IPB University
Cegah Pernikahan Dini, Dosen IPB University Ingatkan Remaja Siap Moral dan Finalsial Sebelum Menikah
Dr Tin Herawati menyampaikan bahwa hasil sensus tahun 2020 menyebutkan bahwa persentase tertinggi penduduk Indonesia adalah Gen-Z.
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Dr Tin Herawati, Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB University paparkan pentingnya kesiapan menikah dan dampak pernikahan anak dalam Sosialisasi Pentingnya Kesiapan Menikah untuk Mencegah Pernikahan Anak, beberapa waktu lalu.
Sosialisasi ini digelar oleh Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Kota Bogor.
Tujuannya adalah untuk mempersiapkan kehidupan berkeluarga dan mencegah terjadinya pernikahan anak.
Acara tersebut dihadiri oleh anggota Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) dari setiap kecamatan di Kota Bogor, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Bogor, Dra Rakhmawati, MSi, Ketua TP Pengerak PKK sebagai Bunda Genre, Yane Ardian, SE, MSi dan Perwakilan Badan Koordinator Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat.
Dalam acara sosialisasi tersebut, Dr Tin Herawati menyampaikan bahwa hasil sensus tahun 2020 menyebutkan bahwa persentase tertinggi (27,94 persen) penduduk Indonesia adalah Gen-Z (berusia 8-23 tahun).
Di antara usia tersebut, terdiri dari remaja atau usia pranikah yang sangat tepat untuk sasaran sosialisasi akan pentingnya kesiapan menikah untuk mencegah terjadinya pernikahan anak.
Menurut Dr Tin Herawati ada sepuluh hal yang harus dipersiapkan oleh para remaja atau usia pranikah untuk memasuki kehidupan berkeluarga.
“Yaitu kesiapan usia, fisik, finansial, mental, emosi, moral, sosial, interpersonal, keterampilan berkeluarga dan kesiapan intelektual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya pernikahan anak memiliki kesiapan menikah yang rendah. Terutama dalam hal finansial, mental, keterampilan berkeluarga dan kemampuan intelektual,” jelasnya.
Rendahnya kesiapan inilah, lanjutnya, yang menyebabkan pada pernikahan anak rawan terjadi konflik yang berujung perceraian.
Sebagai konsekuensi rendahnya kesiapan menikah, maka pernikahan anak juga kurang mampu mengasuh anak dengan baik sehingga rawan terjadinya masalah gizi dan kesehatan pada anak yang dilahirkannya.
“Mengingat dampak yang membahayakan pada pernikahan anak, maka pernikahan harus disiapkan dengan baik. Semua pihak termasuk peran generasi milenial untuk turut serta mensosialisasikan kesiapan menikah dan dampak pernikahan anak sangat diperlukan untuk mewujudkan sumberdaya manusia berkualitas di masa akan datang,” jelasnya.(*)