Penyerang Novel Baswedan Ditangkap
Pelaku Penyerangan Bilang Novel Pengkhianat, Psikolog Forensik Penasaran Batiniah Kolega RM dan RB
Pelaku penyerangan bilang Novel Baswedan Pengkhianat, Psikolog Forensik singgung suasana batiniah koleg RM dan RB
Penulis: Sanjaya Ardhi | Editor: Ardhi Sanjaya
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Ucapan penyerang yang menyebut Novel Baswedan sebagai pengkhianat menjadi polemik.
Kalimat Novel pengkhianat yang dilontarkan RB mendapat perhatian dari Pakar Umum Pidana, Teuku Nasrullah dan Psikolog Forensik Rez Indragiri.
Sebelumnya diketahui pelaku penyeranan Novel Baswedan ditangkap di kawasan Cimanggis, Depok pada Kamis (26/12/2019).
Setelah menjalani pemeriksaan, pelaku penyerangan yang disebut sebagai anggota Polisi aktif ditetapkan sebagai tersangka.
RM dan RB resmi ditrahan di Bareskrim Polri.
Ketika digiring ke tahanan, RB teriak.
"Tolong citatat, saya gak suka sama Novel karena dia pengkhianat," kata RB dengan nada tinggi.
Soal ucapan Novel pengkhianat ini, Teuku Nasrullah mengatakan bahwa semangat menggebu seperti yang ditunjukan RB hanya terjadi pada level bawah.
"semangat Korps semangat berlebih itu umumnya terjadi di level bawah, " kata Nasrullah dikutip dari Apa Kabar Indonesia Malam TvOne.
Menurutnya semakin bawah level, makan akan semakin emosional.
• Pengamat Intelejen Sebut Pelaku Penyerang Novel Baswedan Terpanggil Jiwa Korsa
• Tim Advokasi Novel Baswedan Sebut Ada Upaya Mengaburkan Kasus Penyerangan Terhadap Novel
• Sketsa Wajah Penyerang Novel Baswedan Dinilai Janggal, Mahfud MD Minta Dibuktikan di Pengadilan
"semakin bawah dia semakin emosional, semakin tingkat pendidikan lebih bagus semakin logis cara berpikirnya, " katanya.
Nasrullah mencontohkan bagi orang yang levelnya sudah di atas menganggap dipindah tugas dari Polisi ke KPK merupakan tugas negara.
"ketika pindah tempat kerja dari Kepolisian ke KPK bagi orang namanya sudah matang itu melaksanakan tugas kenegaraan dia bisa nerima, tapi di level bawah kadang tidak," kata Nasrullah.
Menyambung pendapat Nasrullah, Psikolog Forensik Reza Indragiri menjelaskan berbicara soal jiwa Korsa tidak bisa hanya soal RM dan RB saja.
Menurut Reza hal tersebut juga menyangkut institusi.
"ketika disinggung tentang jiwa korsa kita tidak bisa bicara RM, RB sebagai dua individu yang terlepas dari organisasi apapun,
kita tidak bisa bicara Novel Baswedan yang terlepas dari institusi apapun, kita akan melihat mereka dari institusi berbeda," kata Reza.
Mestinya menurut Reza Indragiri ada kajian lebih dalam kepada RM dan RB soal kata-kata Novel pengkhianat.
• Ini Kata Polisi Saat Ditanya Mengenai Motif Penyerangan Novel Baswedan
• Soal Proses Hukum Dua Tersangka Penyiram Novel Baswedan, Presiden Jokowi Minta Kawal Bersama
• Bandingkan Sketsa Penyerang Novel Baswedan dengan yang Asli, Kuasa Hukum: Dari Kasatmata Itu Berbeda
"makna novel pengkhianat, secara fisik ada tiga orang, tapi fisik belum tentu sebangun, seruang dengan psikologinya manusia,
ketika satu pihak menyebut pihak lain berkhianat, mengingat mereka dari instutusi berbeda, maka sungguh menarik bila dikaji secara psikologi ketika disebut Novel pengkhianat, " kata Reza Indragiri.
Reza mengatakan Novel pengkhianat bisa saja merupakan representasi yang dialami oleh orang-orang di sekitar RM dan RB.
"itu merupakan representasi isi kepala dua orang saja atau suasana batiniah yang sifatnya umum yang dialami kolega RM dan RB, itu tentu harus diselidiki, " kata Reza.
Bisa jadi, menurut Reza Indragiri, RM dan RB memang memiliki sentimentil negatif pada setiap anggota yang pindah tugas atau menggangu institusinya.
"apa yang ada di kepala RM dan RB, mereka punya sentimentil negati hanya pada novel atau kepada seluruh personel polisi yang kemudian bekerja kemudian menggangu polri, dua hal ini penting untuk dikaji, sebutlah akan jatuh vonis, tapi imas secara sikologis saya khawatir akan berlanjut," kata Reza Indragiri.
Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam rilisnya menyebut bahwa motif penyerang Novel adalah karena dendam.
Menurut Neta S Pane, pelaku beraksi secara tunggal.
"Tujuannya karena merasa kesal dan dendam dengan ulah Novel, yang tidak dijelaskan yang bersangkutan kenapa dendam pada Novel," kata Neta S Pane melalui rilis yang diterima TribunnewsBogor.com, Jumat (27/12/2019).
Novel Baswedan sendiri masih menunggu proses selanjutnya setelah Mabes Polri menangkap dua pelaku penyiraman air keras.
"Saya tentu tidak bisa menilai saat ini, tapi saya akan menunggu proses lanjutannya," kata Novel Baswedan dikutip dari Kompas.com.
• Wajah Penyerang Novel Baswedan Diungkap ke Publik, Ini Bedanya dengan Sketsa yang Pernah Dirilis
• Video Pelaku Penyerangan Bilang Novel Baswedan Pengkhianat, Pakar Gestur Tak Lihat Raut Dendam
• Penyerang Novel Baswedan Ditangkap atau Menyerahkan Diri? Begini Jawaban Polri
• Soal Kejanggalan Kasus Novel Baswedan, Polri Sebut Akan Dalami Semua Kemungkinan
Novel sendiri merasa ada yang janggal dalam penetapan dua tersangka tersebut.
"Saya seharusnya mengapresiasi kerja Polri, tapi keterlaluan bila disebut bahwa penyerangan hanya sebagai dendam pribadi sendiri dan tidak terkait dengan hal lain, apakah itu tidak lucu dan aneh?" ucap Novel.
Melihat video pelaku penyerangan saat bicara tidak suka pada Novel, menurut Pakar ekspresi dan gestur Handoko Gani tidak ada raut emosi.
Dari video tersebut, Handoko Gani juga menilai tidak ada ekspresi yang menggambarkan bahwa pelaku dendam pada Novel.
"Ndak, tidak terlihat emosi marah atau perasaan dendam," kata Handoko Gani kepada TribunnewsBogor.com.
Menurut Handoko Gani, nada bicara tinggi pelaku penyerangan Novel saat bicara demikian belum tentu menggambarkan emosi yang meledak-ledak.
"Nada tinggi bukan berarti 100% marah apalagi dendam.
Bisa juga bawaan anatomi tubuh. Kita tahu orang-orang dari etnis tertentu bisa bersuara besar.
Bisa juga karena profesi. Contoh, Tukang Parkir, Guru Olahraga, Pembicara, Interviewer, Polisi rata-rata suaranya besar," jelas Handoko.
Handoko menekankan analisi gestur tersebut hanya sebagai hipotesis awal saja.
Dia membutuhkan video berdurasi lama untuk menganalisis lebih dalam soal ekspresi penyerang Novel.
"Analisis itu baru hipotesis awal. Perlu video durasi panjang dalam konteks Investigasi atau Interview langsung," kata Handoko.
