Kejanggalan Sikap Ayah Bunuh Siswi SMP Lalu Dibuang ke Gorong-gorong, Sejak Awal Sudah Bohongi Guru

Sikap ayah dari siswi SMP yang ditemukan tewas di gorong-gorong sejak awal dianggap Psikolog tak rasional

Penulis: Mohamad Afkar S | Editor: Ardhi Sanjaya
KOMPAS.COM/IRWAN NUGRAHA/TribunJabar/ist
Pengakuan ayah dari siswi SMP yang ditemukan tewas di gorong-gorong terkait kematian anaknya dianggap psikolog tak rasional. 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Siswi SMP di Tasikmalaya, DS (13) ternyata meninggal dunia karena dibunuh oleh ayah kandungnya, Budi Rahmat (45).

Budi Rahmat sebelumnya sempat buka suara tentang kematian anaknya.

Namun, keterangan Budi Rahmat tentang kematian anaknya ini terkesan janggal.

Saat itu, ayah kandungnya sempat mengungkap keberadaan anaknya kepada pihak sekolah.

Hal itu diungkapkan langsung Wakil Kepala Sekolah tempat DS bersekolah, Saefulloh.

Ia mengatakan bahwa pihak sekolah sempat ikut mencari keberadaan DS yang dilaporkan hilang pada Kamis (23/1/2020).

Pihak sekolah mendapat kabar jika siswi SMP tersebut tidak kunjung pulang ke rumahnya.

Kemudian pihak sekolah mencoba menemui ayah DS yang diketahui sudah bercerai dengan ibu kandung korban.

Pihak sekolah menemui ayah kandung DS di tempat kerjanya di sebuah rumah makan pada Jumat (24/1/2020).

Ketika itu, sang ayah memyebut bahwa DS ada padanya dan meminta pihak sekolah tidak khawatir.

"Saat menanyakan ke ayahnya saat Jumat, ayahnya bilang anaknya sudah ada di rumahnya. Jadi, kami pun pihak sekolah sudah tenang waktu itu karena menganggap anak itu sudah sama ayahnya," ungkap Saefulloh.

Karena merasa DS sudah ditemukan keberadaannya, pihak sekolah pun menghentikan pencarian.

Musim Hujan Awal Tahun 2020, 173 Warga Kabupaten Bogor Terjangkit DBD

Bersihkan Sampah Menumpuk di Kongres Lurah seJatim, Petugas Pasrah Diperlakukan Ini: Mau Gimana Lagi

Namun ternyata Saeful jusru mendapat kabar jika DS ditemukan meninggal dunia di gorong-gorong depan sekolah.

"Kami langsung kaget menerima kabar duka itu. Kami telepon ibu Kepala Sekolah, ternyata beliau pun sampai lemas mendengar kabar itu," terang Saeful.

Sementara itu Budi Rahmat mengakui dirinya telah berbohong kepada guru anaknya bahwa anaknya ada bersamanya saat pihak sekolah mencari putrinya di tempat kerjanya.

Padahal, saat itu putrinya tidak ada bersamanya.

Budi menyebut jika dirinya saat itu hanya ingin guru DS segera pergi dari tempat ia bekerja.

"Supaya cepat saja, Saya lagi sibuk kereja dan supaya guru sekolah anak saya cepat pulang,

waktu itu juga selain supaya guru itu cepat pulang, saya teringat kalau DS sedang bersama saya," ucapnya saat ditemui Kompas.com, Selasa (11/2/2020).

Ayah korban DS (13) siswi SMPN 6 Tasikmalaya yang ditemukan tewas di gorong-gorong sekolah sempat tertangkap kamera pada malam hari pertama penemuan mayat di RSUD dr Soekardjo Tasikmalaya, Selasa (4/2/2020).
Ayah korban DS (13) siswi SMPN 6 Tasikmalaya yang ditemukan tewas di gorong-gorong sekolah sempat tertangkap kamera pada malam hari pertama penemuan mayat di RSUD dr Soekardjo Tasikmalaya, Selasa (4/2/2020). ((KOMPAS.COM/IRWAN NUGRAHA))

Di sisi lain, Budi pun mengaku dirinya adalah sosok pelupa.

Kondisi itu, lanjutnya, akibat dari ibunya kerap mengonsumsi obat-obatan saat mengandung dirinya.

Budi sendiri mengaku lupa saat menjawab pihak sekilah yang sempat menemuinya,

Ia hanya ingat kallau DS sedang bersama dirinya.

"Saya ada sakit di otak, hilang ingatan, karena efek ibu saat mengandung saya terlalu banyak minum obat. Katanya gitu kata orang tua saya," terangnya.

