Babak Baru Kasus Perundungan, Komisioner KPI Panggil Korban untuk Tandatangani Perdamaian

Kasus dugaan perundungan yang dialami pegawai KPI ( Komisi Penyiaran Indonesia ) memasuki babak baru.

Penulis: Damanhuri | Editor: Mohamad Afkar Sarvika
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Gedung Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat yang berlokasi di Jalan. Ir. H Juanda, Jakarta Pusat, Kamis (2/9/2021). 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Kasus dugaan perundungan yang dialami pegawai KPI ( Komisi Penyiaran Indonesia ) memasuki babak baru.

Kali ini, korban dipanggil ke kantor KPI untuk meneken surat perdamaian.

Seperti diketahui, kasus dugaan pelecehan seksual dan perundungan yang dialami pegawai KPI berinisial MS menjadi perhatian banyak pihak.

Pasalnya, tindakan tersebut diduga dilakukan oleh sesama pegawai KPI di lingkungan kantor.

Akibatnya, kasus ini pun berujung pelaporan korban kepada pihak yang berwajib.

Lima orang pegawai KPI yang diduga terlibat melakukan perundungan kini telah dipanggil polisi untuk mejalani pemeriksaan di kantor Polisi.

Baca juga: Kisah Pensiunan TNI AD Wafat Dalam Posisi Sujud di Atas Sajadah, Sosok Korban Diungkap Sahabat

Terbaru, pihak korban, MS, mengaku disuruh untuk meneken surat damai.

Tujuannya, agar proses hukum kasus yang penyelidikannya tengah bergulir itu tak berlanjut alias berhenti.

Hal itu diketahui seusai MS menghadiri pertemuan di Gedung KPI pada Rabu (8/9/2021) kemarin.

Ketua Tim Kuasa Hukum MS, Mehbob mengungkapkan pertemuan itu diinisiasi oleh pihak komisioner KPI.

Dia mengatakan, salah satu komisioner KPI menelepon kliennya dan meminta untuk datang ke kantor KPI tanpa didampingi pengacara.

"Klien kami ditelepon oleh komisioner ditunggu di KPI. Tiba-tiba tanpa adanya komisioner di sana, mungkin itu sudah skenario mereka, tiba-tiba sudah ada surat perdamaian. Dia disuruh tanda tangan," kata Mehbob kepada Tribunnews.com, Jumat (10/9/2021).

Terduga korban pelecehan di lingkungan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat didampingi kuasa hukumnya Rony Hutahaean dan Reinhard Silaban mendatangi Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (6/9/2021) untuk menjalani tes kejiwaan.
Terduga korban pelecehan di lingkungan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat didampingi kuasa hukumnya Rony Hutahaean dan Reinhard Silaban mendatangi Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (6/9/2021) untuk menjalani tes kejiwaan. (Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra)

Meski Mehbob tak menyebutkan siapa nama Komisioner KPI itu, pada saat MS menghadiri pertemuan dengan terlapor, orang tersebut tak ada dalam pertemuan itu.

Hanya ada salah satu pejabat KPI yang tergabung dalam tim investigasi internal dan sejumlah terduga pelaku pelecehan seksual terhadap MS.

"Orang yang mengaku Komisioner KPI yang menelepon MS rupanya tak hadir dalam pertemuan itu. Hanya ada tim internal dan beberapa orang terlapor," tutur Mehbob.

Saat pertemuan itu berlangsung, MS menolak menandatangani surat perdamaian itu.

Baca juga: Kronologi Perampokan Sadis di Sidoarjo, Pelaku Buang Jasad Kakak Beradik ke Lubang Sumur

Sebelumnya, Mehbob sudah melakukan pengarahan kepada MS agar menolak semua tawaran damai yang dilakukan oleh pihak terlapor.

"Dia menolak karena sudah mendapat arahan dari kami. Termasuk disuruh teken surat perdamain dan pencabutan pelaporan," kata Mehbob.

Mehbob mengatakan, surat perdamaian yang dibuat itu memuat poin yang sangat tidak adil bagi MS.

Salah satunya yakni MS harus mengakui bahwa perbuatan pelecehan seksual itu tidak pernah ada padahal kejadian itu nyata menurut MS.

"Sangat berat sebelah sekali. Seolah perbuatan itu tidak ada. Jelas tidak adil," kata Mehbob.

Dia menambahkan, saat ini kliennya masih mengalami kelelahan secara psikis karena terus mendapatkan intimidasi dari pihak terlapor.

Namun pihaknya memastikan tim kuasa hukum terus berupaya meyakinkan MS agar tetap melanjutkan upaya hukum yang sedang berjalan.

"Kami sudah berkomunikasi dengan MS agar melanjutkan proses hukum ini. Memang klien kami mengalami trauma psikis dan kelelahan selama proses pemeriksaan sampai ada upaya intimidasi dari pihak-pihak yang diduga terlapor," tandas Mehbob.

Pelaku Belum Minta Maaf

Seluruh terduga pelaku pelecehan seksual berdasar perundungan terhadap MS yang merupakan rekan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) hingga kini belum menyampaikan permohonan maaf secara pribadi kepada MS.

Padahal, anggota kuasa hukum MS, Muhammad Mu'alimin mengatakan kalau kliennya berharap para terduga pelaku itu menyampaikan permohonan maaf atas perbuatannya, meski proses hukum tetap berjalan. 

Hal itu dapat dipastikan Mu'alimin, karena dirinya telah melakukan pengecekan seluruh pesan masuk baik melalui email maupun sosial media.

Ternyata kata dia belum ada pernyataan maaf yang dilayangkan oleh terduga pelaku kepada MS.

"Barangkali niat berkunjung untuk istilahnya ini kan mereka satu tempat kerja, barangkali ingin mengklarifikasi hal tertentu yang jadi titik persoalan, nyatanya enggak ada," ucap Mu'alimin saat dihubungi wartawan, Selasa (7/9/2021).

Baca juga: Sebut Kasus Kematian Tuti dan Amel 3 Hari Lagi Terungkap, Pria Ini Nekat Datang ke TKP Pembunuhan

Ilustrasi
Ilustrasi (Kompas.com)

Dengan tidak adanya niat baik dari para terduga pelaku, membuat tim kuasa hukum MS makin yakin persoalan diselesaikan secara hukum. 

Bahkan kata dia, proses penyelesaian melalui ranah hukum dinilai jadi upaya yang tepat.

"Ini kan membuktikan jalur hukum sudah menjadi jalur yang baik bagi korban untuk mendapatkan penyelesaian," tukasnya.

Pelaku Mau Laporkan Balik Korban

Kuasa hukum terduga pelaku RT dan EO, Tegar Putuhena malah mempertimbangkan untuk melaporkan balik 'MS' dalam kasus dugaan perundungan dan pelecehan seksual pegawai Komisi Penyiaran Indonesia.

Menurutnya, pertimbangan untuk melaporkan balik karena tuduhan MS tak berdasarkan fakta yang ada. Sebelumnya MS menyebut mengalami pelecehan seksual dari lima terlapor pada tahun 2015 silam.

"Atas tuduhan MS itu klien kami juga mengalami trauma yang luar biasa. Karena tuduhan MS juga tak berdasarkan fakta kejadian, maka kita akan pertimbangkan untuk melaporkan balik ke polisi," kata Tegar di Polres Metro Jakarta Pusat, Senin (6/9/2021).

Dalam kasus MS, Tegar mengibaratkan peristiwa yang dialami kliennya mirip dengan perundunga Audrey beberapa tahun lalu.

Baca juga: Rumah Pengusaha Warung Kopi Dirampok, Harta Benda Ludes, 2 Anaknya Tewas Dibunuh

Ia menilai, publik dimanfaatkan oleh informasi sepihak MS lalu setelah diinvestigasi ternyata kasus itu hoax.

"Yang kita sayangkan bahwa akibat surat yang ditulis MS itu terlanjur viral dan sepihak, publik hanya bisa menerima informasi dari satu sumber. Untuk itu, polisi melakukan klarifikasi ke terlapor untuk mencocokkan kebenaran peristiwa itu dan terlapor mengakui tidak ada peristiwa pelecehan pada tahun 2015," tutur Tegar.

Atas peristiwa itu, Tegar menyatakan bahwa kliennya mengalami trauma psikis akibat datanya tersebar dan mengalami cyber bully.

Untuk itu, ia bersama beberapa kuasa hukum terlapor akan mempertimbangkan untuk melapor juga ke Komnas HAM.

"Karena klien kami juga sudah dinonaktifkan dari pekerjaannya dan mengalami cyber bully, kami juga pertimbangkan untuk ke Komnas HAM," tandasnya.

Dalam pemeriksaan hari ini, para terlapor dicecar sekitar 20 pertanyaan oleh penyidik terkait kronologi kejadian yang diduga terjadi tahun 2015.

Para kuasa hukum terlapor dalam kasus MS akan saling berkoordinasi untuk langkah hukum selanjutnya dalam kasus pelecehan seksual ini. 

Menyikapi hal tersebut, Kuasa hukum MS lainnya, Rony E. Hutahaean meresponnya dengan santai dan tidak melarang untuk siapapun melakukan laporan termasuk kepada terduga pelaku.

Sebab menurut dia, itu merupakan hak setiap warga negara untuk melapor siapapun.

"Jadi silahkan saja kalau memang pihak terlapor melaporkan, ya kami sebagai kuasa hukum tidak punya hak dan kewenangan untuk melarang," kata Rony saat dihubungi, Selasa (7/9/2021).

"Yang pasti semua orang yang diperiksa dan terlapor orang yang diduga melakukan tindakan pidana kan punya hak untuk membela dirinya. Baik itu menyangkal, baik itu melaporkan, melaporkan balik itu kan punya hak ya," sambungnya.

Lebih lanjut, Rony bahkan menyatakan kalau pihaknya tak mau ambil pusing terkait dengan ancaman pelaporan balik itu.

Dirinya berujar, saat ini yang akan menjadi fokus dari tim kuasa hukum dan MS sebagai terduga korban yakni hanya fokus pada proses pemeriksaan yang sedang berjalan.

"Bagi kami tidak kami terlalu pusingkan karena memang kami masih fokus dalam pemeriksaan ya," tuturnya.

Lebih jauh, Rony mengatakan, pihaknya juga tidak akan mempersiapkan upaya apapun mengenai adanya ancaman pelaporan balik untuk kliennya.

Karena dirinya telah meyakini laporan yang dibuat MS adalah benar adanya dan akan tetap menjalankan proses pemeriksaan yang ada.

"Kami berulang kali, kami sampaikan kepada korban (MS) apakah benar dengan kejadiannya, siapa terduga pelakunya dan bagi kami sekarang kami sampaikan sebagai kuasa hukum, tidak ada persiapan apa-apa terhadap laporan balik karena kami beranggapan itu hal yang biasa untuk membela kepentingannya," tukasnya.

(TribunnewsBogor.com/Tribunnews.com)
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved