IPB University
Bahas Rumpon untuk Perikanan Tangkap, Pakar IPB : Tidak Terbukti Sebagai Ecological Trap
dalam kebijakan perikanan tangkap menyebutkan bahwa peraturan harus dibuat lebih rinci agar tidak menimbulkan multitafsir.
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University hadirkan pakar untuk mengupas tuntas mengenai rumpon.
Menteri Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) nomor 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan.
Namun masih banyak pro kontra serta konflik yang ditimbulkan akibat penggunaan rumpon di wilayah pengelolaan perikanan (WPP).
Dr Darmawan, pakar IPB University dalam kebijakan perikanan tangkap menyebutkan bahwa peraturan harus dibuat lebih rinci agar tidak menimbulkan multitafsir.
Ia melihat dalam tubuh permen baru tersebut masih terdapat ketidakkonsistenan dalam menerjemahkan kalimat penggunaan alat bantu tangkap.
“Perlu ada rincian lebih lanjut, karena disebutkan dalam permen tersebut, kepemilikan rumpon harus memiliki surat. Apakah surat ini harus diajukan bersama saat mendapat ijin penangkapan ikan. Hal ini yang belum clear,” sebutnya.
Prof Ari Purbayanto, Pakar Tingkah Laku Ikan IPB University ikut menjelaskan tentang perilaku migrasi ikan yang terkadang berhenti di rumpon untuk feeding, pemijahan atau mencari lingkungan perairan yang sesuai.
Rumpon tersebut dijadikan tempat persinggahan.
“Yang berbahaya bila rumponnya begitu padat sehingga sumberdaya kita dapat terancam. Perlu adanya pembatasan jumlah optimal karena ikan pun akan memilih rumpon mana yang nyaman,” imbuhnya.
Dr Roza Yusfiandayani, pakar rumpon IPB University menyebutkan bahwasanya rumpon tidak terbukti sebagai ecological trap karena rata-rata waktu singgah ikan tuna dan cakalang kurang dari enam hari.
“Memang harus ada alokasi rumpon di perairan. Di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang ada rumpon harus dialokasikan dulu minimal dari Surat Kelutusan Mentan No 51 Tahun 1997 jarak antar rumpon minimal 10 mil laut. Namun kenyataannya jarang ada rumpon yang jaraknya minimal 10 mil laut,” ujarnya.
Prof Mulyono, Guru Besar IPB University sekaligus Pakar Metode Penangkapan ikan juga menjelaskan bahwa daripada penggunaan rumon, lebih aman dengan alat pancing yang selektif sehingga menghindari eksploitasi.
Penggunaan rumpon setidaknya diterapkan dengan peraturan yang mengikat, terutama agar lebih mudah terkontrol oleh KKP.
Prof Eko Wiyono, Pakar Sosial Ekonomi Perikanan Tangkap IPB University menyebutkan bahwa konflik muncul akibat berkurangnya hasil tangkapan nelayan kecil karena penggunaan rumpon oleh nelayan industri.
Penggunaan rumpon akan menjaring ikan-ikan kecil karena di dalamnya membentuk rantai makanan yang utuh.