Cerita Miris Ibu yang 3 Anaknya Jadi Korban Pelecehan, Kuasa Hukum Temukan Kejanggalan Ini
Kuasa hukum korban, Rezky Pratiwi membeberkan kejanggalan dari sejumlah alasan polisi menghentikan kasus ini.
Penulis: tsaniyah faidah | Editor: Soewidia Henaldi
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Kasus dugaan pelecehan 3 anak oleh ayah kandungnya sendiri di Luwu Timur, Sulawesi Selatan menjadi sorotan publik.
Apalagi saat polisi terkesan mengabaikan kasus ini dengan menutup kasusnya begitu saja, sehingga membuat geram publik.
Pasalnya, hanya dua bulan sejak ibu korban, RS membuat pengaduan, polisi menghentikan penyelidikan.
Semua berawal saat tahun 2019 RS melaporkan kelakuan bejat mantan suaminya, SU dengan mendatangi Mapolres Luwu Timur.
Ia datang membawa sejumlah bukti berupa foto hingga video serta diagnosis awal hasil pemeriksaan puskesmas terhadap luka di tubuh anak-anaknya.
RS melaporkan SU karena diduga tega merudapaksa ketiga anak kandung mereka yang belum berusia 10 tahun.
Baca juga: 5 Pekerja yang Tewas Digorong-gorong Diduga Keracunan Gas, Puslabfor Mabes Polri Diterjunkan
Namun, upaya RS mencari keadilan hingga saat ini belum berhasil.
Pelaku yang merupakan ayah kandung para korban, seorang aparatur sipil negara dan punya posisi di kantor pemerintahan daerah, masih bebas.
Pasalnya, polisi menghentikan kasus tersebut dengan alasan tidak cukup bukti.
Hingga akhirnya, kasus ini menjadi viral setelah media Project Multatuli mengungkapnya di media sosial.
Follow us
Menanggapi viralnya kasus ini, Ketua Divisi Perempuan Anak dan Disabilitas LBH Makassar yang juga menjadi kuasa hukum korban, Rezky Pratiwi buka suara.
Dilansir dari Tribunnews.com, Rezky membeberkan kejanggalan dari sejumlah alasan polisi menghentikan kasus ini.
Baca juga: Pak RT Lihat Genangan Air Dekat Jasad Tuti dan Amalia, Benarkah Yosef Bersihkan TKP Pembunuhan ?
Pertama, Rezky curiga karena saat dilakukan proses pemeriksaan, ketiga anak yang menjadi korban tidak didampingi oleh bantuan hukum.
"Dalam proses 63 hari kasus ini berjalan, tidak ada bantuan hukum di dalamnya, saat anak diperiksa dan diambil keterangannya, para anak tidak didampingi oleh ibu atau pendamping lainnya."
"Kenapa pendampingan dalam keterangan ini penting karena harus dipastikan betul yang mengambil keterangan ini punya kapasitas untuk menggali keterangan anak."
"Karena berbeda mengambil keterangan anak dan dewasa, maka kami meragukan keterangan dari kejadian perkara ini utuh," kata Rezky, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Jumat (8/10/2021).
Baca juga: Polisi Gelar Rekonstruksi Pembunuhan Anggota TNI di Depok, Pelaku Peragakan 19 Adegan
Kejanggalan kedua, Rezky menyebut ada dugaan maladministrasi yang dilakukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Luwu Timur dan Polres Luwu Timur.
Sebab, dalam asesmennya, pihak P2TP2A menyebut ketiga anak korban tidak mengalami trauma kepada terlapor.
"Ada asesmen dari P2TP2A Luwu Timur yang kami anggap didalamnya ada maladministrasi sehingga tidak objektif dan tidak bisa digunakan sebagai dasar penghentian penyelidikan."
"Kalau disebutkan ketika bertemu dengan terlapor para anak tidak menunjukkan trauma, kalau dari psikolog kami di Makassar, trauma itu tidak selalu jadi respons atau ekspresi dari korban kekerasan seksual," ujar Rezky.
Baca juga: Pembunuh Amalia Masih Bebas, Yosef Tak Berkutik Dipanggil Lagi Penyidik, Mimin : Jangan Fitnah !
