Derita ART Dianiaya Majikan, Lolos dari Siksaan Usai Dibawa ke Kantor Polisi karena Dituduh Ini
Cerita asisten rumah tangga (ART) mendapat perlakuan kasar dari majikannya di Semarang Barat.
Penulis: Mohamad Afkar S | Editor: Damanhuri
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Seorang asisten rumah tangga (ART) menceritakan kisah pilu yang dialaminya kala bekerja di rumah majikannya kawasan Semarang Barat.
ART beridentitas IM (20) ini mengaku telah dianiaya majikannya yang merupakan pasangan suami istri.
IM kini telah kembali ke kediamannya di daerah Mlatiharjo Timur, Citarum Semarang.
Walau begitu, IM nampak masih belum dapat melupakan kejadian yang telah dialaminya kala bekerja dengan majikannya itu.
Rasa ketakutan dan trauma pun nampak masih tersimpan dalam benak IM.
IM bercerita bahwa perlakuan kasar majikan terhadapnya harus ia terima setiap hari.
Pukulan, tendangan, dan siraman air panas dari majikan kerap diterimanya.
Akibatnya, IM mengalami luka lebam di wajah dan babak belur di seluruh tubuhnya.
• Sejumlah Pasangan Digerebek di Gubuk Terpal saat PSBB, Petugas Temukan Alat Kontrasepsi
• Kesal karena Warganya Tak Dirawat dengan Baik, Kades di Lumajang Aniaya Perawat Puskesmas
IM juga mengungkapkan jika dirinya sempat dipaksa memakan 50 cabai dan menenggak air mendidih hingga pita suaranya rusak dan harus menjalani operasi.
Selain itu, IM juga harus menerima enam luka sayatan cutter karena dipaksa majikannya untuk bunuh diri.
Tak tahan dengan perlakuan majikannya, IM sempat berniat kabur dengan meminta pertolongna tetangga sektiar.
Namun ternyata tidak ada yang peduli.
"Dua bulan awal bekerja, majikan masih berlaku baik. Sudah mulai betah, tapi di bulan ketiga mulai berlaku kasar dan mulai disiksa. Setiap hari disiksa oleh majikan saya. Pernah akan kabur dan minta tolong tetangga tapi enggak peduli," ungkap IM, Selasa (21/4/2020) seperti dikutip dari Kompas.com.

Hingga kini, ia pun mengaku masih trauma akibat kejadian yang menimpanya itu.
"Saya masih takut dan kebayang kejadian itu. Saya trauma kalau keluar rumah harus ditemani orang tua. Gak bisa pergi jauh dari rumah. Lihat air putih takut karena teringat siksaan," kata IM.
Lolos dari siksaan
IM mengatakan bahwa dirinya baru bisa lolos dari siksaan majikan ketika dirinya dibawa majikannya ke kantor polisi.
Ia dibawa majikan ke Polsek Semarang Barat karena ditudu mencuri ponsel.
IM pun mengaku mengambil ponsel milik majikannya secara diam-diam lantaran berniat ingin menghubungi keluarganya karena saat itu ponsel miliknya disita sejak awal ia bekerja.
Di kantor polisi, kondisi IM yang babak belur pun menimbulkan tanda tanya.
"Saat di kantor polisi kondisi saya lemas, memar, mau jalan juga susa, polisinya curiga. Saya diantar ke RS Bhayangkara, kemudian saya divisum. Baru tahu kalau tenggorokan saya luka parah, pita suara rusak. Penyiksaan yang saya alami terbongkarnya awalnya ya dari situ," terangnya.
• Kesaksian Iptu Stevano Soal Penangkapan Gangster di Jakarta Timur, Terungkap Ternyata Ada 15 Motor
• KRONOLOGI Balita Tewas Dianiaya Ayah Tiri, Pelaku Sempat Pura-pura Cari Korban Bareng Istri
Ika dan keluarganya berharap agar Polsek Semarang Barat memberi hukuman setimpal buat majikannya.
"Desember kasusnya terbongkar, lalu saya dibawa pulang ke rumah. Saya harus menjalani operasi dan perawatan di rumah sakit di RSUD Wongsonegoro biar bisa sembuh lagi," ujarnya.
Sumardjo (40), sang ayah, merasa tak tega dengan kondisinya buah hatinya.
Dia curiga dengan kejadian tak wajar yang menimpa anaknya.
"Bulan September atau Oktober tahun lalu, saya mau telepon dia gak bisa. Soalnya perasaan saya sudah gak enak. Dan ternyata pas bulan Desember saya ditelepon polisi disuruh datang ke Polsek Semarang Barat. Di sana saya baru tahu kalau anak saya kondisinya sudah parah," katanya.
Sementara itu, Kuasa hukum korban Deo Hermansyah telah mengawal kasus tersebut sejak dilaporkan ke Polsek Semarang Barat pada Desember tahun lalu.
FOLLOW:
Ia mendesak penyidik agar memproses kasus tersebut ke ranah hukum.
"Kasus ini sudah berlangsung empat bulan. Saya minta kasus ini dilanjutkan dan kedua pelaku suami istri RS dan S segera ditahan", katanya.
Deo menganggap tindakan penganiayaan itu dikatagorikan pengeroyokan yang mengancam jiwa seseorang.
Kepada penyidik, ia meminta agar kedua pelaku dijerat pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dan penganiayaan.
Polisi masih dalami kasus
Kasus yang dialami IM hingga kini masih dalam penanganan polisi.
Seperti diwartakan Kompas.com, Kanit Reskrim Polsek Semarang Barat Iptu Dona Priyadi menegaskan, penanganan kasus penganiayaan ART saat ini masuk ke tahap penyidikan.
"Proses penyidikan masih terus dilakukan. Korban didampingi dari pihak PPT (Pusat Pelayanan Terpadu) dan Seruni (Lembaga Pendamping) telah memberikan keterangan terkait kasus tersebut," ujar Dona saat ditemui Kompas.com di kantornya, Kamis (23/4/2020).
Dia menjelaskan, proses penanganan kasus penganiayaan selama ini telah melewati beberapa tahapan termasuk mengumpulkan alat bukti dan keterangan resmi korban untuk memperkuat proses penyidikan.
Sebelumnya, petugas tak bisa mendapatkan keterangan dari Ika Masriati karena saat itu kondisinya kesulitan bicara akibat pita suara yang rusak.
Pihaknya harus menunggu proses penyembuhan korban usai menjalani proses operasi.
Selain itu juga harus memastikan kondisi psikologis korban benar-benar pulih setelah melalui proses pendampingan.
Selanjutnya, setelah kondisi korban berangsur membaik dan sudah bisa diajak bicara, pihaknya baru bisa melanjutkan pemeriksaan kepada korban untuk keterangan lebih lanjut.
"Kita menunggu masa penyembuhan dari korban yang tidak bisa bicara. Baru setelah pita suaranya sembuh, proses dilanjutkan ke pemeriksaan saksi dan memperkuat penyidikan dengan alat bukti seperti visum dan hasil tes psikologi. Semua bukti sudah kita terima. Kemudian kita lakukan penyidikan," tandasnya.
Terpisah, Kapolsek Semarang Barat Kompol Iman Sudiyantoro menjelaskan, kejadian berawal saat pihaknya mendapati laporan dari majikan korban atas tuduhan pencurian handphone pada bulan Desember.
"Awalnya majikan melaporkan kalau korban mencuri HP. Kita tidak bisa begitu saja menerima laporan tersebut karena melihat kondisi korban luka-luka dan tak bisa bicara," katanya.
Lantaran merasa khawatir, pihaknya berinisiatif membawa korban untuk berobat ke rumah sakit dan menjalani operasi pita suara.
"Waktu itu kita yang mengantar korban ke rumah sakit untuk diobati karena pita suaranya rusak. Sampai kemudian kondisi korban semakin membaik dan sudah bisa diajak bicara," katanya.
Pihaknya mengaku tak ingin gegabah dalam menangani kasus tersebut.
Pasalnya, penanganan kasus penganiayaan harus ditangani dengan lebih berhati-hati, mengingat kondisi psikologis korban masih mengalami trauma.
Korban baru dapat memberikan keterangan setelah dipastikan sembuh baik dari kondisi kesehatan maupun psikologisnya.
Keterangan korban dibutuhkan untuk memperkuat proses penyidikan sehingga proses penyidikan dapat berlanjut dan pelaku bisa segera ditindak tegas.
"Maka sebenarnya kita tidak tinggal diam, proses terus berlanjut. Pelaku pasti akan segera kita tangkap dalam waktu dekat," tegasnya.
(TribunnewsBogor.com/Kompas.com)