6.000 jiwa,"ujarnya.
Penyembah Setan
Sementara itu KH Mustofa Abdullah bin Nuh yang juga Ketua MUI Kota Bogor yang hadir sebagai narasumber mengatakan, sebagai warga Kota Bogor, kita harus bersyukur hidup di negara Indonesia ini.
"Kita harus bersyukur hidup di NKRI yang heterogen, namun aman dan damai. Kita bukan se-agama tapi kita saudara dalam kemanusiaan,"ujarnya.
Menurut kyai KH Mustofa yang merupakan anak dari KH Abdullah bin Nuh, seorang ulama yang berpengaruh, bagi orang beriman, tidak ada musuh.