Rezky menyebut, asesmen tersebut berbanding terbalik dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan LBH Makassar.
Dari hasil pemeriksaannya, Rezky mengatakan ketiga anak korban membenarkan kekerasan seksual yang dilakukan ayah kandungnya.
Bahkan, anak terakhir bisa memperagakan ulang perbuatan ayahnya saat melakukan kekerasan seksual.
Rezky bahkan menyebut, tidak hanya ayah mereka saja, tetapi ada dua orang lain yang juga ikut melakukannya.
Terakhir, Rezky mengatakan kejanggalan lain didapat dari keterangan visum polisi yang menyebut tidak ada tanda-tanda kekerasan seksual pada ketiga anak itu.
Baca juga: Nasib Anggota DPRD Jadi Otak Pembunuhan Petani, Masih Digaji Negara, Istri Pelaku Nangis : Memalukan
Padahal, saat ibu korban memeriksakan ketiga anaknya ke dokter, ada kerusakan di bagian alat vitalnya.
"Terakhir terkait visum, dari keterangan polisi ada dua visum yang dilakukan dan tidak ditemukan tanda-tanda (kekerasan seksual, red)."
"Tetapi dari keterangan dokter yang berbeda, ketika ibu mengambil rujukan berobat, itu dinyatakan ada kerusakan di daerah vagina dan dubur," kata Rezky.
Ia melanjutkan, sang Ibu membawa ketika anaknya ke dokter karena mereka terus menerus mengeluh kesakitan di bagian tersebut.
"Jadi hal-hal ini yang kami anggap janggal dan ini menjadi alasan yang cukup kuat untuk kasus ini dibuka kembali," tegas Rezky.
Baca juga: Tak Sanggup Bayar Persalinan, Ibu Muda Pasrah Bayinya Dijual Dukun Beranak, Gunting Besar Jadi Bukti
Mabes Polri Pastikan Penyelidikan Sesuai SOP
Secara terpisah, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono memastikan proses penyelidikan Polres Luwu Timur soal kasus viral 'tiga anak saya diperkosa' telah sesuai standar operasional prosedur (SOP).
"Sejauh ini, apa yang telah dilakukan itu sesuai dengan standar prosedur ketika penyidik menangani satu kasus perkara," kata Rusdi di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (8/10/2021).
Rusdi menjelaskan penyidik telah melakukan proses penyelidikan kasus tersebut.
Ia menyebut pihaknya tidak menemukan bukti yang kuat adanya unsur pemerkosaan yang dialami ketiga anak tersebut.
"Semua proses kan telah dilalui. Penyidik melakukan penyelidikan hasil, hasil penyelidikan digelar dan ternyata hasilnya yang telah disampaikan seperti itu," jelasnya.
Lebih lanjut, Rusdi menambahkan pihaknya masih membuka kemungkinan jika memang ada pihak yang memiliki bukti baru untuk menyikapi penyelidikan Polri.
"Tentunya apabila memang ada hal-hal di luar daripada SOP yang harus dilakukan anggota ya akan dikoreksi tindakan itu," tukasnya.
Sebagai informasi, seorang ibu rumah tangga melaporkan pemerkosaan yang dialami ketiga anaknya yang masih di bawah 10 tahun.
Terduga pelaku tidak lain adalah eks suaminya atau ayah kandung mereka sendiri.
Terduga pelaku merupakan seorang aparatur sipil negara (ASN) yang punya posisi di kantor pemerintahan daerah Luwu Timur.
Adapun kejadian dugaan pemerkosaan itu terjadi pada Oktober 2019 lalu.
Ibu ketiga anak itu pun melaporkan kasus itu kepada Polres Luwu Timur pada 9 Oktober 2019 lalu.
Setelah melakukan penyelidikan pada 5 Desember 2019 lalu, Polri memutuskan untuk menghentikan penyidikan kasus tersebut.
Alasannya, tidak ditemukan bukti yang kuat adanya unsur pemerkosaan yang dialami ketiga anak tersebut. (*)
(TribunnewsBogor.com/Tribunnews.com)