Tak Ada Pemasukan dari Pengunjung, Hewan di Taman Safari Bogor Dipaksa Puasa
Hal itu dampak dari ditutupnya kunjungan wisatawan sejak virus Corona atau Covid-19 melanda dan terus meluas.
Penulis: Tsaniyah Faidah | Editor: Ardhi Sanjaya
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Tsaniyah Faidah
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, CISARUA - Pengelola Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor mulai kesulitan dana untuk memenuhi kebutuhan pakan hewan.
Hal itu dampak dari ditutupnya kunjungan wisatawan sejak virus Corona atau Covid-19 melanda dan terus meluas.
Humas Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, Yulius H. Suprihardo mangakui jika kondisi satwa saat ini berat.
Pasalnya lembaga konservasi satwa sekaligus taman rekreasi itu sudah tidak ada pemasukan lagi sejak penutupan menyusul pandemi Covid-19.
"Jujur saja saat ini mengalami kesulitan. Tidak ada pemasukan dari pengunjung, sementara ada banyak satwa yang tetap harus kita rawat," ujarnya kepada TribunnewsBogor.com, Sabtu (2/5/2020).
Akibat ditutup, tentu tidak ada pendapatan bagi pengelola untuk menambah biaya perawatan dan memenuhi kebutuhan pakan satwa setiap harinya.
Alhasil, pihak TSI Bogor selama ini hanya mengandalkan tabungan yang semakin hari semakin menipis.
Untuk menyiasatinya, jika biasanya pakan satwa karnivora di TSI Bogor menggunakan daging rusa import, kini diganti daging ayam lokal saja.
Sementara untuk jadwal makan, digilir sehari makan sehari berpuasa.
Ia mengakui, kebutuhan satwa pemakan daging ini cukup berat mengingat jumlah mereka juga tidak sedikit.
Apalagi porsi makan golongan kucing besar yang banyak, bisa mencapai 5 kilogram daging per ekor.
"Kalau mereka di alam liar kan juga begitu ya kalau tidak salah. Misal hari ini dapat buruan, lalu besoknya tidak dapat, mereka berpuasa," tutur Yulius.
Sedangkan untuk satwa herbivora atau pemakan tumbuhan, pengelola TSI melakukan penanaman berbagai jenis sayuran secara mandiri sebagai kebutuhan pangan para satwa.
Walau demikian, kata Yulius, para pengelola TSI Bogor tetap berkomitmen memberi pakan, merawat dan menjaga satwa-satwa koleksi yang pada dasarnya merupakan satwa yang dilindungi.
Berdiri sebagai lembaga swasta yang mana segala pengeluaran ditanggung pesero, TSI Bogor diakui hanya bisa bertahan sesuai dengan kemampuan keuangan yang dikelola managemen.
Yulius khawatir jika pandemi berlangsung lama, banyak satwa yang akan terbengkalai pakannya.
Kondisi ini, yang membuat pihak TSI melalui Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia (PKBSI) mengirim surat kepada Kementerian Keuangan meminta keringanan pajak.
Selain itu, pihaknya juga membuka donasi melalui rekening yang nantinya akan digunakan untuk kebutuhan makanan dan perawatan kesejahteraan para satwa.
Ada sebanyak 2.600 satwa dari 270 spesies dirawat di TSI Bogor, mulai dari satwa terbesar Gajah Sumatera hingga marsupial terkecil Sugar Glider.