Dihamili tapi Tak Dinikahi, Wanita Konglomerat Ini Depresi Terjun dari Apartemen Sambil Peluk Bayi
Luo Lili mengalami depresi karena hamil di luar nikah tetapi pacarnya tak mau menikahinya dengan alasan tidak siap.
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Seorang wanita konglomerat bernama Luo Lili (34) sedang jadi perbincangan.
Hal itu karena ia nekat bunuh diri dengan terjun dari Apartemennya sambil memeluk bayinya yang masih berusia 5 bulan.
Sosialita China-Amerika itu ditemukan tewas tanpa busana di Hong Kong pada Rabu (6/1/2021).
Diketahui, Luo Lili mengalami depresi karena hamil di luar nikah tetapi pacarnya tak mau menikahinya dengan alasan tidak siap.
Luo Lili semasa hidupnya hidup serba mewah.
Baca juga: Bocah 13 Tahun Dipaksa Nikah, Jadi Istri Kelima Pria 48 Tahun, Pekerjaan Suami Bukan Konglomerat
Baca juga: Kronologi Siswi SMP Hamil 7 Bulan Paksa Keluarkan Janin, Jasad Bayinya Dibuang ke Hutan
Dia adalah satu-satunya anak perempuan Luo Lin, wanita konglomerat Jinlin Real Estate yang memiliki banyak proyek hunian mewah di China.
Kemudian ayahnya berasal dari keluarga dokter yang telah mempraktikkan pengobatan tradisional China selama 6 generasi.
Luo sendiri menjalani studi di Amerika Serikat (AS) dan sejak usia muda hidupnya serba mewah termasuk keliling dunia.
Ia pernah bergaul dengan figur publik dunia seperti eks Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton, dan superstar pop Inggris Rita Ora.
Lahir di Chengdu, Luo Lili pindah ke Hong Kong pada usia 4 tahun lalu menimba ilmu di Australia dan Amerika Serikat.
Dia fasih berbahasa Inggris dan sempat bekerja sebagai penerjemah ibunya, sebelum mendirikan perusahaannya sendiri.
Baca juga: Viral Truk Logistik Bantuan Dijarah, Ini Penjelasan BPBD Majene
Perusahaannya bernama TriBeluga, sebuah firma layanan inkubasi yang menghubungkan perusahaan startup global dengan China.
Dalam sebuah wawancara pada 2015, Luo Lili mengakui tidak mudah dilahirkan sebagai orang kaya karena dituntut harus sukses.
"Orang-orang lain mengira kami gampang melakukan apa pun, tapi tidak begitu," ungkapnya.
"Kalau orang biasa dapat (dikatakan sukses dengan menyelesaikan) 60 persen, kami harus melakukannya 80 persen (untuk diakui pada tingkat yang sama)."