Namun demikian, Budi mengingat kalau beberapa hari sebelum kejadian dirinya pernah bertemu dengan anaknya di tempat kerjanya.

"Terakhir saya bertemu dengan DS beberapa hari sebelum ditemukan anak saya meninggal," katanya.

Dianggap tak rasional

Pernyataan Budi Rahmat ini ditanggapi Rikha Surtika Dewi, psikolog Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya (Umtas).

Seperti diwartakan Kompas.com, ia menilai sikap ayah siswi SMP yang tewas membohongi guru anaknya dan mengaku hilang ingatan sangat tak rasional.

Menurutnya, sikap figur seorang ayah sejatinya akan merasa terpanggil jika anak kandungnya meninggal dan akan menghadiri pemakamannya yang terakhir kalinya meskipun memiliki penyakit terberat semasa hidupnya.

"Saya kira sikap ayahnya Delis ini tak rasional. Apalagi berani membohongi gurunya yang datang mencari anaknya saat itu pertama itu. Kedua ketidakhadirannya ke pemakaman dan tak berkunjung ke rumah duka itu ada kejanggalan," jelas Rikha kepada Kompas.com di kantornya, Kamis (13/2/2020).

KRONOLOGI Guru di Sumbawa Ditombak saat Akan Pergi Mengajar, Korban Jatuh, Aksi Pelaku Berlanjut

FOTO-FOTO Suasana Restoran Rindu Alam Puncak Bogor Setelah Tutup, Masih Ada Aktivitas Karyawan

Seusai dengan ilmu psikologi, lanjut Rikha, seorang ayah sedikitnya akan terpanggil jika anak kandungnya mengalami sesuatu yang buruk.

Meskipun, kondisinya selama ini telah bercerai dengan istri sekaligus ibu dari anak kandungnya tersebut.

Adapun selama ini sang ayah tersebut mengaku memiliki penyakit hilang ingatan, tentunya itu menjadi tanda tanya publik dan seharusnya bisa dibuktikan dengan kajian medis secara ilmiah.

"Menurut saya tak bisa juga ayahnya itu mengaku hilang ingatan dan tega tak hadir di pemakaman putri kandungnya, itu anak kandungnya loh. Kalau bukan anak kandungnya kajiannya mungkin lain," ungkap Rikha.

Kronologi pembunuhan

Dilansir dari Kompas.com, Budi Rahmat mencekik anaknya sendiri hingga tewas karena kesal dimintai uang oleh korban untuk biaya study tour.

Sesuai informasi dari kepolisian setempat, kejadian bermula saat korban mendatangi tempat kerja ayahnya sepulang sekolah dengan menumpangi angkutan umum, Kamis (23/1/2020) sore.

Setibanya di tempat kerja pelaku, yaitu salah satu rumah makan di Jalan Laswi, Kota Tasikmalaya, korban bertemu dengan ayahnya dan meminta uang Rp 400.000 untuk study tour sekolahnya ke Bandung.

Pelaku memberi uang kepada korban Rp 300.000 kepada korban.

Sebagian di antaranya, Rp 100.000 hasil pinjaman dari bosnya.

Namun uang pemberian ayahnya tidak cukup untuk membayar biaya study tour yang totalnya Rp 400.000.

Korban pun kembali meminta kekurangannya.

Di sana lah pelaku emosi dan membawa korban ke rumah kosong lalu membunuhnya dengan cara dicekik.

"Karena korban merasa pemberian uang ayahnya kurang, korban dibawa ke rumah kosong dan sempat cekcok dengan pelaku. Lokasi rumah kosong itu dekat dengan tempat kerja pelaku sekaligus TKP pembunuhan terjadi," jelas Kepala Polres Tasikmalaya Kota AKBP Anom Karibianto saat konferensi pers, Kamis (27/2/2020) siang.

Setelah diketahui meninggal, pelaku sempat membiarkan mayat anaknya di sebuah ruangan kamar rumah kosong tersebut.

Ia kemudian kembali bekerja sekitar pukul 16.00 WIB, Kamis (23/1/2020) sore.

Setelah selesai bekerja sekitar pukul 21.00 WIB di hari yang sama, pelaku kembali ke TKP untuk menyembunyikan mayat anaknya di gorong-gorong sekolah korban, SMPN 6 Tasikmalaya.

"Tujuan pelaku menyembunyikan mayat anaknya di gorong-gorong sekolahnya supaya dikira bahwa kematian anaknya karena kecelakaan," tambah Anom.

"Mayat korban didorong-dorong dipaksa masuk ke gorong-gorong itu sampai ke dalam sekitar 2 meter. Saat kejadian tak ada saksi mata yang melihat karena kondisinya hujan deras," ungkap Anom.

(TribunnewsBogor.com/Kompas.com)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved