Kasus Covid-19 Kota Bogor Kembali Naik, DPRD Minta Pemkot Bogor Maksimalkan Perda Tibum
Setelah itu kemudian muncul klaster puskesmas yang menyebabkan dua puskedmas ditutup sementara.
Penulis: Lingga Arvian Nugroho | Editor: Vivi Febrianti
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Lingga Arvian Nugroho
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, BOGOR TENGAH - Kasus Covid-19 di Kota Bogor kembali merangkak naik.
Berbagai kebijakan dan aturan pun sudah dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Bogor.
Paska libur panjang kasus Covid-19 Kota Bogor kembali merangkak naik dengan diawali dari munculnya klaster Griya Melati dengan angka terkonfirmasi positifnya mencapai 90 lebih orang positif Covid-19 dalam satu perumahan.
Selanjutnya muncul penularan Covid-19 di sebuah pesantren di wilayah Bogor Selatan.
Setelah itu kemudian muncul klaster puskesmas yang menyebabkan dua puskedmas ditutup sementara.
Sore tadi tim gabungan Satgas Covid-19 Kota Bogor mengadakan rapat di Taman Eskpresk.
Perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor Endah Purwanti pun menghadiri rapat kordinasi Satgas Covid-19 itu.
Dalam rapat kordinasi tersebut, Endah menyampaikan bahwa saat ini Kota Bogor telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Ketertiban Umum (Tibum) yang mengatur terkait penanganan pandemi.
Mulai dari langkah penanganan hingga sanksi yang diberikan kepada masyarakat yang melanggar.
Sehingga ia pun meminta Pemkot Bogor untuk menegakkan perda tersebut untuk menekan angka penyebaran dan mencegah munculnya klaster baru.
"Pertama kita berharap Pemkot Bogor betul-betul menegakkan Perda nomor 1 tahun 2021 tentang Tibum. Karena disitu jelas dikatakan tentang penanganan pandemi," kata Endah.
Ia pun menambahkan bahwa pasca munculnya klaster baru ini, tingkat ketersediaan kasur atau bed occupancy rate (BOR) di Kota Bogor mulai mengalami peningkatan.
Bahkan dari catatannya, keterisian kasur di RSUD Kota Bogor sudah mencapai 40 persen.
"Memang kondisi BOR rumah sakit itu sudah mulai naik angkanya. Bahkan RSUD saat ini sudah diangka 40 persen," ujarnya.
Sehingga ia pun meminta agar aparat di wilayah tingkat kecamatan bisa memaksimalkan pemberlakuan PPKM Mikro dengan tidak ragu untuk mengambil kebijakan sebagai upaya untuk menekan angka penyebaran.
Sebab, kesadaran masyarakat akan protokol kesehatan semenjak lebaran silam mulai mengalami penurunan sebanyak 10 persen dam hal itu menjadi perhatian serius karena bisa menjadi penyebab munculnya penularan dan klaster baru.
"Tingkat awareness masyarakat semakin menurun. Nah harapannya kedepan semakin ditingkatkan lagi terutama di wilayah PPKM mikro dikuatkan lagi, para camat berani untuk mengambil tindakan teknis untuk pencegahan penyebaran covid-19 di wilayahnya," tegasnya.
Terkait dengan adanya klaster pesantren dan puskesmas, Endah sendiri mengaku sudah meminta pihak Dinkes agar melakukan tracing dan swab PCR secara masif.
Hal ini untuk mencegah terjadinya penularan lebih luas, seperti yang terjadi di Griya Melati.
"Saya menunggu kabar lanjutan dari Kadinkes, karena katanya sudah dilakukan masif tracing sampai pengunjung yang sempat datang ke puskesmas. Karena tadi sudah saya tanyakan langsung bagaimana dengan pengunjung yang datang ke puskesmas, apakah sudah dilakukan swab PCR tapi katanya sedang dilakukan masif tracing," katanya.
