Dikira Direhabilitasi, Malah Disiksa di Kerangkeng Bupati Langkat, Pria Ini Nangis saat Diselamatkan
Berharap akan sembuh dari kecanduan narkoba, para pemuda ini malah alami penyiksaan saat huni kerangkeng di rumah Bupati Langkat
Penulis: Uyun | Editor: Vivi Febrianti
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- 10 tahun disembunyikan, kini kerangkeng manusia yang ada di rumah Bupati Langkat nonaktif itu kini terkuak.
Kerangkeng manusia itu diketahui ada di belakang rumah Terbit Rencana Perangin-Angin, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Tak disangka, ternyata kerangkeng manusia itu sudah berdiri sejak 2012.
Awalnya kerangkeng manusia disebut untuk panti rehabilitasi untuk pecandu narkoba.
"Ternyata kerangkeng itu sudah ada sejak 2012. Informasi awal dijadikan tempat rehabilitasi untuk orang atau masyarakat yang kecanduan narkoba atau ada yang dititipkan orangtuanya terkait kenakalan remaja," kata Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, dikutip TribunnewsBogor.com dari Kompas.com, Senin (24/1/2022) sore.
Hadi kemudian menyebutkan kalau para penghuni kerangkeng itu diantarkan sendiri oleh orangtua masing-masing.
Bahkan, para orangtua dan menandatangani surat pernyataan.
Para orangtua ini mempercayakan anaknya agar direhabilitasi di rumah Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin.
"Mereka datang ke situ diantarkan oleh orangtuanya dengan menandatangani surat pernyataan. Isinya antara lain, direhabilitasi, dibina dan dididik selama 1,5 tahun. Mereka umumnya adalah warga sekitar lokasi," kata Hadi.
Anak yang dimasukkan ke dalam panti rehabilitasi pun berharap akan sembuh dari kecanduan narkoba.
Namun ternyata, kenyataan justru berkata sebaliknya.
Baca juga: Ditahan di Kerangkeng Rumah Bupati Langkat, Orang yang Ditahan Dipaksa Kerja hingga Disiksa
Huni Sel Sempit
Bukannya direhabilitasi, para pemuda itu malah menghuni kerangkeng manusia mirip jeruji penjara yang cuma berukuran 6x6 meter.
Jeruji itu terbuat dari besi dengan dua gembok terpasang di bagian pintunya.
Hanya ada dua dipan kayu berukuran lebar yang dijadikan sebagai tempat tidur.
Tak hanya itu, para penghuni sel itu pun diwajibkan untuk bekerja di kebun kelapa sawit milik sang Bupati Langkat.
Hal itu diungkapkan oleh Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat ( Migrant Care).
"Kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja. Dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya," kata Ketua Migrant Care Anis Hidayah.
FOLLOW:
Anis mengungkapkan, ada dua sel dalam rumah Terbit yang digunakan untuk memenjarakan sekitar 40 orang pekerja.
Jumlah pekerja itu kemungkinan besar lebih banyak daripada yang saat ini telah dilaporkan.
Diduga Alami Penyiksaan dan Tak Digaji
Selain menghuni kerangkeng manusia berukuran sempit, para penghuni diduga alami penyiksaan selama bekerja untuk Terbit Rencana Perangin-angin.
Anis mengatakan, para pekerja bahkan mengalami luka-luka lebam akibat penyiksaan yang dilakukan.
"Para pekerja yang dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya, sering menerima penyiksaan, dipukuli sampai lebam-lebam dan sebagian mengalami luka-luka," jelas Anis

Bukti adanya penyiksaan itu pun terlihat dari beberapa foto kondisi wajah para pekerja yang memar-memar, hingga babak belur.
Rambut para pekerja seolah diwajibkan dipotong plontos, mirip seperti tentara.
Sehingga, luka-luka dugaan penyiksaan yang ada di wajah dan kepala pun tampak jelas.
Setiap harinya, kata Anis para pekerja dipekerjakan secara paksa oleh Terbit Renacana Perangin-angin.
Bahkan, para pekerja harus bekerja selama 10 jam lamanya.
"Para pekerja tersebut dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya selama 10 jam, dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore," ujarnya.
Baca juga: Dikenal Kalem, Pemuda 19 Tahun Jadi Korban Gangster Cibinong, Ibunda Nangis: Kalau Ada yang Nolongin
Setelah selesai bekerja, Terbit Rencana Perangin-angin memenjarakan para pekerjanya agar tidak bisa lari ke mana-mana.
"Setelah mereka bekerja, dimasukkan ke dalam kerangkeng/sel dan tidak punya akses kemana-mana," jelasnya.
Kemudian, para pekerja juga diberikan makan hanya dua kali dalam sehari. Itu pun, katanya makanan yang diberikan tidak layak dimakan oleh manusia.
Selain itu, para pekerja juga tidak mendapatkan upah atau gaji dari Terbit Rencana Perangin-angin.
Jika meminta upah, kerap pekerja mendapatkan pukulan dan siksaan.
"Setiap hari mereka hanya diberi makan 2 kali sehari. Selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji," katanya.

Diselamatkan usai digeledah KPK
Kerangkeng itu diketahui ketika operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) beberapa waktu lalu.
Saat melaporkannya, ditunjukkan sejumlah foto dan video kondisi para korban yang masih berada di dalam penjara.
Tampak wajah seorang korban lebam di bagian mata dan wajah.
Dalam video yang beredar, para korban tampak ketakutan ketika didatangi anggota KPK dan juga Migrant Care.
Kemudian, setelah sempat mengobrol, meski tak begitu jelas apa yang diobrolkan, para pekerja itu kemudian dikeluarkan dari kerangkeng tersebut.
Saat diselamatkan, tampak para korban penuh luka dan matanya berkaca-kaca.
Bahkan ada yang tak kuasa menahan tangisannya lantaran akhirnya bisa menghirup udara bebas.
Baca juga: Tak Manusiawi, Begini Penampakan Penjara Manusia di Rumah Bupati Langkat, Besi Kokoh dan Digembok
Rekasi Gubernur Sumut
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi mendesak polisi untuk segera mengusut keberadaan kerangkeng manusia di rumah pribadi Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin.
Edy mengaku baru saja mendengar informasi tersebut. Dia pun belum bisa memastikan apakah kerangkeng itu untuk penampungan manusia atau tidak.
"Nanti saya cek dulu. Yang pastinya, kalau itu harus diusut dan dijawab untuk apa," kata Edy saat ditemui di rumah dinasnya di Medan, Senin (24/1/2022).
Menurut Edy, apabila kerangkeng tersebut untuk menghukum orang, maka sudah pasti suatu pelanggaran.

Edy mengatakan, tidak ada aturan yang membolehkan manusia memiliki kerangkeng untuk menghukum manusia lain.
"Kalau itu untuk menghakimi orang, kan enggak boleh. Penjara saja sebelum keputusan hakim berkekuatan hukum tetap, tak boleh menahan orang dalam kerangkeng. Itu yang sah. Apalagi rumah yang punya kerangkeng," kata Edy.
Mantan Pangkostrad ini bahkan menceritakan pengalamannya saat masih menjadi prajurit aktif.
Saat dia masih menjadi kapten, masing-masing satuan masih boleh memiliki penjara.
Namun, sekarang sudah tidak boleh lagi.
"Dulu jaman saya jadi kapten, itu masing-masing satuan punya penjara satuan, sekarang enggak boleh," kata Edy. (*)
Artikel ini sebagian telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Manusia dalam Kerangkeng Rumah Bupati Langkat, Datang Diantar Orangtua, Bekerja Tanpa Gaji, Diduga Disiksa"