Pemuda Maluku Ditangkap karena Kutip Humor Gus Dur, Inayah Wahid : Panggil yang Bikin Joke Dong Pak
Ahmad dan Riman Losen ditangkap lantaran memposting kutipan humor Gus Dur soal 3 Polisi baik.
Penulis: Sanjaya Ardhi | Editor: Vivi Febrianti
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Putri bungsu Gus Dur, Inayah Wahid memprotes tindakan Polisi yang menangkap dua pemuda gara-gara mengutip humor Gus Dur.
Menurut Inayah Wahid, mestinya Polisi bukan menangkap orang yang mengutip, melainkan orang yang membuat.
Ahmad dan Riman Losen, warga Kepulauan Sula, Maluku Utara ditangkap Polres Kepulauan Sula.
Ahmad dan Riman Losen ditangkap lantaran memposting kutipan humor Gus Dur soal 3 Polisi baik.
Soal hal ini, Inayah Wahid menanggapi lewat akun Twitternya.
Inaya Wahid menulis mestinya Polisi bukan menangkap orang yang mengutip.
Inayah Wahid semestinya Polisi menangkap orang yang membuat joke tersebut yakni Gus Dur.
"Laaah yg dipanggil kok yg mengquote.
Panggil yg bikin joke dong Pak." tulis akun Twitter Inaya Wahid.
Sementara itu Alissa Wahid menyinggung kembali respon Tito Karnavian soal humor Gus Dur tentang 3 Polisi baik.
"Pak Polisi, ada teladan nih dari pemimpin anda semua, mantan Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian, sekarang Menteri Dalam Negeri. " tulis Alissa Wahid di Twitter.
Soal ini juga ditanggapi oleh Fadli Zon lewat akun Twitternya.
Menurut Fadli Zon dengan adanya tambahan kasus seperti in, Indonesia jauh sekali dari arti demokrasi.
"Inilah salah satu contoh menunjukkan kita makin jauh dr demokrasi n mendekati otoritarianisme.
Mengutip Gus Dur saja bisa urusan dg polisi.
Kok masih berani bilang negara demokrasi." tulis Fadli Zon.
Melansir Warta Kota, kekecewaan serupa juga disampaikan oleh politisi Partai Demokrat Rachland Nashidik.
Dirinya mempertanyakan penangkapan Ismail Ahmad dan Riman Iosen, warga Kepulauan Sula, Muluku Utara oleh pihak Polres Kepulauan Sula.
Dirinya mempertanyakan keputusan pihak Kepolisian yang memaksa kedua pemuda untuk meminta maaf.
"Masa gara-gara nulis status gitu di FB terus dipanggil ke polres suruh minta maaf di hadapan wartawan," ungkap Rachland dihubungi pada Rabu (17/6/2020).
Keduanya diamankan karena mengunggah celotehan Presiden Republik Indonesia keempat KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur soal polisi jujur di Indonesia.
Dalam sebuah artikel yang dibagikannya, keduanya ditangkap karena diduga melakukan pencemaran nama baik Polri.

Keduanya pun diminta meminta maaf depan Wakapolres Kepulauan Sula, Kompol Arifin La Ode burry, KBO Reskrim Abd Rahim Umaternate, Paur Humas Brika Suwandi Sangadji dan sejumlah awak media di Mapolres Kepulauan Sula.
Keduanya berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Berikut isi permintaan maaf Ismail Ahmad dan Riman Iosen :
Saya selaku pribadi memohon maaf sebesar-besarnya atas postingan saya di media sosial Facebook yang menyinggung instansi maupun masyarakat.
Saya merasa sangat menyesal dan bersalah serta berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan tersebut.
Apabila hal tersebut saya langgar maka saya siap untuk ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Saya mengimbau kepada masyarakat sekalian terutama pengguna media sosial agar lebih baik menggunakan media sosial demi terciptanya situasi kamtibmas yang kondusif di Kepulauan Sula serta tetap mematuhi protokoler kesehatan di tengah pandemi Covid-19.
Awal Mula Humor Gus Dur Soal Polisi Jujur
Dikutip dari nu.or.id, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) merupakan Presiden RI pertama yang menjadikan institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai lembaga independen yang diletakkan di bawah Presiden langsung.
Di era sebelumnya, yaitu Orde Baru (Orba), kewenangan Polri di bawah Tentara Nasional Indonesia (TNI). Hal ini menjadikan Polri sebagai aparat keamanan dalam negeri diatur dengan cara tentara sehingga kerap menimbulkan kontradiksi.

Perbincangan terkait institusi Polri berawal dari lontaran Muhammad AS Hikam yang pada 2008 silam sowan ke kediaman Gus Dur. Kala itu ada Pak Rozi Munir juga yang sedang jagongan santai di rumah Gus Dur.
Obrolan diawali kegelisahan tokoh-tokoh bangsa tersebut melihat fenomena maraknya praktik korupsi di lintas institusi negara, perbankan, termasuk Polri.
Padahal, institusi-institusi negara bertugas tidak lain melayani seluruh elemen warga negara. Praktik korupsi ini tentu tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menyengsarakan warga negara.
AS Hikam memberikan gambaran bahwa mega-korupsi BLBI dan Bank Century yang melibatkan pihak-pihak tertentu merupakan kasus yang penangannya tidak jelas hingga kini.
Padahal uang rakyat telah raib ratusan triliun (Rp600 triliun untuk kasus BLBI dan RP6,7 triliun untuk kasus Bank Century).
Di hadapan Gus Dur, AS Hikam berucap: “Kasus yang melibatkan Polri ini apakah saking sudah kacaunya lembaga itu atau gimana ya Gus. Kan dulu panjenengan yang mula-mula menjadikan Polri independen dan diletakkan langsung di bawah Presiden?”
“Gini loh, Kang,” Gus Dur mengawali perkataannya.
“Polri kan sebelumnya di bawah TNI dan itu tidak bener. Mosok aparat keamanan dalam negeri dan sipil kok diatur oleh dan dengan cara tentara. Tapi kan memang begitu maunya Pak Harto dan TNI supaya bisa menggunakan Polri untuk mengawasi rakyat," tuturnya.
Ia pun melanjutkan, "Setelah reformasi ya harus diubah, maka Polri dibuat independen dan untuk sementara supaya proses pemberdayaan terjadi dengan cepat di bawah Presiden langsung. Nantinya ya di bawah salah satu kementerian saja, apakah Kehakiman seperti di AS atau Kementerian Dalam Negeri seperti di Rusia, dan lain-lain.".
"Nah, Polri memang sudah lama menjadi praktik kurang bener itu, sampai guyonan-nya kan hanya ada tiga polisi yang jujur: Pak Hoegeng (Kapolri 1968-1971), patung polisi, dan polisi tidur... hehehe...,” imbuh Gus Dur lagi.
Pak Rozi dan AS Hikam tertawa ngakak mendengarnya.