Cerita Tukang Pecel Nekat Buka Praktik Aborsi Ilegal, Janin Bayi Disimpan di Kantong Kresek

Pelakunya merupakan pasangan suami istri yang dikenal warga sebagai pedagang gado-gado atau pecel.

Penulis: Damanhuri | Editor: Yuyun Hikmatul Uyun
Kolase Tribun-Video.com
Ilustrasi aborsi 

Namun, dalam melancarkan aksinya, tersangka juga memanfaatkan peran calo.

Bahkan, Yusri mengungkapkan calo tersebut mendapat keuntungan lebih besar dibandingkan ST dan ER.

"Ada pembagiannya. Rp 5 juta si korban membayar. Rp 3 juta untuk calo dan Rp 2 juta untuk yang melakukan tindakan," ujar dia.

Pasangan suami istri itu mengaku sudah lima kali melakukan praktik aborsi ilegal di kediamannya.

Namun, keduanya ternyata tidak memiliki latar belakang di dunia kedokteran. Tersangka hanya belajar melakukan aborsi dari tempat dia bekerja sebelumnya.

"ER ini sebagai pelaku yang melakukan tindakan aborsi. Dia tidak memiliki kompetensi sebagai tenaga kesehatan, apalagi jadi dokter," ucap Yusri.

Berdasarkan hasil penyelidikan, ER ternyata pernah bekerja di klinik aborsi di kawasan Tanjung Priok pada tahun 2000.

Di tempat itu, ER bekerja selama empat tahun di bagian pembersihan jasad janin yang telah diaborsi.

"Dari situ lah dia belajar untuk melakukan tindakan aborsi," ungkap Yusri.

Namun demikian, lanjut Yusri, ER hanya menerima permintaan aborsi dengan usia janin di bawah dua bulan atau sekitar delapan minggu.

"Karena bagi dia usia (janin) di bawah delapan minggu itu mudah untuk dihilangkan atau dibuang buktinya karena bentuknya masih berupa gumpalan darah," ujar dia.

Simpan Janin di Kantong Plastik

Pelaku yang melakukan praktik aborsi ilegal itu menyimpan janin di dalam kantong plastik.

Hal itu diteketahui saat polisi menangkap pelaku ES dan ST di kediamannya.

Barang bukti yang berhasil diamankan antara lain satu kantong plastik berisi jasad janin hasil aborsi.

Tak hanya itu, polisi juga mengamankan satu set alat vakum, tujuh botol air infus dan selang, serta, satu kotak obat perangsang aborsi.

Akibat perbuatannya, ketiga tersangka dijerat Pasal 194 Jo Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.

(TribunnewsBogor.com/Tribun Jakarta)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved