Gara-gara Belum Vaksin, Laporan Korban Rudapaksa Ditolak Polisi, LBH Mengecam : Ini Bukan Urus SIM

Aksi pihak kepolisian itu pun sontak membuat geram aktivis dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI- LBH) Banda Aceh.

Penulis: Uyun | Editor: Ardhi Sanjaya
net
Ilustrasi - Gara-gara Belum Vaksin, Laporan Korban Rudapaksa Ditolak Polisi 

TRIBUNNEWBSOGOR.COM -- Bukannya menolong korban rudapaksa, polisi di Kabupaten Aceh Besar, Aceh dituding melakukan perlakuan tak layak pada si korban.

Gadis berusia 19 tahun itu ditolak polisi saat akan melaporkan kasusnya ke Polresta Banda Aceh, Senin (18/10/2021).

Alasan penolakan polisi ini disebut cuma karena korban tidak memiliki sertifikat vaksin Covid-19.

Aksi pihak kepolisian itu pun sontak membuat geram aktivis dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI- LBH) Banda Aceh.

Pasalnya saat itu, aktivis YLBHI-LBH ikut mendampingi korban untuk lapor polisi.

Namun ketika sampai di gerbang, petugas langsung melarang korban masuk cuma gara-gara belum vaksin Covid-19.

"Korban percobaan pemerkosaan setelah mengadu ke LBH, langsung didampingi untuk membuat laporan polisi ke Polresta Banda Aceh pada Senin (10/10/2021).

Tapi sampai di gerbang Polresta, petugas melarang masuk, karena korban tidak memiliki sertifikat vaksin," kata Kepala Operasional YLBHI-LBH Banda Aceh Muhammad Qodrat, dilansir dari Kompas.com dalam konferensi pers, Selasa (19/10/2021).

Baca juga: Nyawa Melayang di Tangan Warga, Pria Ini Ternyata Tak Terbukti Curi Motor, Polisi Buru Pelaku

Sempat tertahan, korban bersama kuasa hukum dari LBH akhirnya bisa masuk ke dalam halaman Polresta, setelah ada dua anggota LBH yang memiliki sertifikat vaksin.

Korban dan kuasa hukum akhirnya bisa menuju ruang Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).

Namun, laporan tersebut kembali ditolak oleh petugas SPKT, karena korban perkosaan tidak memiliki sertifikat vaksin.

Menurut Qodrat, korban memiliki riwayat penyakit yang mengharuskan dirinya tidak bisa sembarangan divaksin.

Korban juga memiliki surat keterangan dari dokter bahwa tidak tidak boleh divaksin.

Akan tetapi, polisi tetap tidak menerima alasan korban.

FOLLOW:

"Padahal sudah menjelaskan tidak bisa vaksin lantaran ada penyakit dan korban juga ada surat keterangan dari dokter bahwa tidak bisa vaksin.

Tapi suratnya di kampung, tidak dibawa, kan tidak mungkin harus pulang kampung dulu ambil surat, baru bisa buat laporan. Bahkan korban disuruh vaksin dulu, baru diterima laporan dugaan percobaan pemerkosaan itu," kata Qodrat.

Baca juga: Dimutasi ke Humas Polda Metro Jaya, Jacklyn Chopper : Gua 25 Tahun di Reserse, Butuh Penyegaran

Seharusnya, kata Qodrat, polisi menerima terlebih dahulu laporan yang diajukan pelapor.

"Sertifikat vaksin itu bukan untuk menghalangi orang untuk mendapatkan keadilan," tambah Hendra.

Alhasil, pihak LBH dan korban perkosaan langsung melaporkan kasus rudapaksa itu ke Polda Aceh.

Ternyata, di sana korban tidak perlu menunjukkan sertifikat vaksin seperti yang dilakukan di Polresta Banda Aceh.

Meski begitu, laporan tetap ditolak polisi, dengan alasan korban tidak mengetahui wajah pelaku perkosaan.

Sontak hal tersebut membuat Qodrat geram.

Ilustrasi
Ilustrasi (net)

"Saat dilapor ke Polda, memang pelapor diterima. Tapi tidak diterbitkan Surat Tanda Bukti Lapor (STBL) karena menurut polisi korban tidak tahu pelakunya," ujar Qodrat.

Padahal menurut Qodrat, lkepolisian tidak seharusnya menolak laporan karena alasan pelaku tidak diketahui.

Sebab sudah kewajiban Kepolisian adalah menerima laporan dan melakukan penyelidikan untuk mencari pelaku.

"Tindakan Polda Aceh menolak mengeluarkan STBL karena pelakunya tidak diketahui sangat kita sayangkan. Artinya polisi lah yang berhak mencari tahu," ucapnya.

Baca juga: Pengakuan Pelatih Voli Cabuli 13 Siswi Sampai Hamil, Sebut Khilaf: Sudah Sayang Seperti Anak Sendiri

Qodrat menilai, jika peristiwa itu tidak ditangani dengan cepat maka dipastikan pelaku akan melarikan diri atau keluar dari wilayah tersebut.

Ia menduga pelakunya warga sekitar yang sudah mengetahui kondisi rumah korban.

"Ini kejahatan yang sangat serius, ini bukan seperti mengurus SKCK dan SIM, itu mungkin bisa ditunda.

Yang jadi pertanyaan saya, bagaimana kalau pelaku kejahatan yang ditahan selama ini, apakah diminta juga sertifikat vaksin?" kata Qodrat.

Baca juga: Seorang Pria Dituduh Maling Dibakar hingga Tewas, Ternyata Tak Ada Barang Warga yang Hilang

Kronologi kejadian

Kasus dugaan percobaan pemerkosaan terjadi di rumah korban di kawasan Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, pada Minggu (17/10/2021) sekitar pukul 18.00 WIB.

Kepala Operasional YLBHI-LBH Banda Aceh, Muhammad Qodrat, menceritakan, saat itu rumah korban didatangi seorang pria dan langsung mengetuk pintu rumah.

"Kita menduga pelaku adalah orang yang tinggal di sekitar lingkungan  rumah korban. Kalau tidak kenapa berani mengutuk pintu, apalagi saat sore, bukan malam hari," katanya.

Setelah pintu dibuka oleh korban, pria yang tidak dikenali itu karena memakai topi, langsung membekap mulut korban.

Saat itu, korban sendiri di rumah yang dihuni tiga orang itu.

Menurut Qodrat, pelaku tidak sempat melakukan kejahatan dan langsung melarikan diri saat mendengar suara sepeda motor ibu korban yang sedang pulang ke rumah.

Aksi itu kemudian dilaporkan ke YLBHI-LBH Banda Aceh dan KontraS Aceh untuk mendapat bantuan hukum.

Saat melapor, korban didampingi kepala dusun desa setempat.

Baca juga: Menantu Diam-diam Rekam Pengakuan Yosef, Yoris Ungkap Ayahnya Lupakan Ini saat Pembunuhan Tuti Amel

Klarifikasi Kapolresta Banda Aceh

Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Joko Krisdiyanto SIK, melalui Kabag Ops, AKP Iswahyudi SH, meluruskan informasi terhadap tudingan Polresta menolak laporan korban dugaan percobaan pemerkosaan, pada Senin (18/10/2021).

"Informasi ini perlu kami luruskan supaya tidak terjadi kesalahpahaman. Polisi tidak pernah menolak laporan korban dugaan percobaan pemerkosaan yang ingin melapor ke Polresta," tegas AKP Iswahyudi, dilansir dari Serambi News, Selasa (19/10/2021).

Ia menerangkan, mulai Minggu (17/10/2021) Polresta Banda Aceh sudah memasang aplikasi barcode vaksinasi Covid-19 di pintu masuk ke Polresta dan sejumlah ruangan lain.

Mulai SPKT, SKCK, Satlantas, Satreskrim, dan ruang Kapolresta Banda Aceh.

Penerapan aplikasi barcode itupun diberlakukan mulai Senin (18/10/2021) bagi siapapun yang masuk ke Polresta, tak terkecuali anggota polisi wajib menunjukkan sertifikat vaksinasi Covid-19, kecuali itu bersifat insidentil, tegas Kabag Ops.

Untuk korban dugaan percobaan pemerkosaan, ungkap AKP Iswahyudi, tidak pernah ditahan atau disuruh pulang di saat tidak mampu menunjukkan sertifikat vaksinasi Covid-19 di pintu masuk Polresta Banda Aceh.

Melainkan, korban dan pendampingnya langsung diarahkan masuk ke Sentral Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polresta pada saat korban menyebutkan ingin melaporkan kasus tindak pidana percobaan pemerkosaan.

Meski, petugas tahu persis kalau korban saat pertama kali masuk ke Polresta belum divaksin.

“Petugas di pintu masuk masih memberi toleransi. Lalu, pada saat korban masuk melapor ke SPKT, petugas menanyakan kembali apa korban sudah divaksin atau belum. Korban, menjawab belum divaksin dan tidak bisa divaksin, karena memiliki penyakit tertentu," terang Kabag Ops.

Karena korban menyebutkan tidak bisa divaksin, sehingga wajar petugas menanyakan  bukti medisnya.

Baca juga: Respon Anies Baswedan Dapat Rapor Merah dari LBH, Minta Gubernur Lain Juga Dinilai: Dirasakan Semua

Namun, korban tidak dapat menunjukkannya, dengan alasan surat dirinya tidak bisa divaksin tertinggal di kampung halamannya.

“Minimal korban bisa menunjukkan bukti fotonya. Itupun tidak bisa ditunjukkannya. Sehingga, petugas mengarahkan agar korban untuk menunjukkan terlebih dahulu bukti tidak bisa vaksin. Kesimpulannya, tidak ada penolakan,” sebut mantan Kabag Ops Polres Pidie ini.

Terlepas dari persoalan korban yang ingin melaporkan kasus dugaan percobaan pemerkosaan ke Polisi.

Tapi, yang harus dipahami dari ketentuan dan kebijakan yang sudah diatur, setiap orang yang masuk ke lingkungan Polresta wajib menunjukkan sertifikat vaksin Covid-19.

Kalau tidak bisa divaksin, minimal bisa menunjukkan bukti surat medis kalau yang bersangkutan tidak bisa divaksin. 

"Kalau memang korban tidak bisa divaksin dan mampu menunjukkan bukti medisnya, pasti kita akan terima laporannya. Jadi, jangan hal ini diputar balikkan faktanya dan jangan dipolitisir. Kami dari Polresta Kembali menegaskan tidak ada penolakan laporan korban. Hal itu yang harus dipahami,” terang AKP Iswahyudi.

Ia pun meminta tidak ada pihak yang mencari panggung dan memanfaatkan keadaan.

"Tolong cek dan croscek terlebih dahulu. Jangan jadikan isu itu sebagai bola panas, sehingga, ada pihak-pihak yang tidak salah, tapi berada di posisi yang disalahkan, akibat informasi yang salah," pungkas Kabag Ops, AKP Iswahyudi

(TribunBogor/TribunAceh/Kompas)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved