Pakar Hukum Tata Negara soal Kasus Novel: Jangan Sampai Hakim jadi Pahlawan yang Enggak Benar
Seperti diketahui, tuntutan yang diajukan JPU terhadap masing-masing pelaku penyiram Novel Baswedan yaitu kurungan penjara masing-masing satu tahun.
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Perkara penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan diperkirakan menjadi ujian penting bagi majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang menyidangkan perkara ini.
Pasalnya, di tengah desakan agar kedua pelaku penyiraman yang kini telah berstatus terdakwa, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dapat dihukum maksimal serta otak di balik penyerangan diungkap, Jaksa penuntut umum (JPU) justru mengajukan tuntutan ringan.
Tuntutan tersebut, selain dinilai tidak sesuai dengan konsekwensi yang timbul atas serangan tersebut, juga dianggap berpotensi merusak upaya pemberantasan korupsi yang selama ini telah dilakukan.
Pasalnya, upaya perlindungan terhadap aparat penegak hukum yang menangani perkara rasua dinilai minim.
"Seyogyanya aspek perlindungan negara kepada penegak hukum harus dilakukan dengan maksimal melalui penuntutan yang berkeadilan bagi korban dan masyarakat," kata Ketua Komisi Kejaksaan RI Barita LH Simanjuntak saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/6/2020) lalu.
• Sindir Penyiram Novel, Bintang Emon Difitnah Pakai Narkoba, Rekan : Disodorin Rokok Aja Dia Ogah
• Pasangan Sesama Jenis di Soppeng Nekat Menikah, Tamu Undangan Sudah Curigai Mempelai Pria
Seperti diketahui, tuntutan yang diajukan JPU terhadap masing-masing pelaku yaitu kurungan penjara masing-masing satu tahun.
Dalam tuntutan yang dibacakan pada Kamis (11/6/2020) lalu, JPU menganggap Rahmat Kadir selaku eksekutor penyiram cairan asam sulfat (H2SO4) terhadap Novel terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan terlebih dahulu dan mengakibatkan luka berat.
JPU kemudian menggunakan Pasal 353 KUHP ayat (2) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagai dasar pengajuan tuntutan pada perkara ini.
Di dalam Buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disebutkan bahwa 'Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.'
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada Zaenur Rohman menilai, tuntutan yang diajukan JPU tidak logis.
Para pelaku seharusnya dituntut maksimal dengan menggunakan Pasal 355 ayat (1) KUHP sesuai dakwaan primer yang diajukan, dan bukan menggunakan pasal yang tertuang di dalam dakwaan subsidair.
• Pesawat TNI AU Jatuh di Riau, Warga Sempat Lihat Pilot Melayang di Udara
Merujuk Buku KUHP, di dalam pasal itu dinyatakan bahwa 'Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.'
"Tuntutan satu tahun itu bukan tuntutan maksimal," kata Zaenur kepada Kompas.com, Jumat (12/6/2020).
Menurut dia, sejak awal pelaku sudah berencana untuk menyiram Novel dengan air keras. Hal itu terlihat dari telah disiapkannya air tersebut sebelum penyerangan.
Bahkan, Rahmat diketahui juga diketahui telah mengamati rumah Novel selama dua hari terakhir sebelum peristiwa penyerangan untuk mencari tahu rute keluar masuk komplek.