Fakta Soal Gelandangan yang Ditemui Risma, Tak Terima Dituding Sekongkol dan Bantah Punya Smartphone

Mengungkap dua sosok gelandangan yang ditemui Mensos Risma di Jakarta yang menuai polemik.

Penulis: Vivi Febrianti | Editor: khairunnisa
KOMPAS.com/WALDA MARISON dan TribunJakarta.com/Annas Fuqon Hakim
Fasial Tanjung (43) saat ditemui di Balai Rehabilitasi Sosial Eks Gelandang dan Pengemis (BRSEGP) Pangudi Luhur Bekasi, Kamis (7/1/2021). (kanan) Gelandangan bernama Nur Saman (69) saat ditemui di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (7/1/2021). Ia merupakan salah satu gelandangan yang sempat ditemui Menteri Sosial Tri Rismaharini saat blusukan. 

"Katanya dia (gelandangan) berstatus pedagang foto Bung Karno. Padahal nggak benar nih," kata Doni saat ditemui di lokasi, Kamis (7/1/2021).

Doni mengaku sudah berjualan bingkai dan poster Bung Karno sejak tahun 1973.

Ia pun mengatakan belum pernah bertemu degan Mensos Risma.

Karena postingan akun Twitter @Andhy_SP211, Doni mengaku menerima banyak hujatan dari warganet.

"Yang ditemuin itu bukan berstatus seorang pedagang foto bung karno. Saya di-bully- lah, dibilang bersekongkol sama Bu Risma. Makanya saya nggak terima itu," ujar Doni.

Baca juga: Tagar #RismaRatuDrama Ramai di Medsos, Ini Kata Kemensos soal Blusukan Risma

Baca juga: Risma Ratu Drama Trending Gara-gara Blusukan, Yunarto Wijaya : Gak Bisa Dibantah Output Kerjanya

Sosok gelandangan dimaksud

TribunJakarta.com mencoba menelusuri kebenaran dari postingan tersebut dengan menemui sosok gelandangan yang dimaksud.

Sosok itu bernama Nur Saman (69). Faktanya, pria paruh baya itu memang seorang gelandangan.

Sehari-hari, Nur Saman berprofesi sebagai pemulung.

Ia kerap berpindah-pindah tempat saat memulung.

"Biasanya ke arah Pasar Rumput, Halimun, nanjak gedung-gedung tinggi di Sudirman, Kokas (Kota Kasablanka), balik lagi ke Saharjo. Mutar-mutar aja," kata Nur Saman saat ditemui di tepi kali di Jalan Minangkabau, Pasar Manggis, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (7/1/2021).

Selain memulung, Nur Saman juga kerap bekerja di salah satu tempat tambal ban.

Tujuannya adalah mendapatkan tambahan uang di luar penghasilannya sebagai pemulung.

"Misalnya tambal ban tiga motor. Saya dapat satu, dia (pemilik tambal ban) dapat dua. Satu motor kan Rp 15 ribu," ujar dia.

Nur Saman mengaku tidak memiliki tempat tinggal.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved