3 Penyebab Netizen Indonesia Disebut Paling Tidak Sopan se-Asia Tenggara, Singgung Faktor Frustasi
Dalam riset yang dirilis oleh Microsoft ini, tingkat kesopanan netizen Indonesia memburuk
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Laporan terbaru Digital Civility Index (DCI) yang mengukur tingkat kesopanan digital pengguna internet dunia saat berkomunikasi di dunia maya, menunjukkan warganet atau netizen Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara.
Atau dengan kata lain, paling tidak sopan se-Asia Tenggara.
Dalam riset yang dirilis oleh Microsoft ini, tingkat kesopanan netizen Indonesia memburuk delapan poin ke angka 76, di mana semakin tinggi angkanya tingkat kesopanan semakin buruk.
Survei yang sudah memasuki tahun kelima tersebut mengamati sekitar 16.000 responden di 32 wilayah, yang diselesaikan selama kurun waktu bulan April hingga Mei 2020.
Survei tersebut mencakup responden dewasa dan remaja tentang interaksi online mereka dan pengalaman mereka menghadapi risiko online.
Seperti yang telah diberitakan Kompas.com sebelumnya, ada tiga faktor yang memengaruhi risiko kesopanan netizen di Indonesia.
Paling tinggi adalah hoaks dan penipuan yang naik 13 poin ke angka 47 persen. Kemudian faktor ujaran kebencian yang naik 5 poin, menjadi 27 persen. Dan ketiga adalah diskriminasi sebesar 13 persen, yang turun sebanyak 2 poin dibanding tahun lalu.
Baca juga: Disebut Paling Tidak Sopan Se-Asia Tenggara, Netizen Indonesia Ramai Lakukan Ini
Baca juga: Bebas Setelah 68 Tahun Dipenjara, Pria Ini Syok Lihat Dunia Telah Berubah : Semua Gedung Tinggi !
Kemunduran tingkat kesopanan paling banyak didorong pengguna usia dewasa dengan persentase 68 persen.
Sementara usia remaja disebut tidak berkontribusi dalam mundurnya tingkat kesopanan digital di Indonesia pada 2020.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Psikososial dan Budaya, Endang Mariani mengatakan, penting untuk mengetahui metodologi dan analisis data, untuk menentukan apakah hasil penelitian dapat digeneralisasi.
“Saya belum tahu pasti, teknik survei dan data yang digunakan oleh DCI. Tapi jika hasilnya demikian, maka saya berasumsi ada tiga faktor yang memengaruhi,” kata Endang saat dihubungi Kompas.com, Jumat (26/2/2021).

Menurut Endang, tak bisa dipungkiri penggunaan media sosial meningkat selama pandemi, termasuk di Indonesia.
Dalam data DCI disebutkan, hoax, penipuan, dan ujaran kebencian yang mengalami kenaikan 5-13%, kemungkinan terkait dengan beredarnya berita-berita seputar Covid-19, yang berasal dari sumber yang tidak dapat dipertanggungjawaban kredibilitasnya dan kondisi pandemi Covid-19 yang berdampak pada berbagai hal.
1. Ketidakpastian
Faktor pertama adalah ketidakpastian. Situasi pandemi yang tidak pasti, membuat masyarakat mencari informasi dari berbagai sumber.
Sehingga, jika terjadi kesimpangsiuran dan banjir informasi, mereka akan percaya pada apa yang diyakini.