Tenggelamkan Bayinya ke Ember Hingga Videonya Viral, Motif Mamah Muda Terungkap
Tak hanya itu, pelaku juga merekam aksi biadabnya yang dilakukan kepada sang bayi menggunakan ponsel miliknya.
Penulis: Damanhuri | Editor: Vivi Febrianti
"Jadi untuk memberitahukan bahwa apa yang dilakukan istrinya keliru, salah," kata Iman. Dalami dugaan pelanggaran UU ITE Iman mengatakan, penyebarluasan video penganiayaan yang dilakukan oleh LQN dan sang suami mengarah pada pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Polisi pun tengah melakukan pengembangan terkait adanya dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dalam kasus penganiyaan tersebut.

Menurut Iman, pelaku yang merekam video dan juga suami yang mengunggahnya ke media sosial bisa terjerat UU ITE lantaran menyebarkan konten kekerasan terhadap anak.
"Iya kami tengah mengembangkan. Tentu dengan yang mengunggah ke media sosial itu kena UU ITE. Termasuk istrinya," ucap Iman.
Adapun saat ini polisi baru menetapkan status tersangka terhadap LQN atas kasus penganiyaan.
Dia dikenakan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
"Tersangka sedang disidik oleh Satreskrim dan kita lakukan penahanan dan dikenakan Pasal 80 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman di atas 5 tahun," pungkasnya.
Terancam Kehilangan Hak Asuh
Orangtua sang bayi saat ini terancam kehilangan hak asuh.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebelumnya mengecam keras perbuatan pelaku LQN.
"KPAI tentu saja sangat mengutuk perbuatan biadap ibu terhadap balita tersebut," ujar Komisioner KPAI, Putu Elvina saat dihubungi, Jumat (20/11/2020).
Baca juga: Singgung Kedekatan Kalina dengan Anak-anak Vicky, Azka: Maaf Aku Tidak Bisa Semenyenangkan Mereka

Elvina meminta Kepolisian Tangerang Selatan untuk memproses hukum LQN secara tegas karena kejahatan terhadap anak dinilai merupakan kasus yang serius.
"Dalam kasus di mana pelaku kejahatan adalah orangtua maka pidananya ditambah 1/3 dari ancaman pidana pada Pasal 80 UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014," ucapnya.
Selain itu, kata Elvina, anak yang menjadi korban juga harus mendapatkan pemeriksaan dan perawatan yang intensif hingga dinyatakan pulih.
"Kemudian mempertimbangkan pencabutan kuasa asuh atas anak mengingat kejahatan yang dilakukan orangtuanya," ucap Elvina. (*)
(TribunnewsBogor.com/Tribun Jakarta)