IRONI Bupati Langkat Beri Mini Cooper untuk Anak, Pekerja yang Dikerangkeng Diduga Tak Pernah Digaji
Saat putri Bupati Langkat itu ulang tahun yang ke-17, Terbit Rencana Peranginangin dengan royalnya memberikan hadiah mobil mewah Mini Cooper
Penulis: Uyun | Editor: Ardhi Sanjaya
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Sungguh ironinya, perbedaan gaya hidup keluarga Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin dan para pekerja yang ditahan dalam kerangkeng manusia.
Apalagi beda perlakuan Bupati Langkat kepada keluarga dan kepada para pekerja yang dikerangkeng.
Bagaimana tidak? Saat putri Bupati Langkat itu ulang tahun yang ke-17, Terbit Rencana Peranginangin memberikan hadiah mobil mewah Mini Cooper.
Terntunya harga Mini Cooper ini pun mencapai miliaran rupiah.
Hal itu terlihat dari pantauan TribunnewsBogor.com dari laman YouTube Proyek Baru.
"Ayu Aulia dapat hadiah mobil Mini Cooper di ulang tahun sweet seventeen," tulis judul dalam video tersebut.
Ketika itu, putri satu-satunya Bupati Langkat yang bernama Ayu Jelita sedang berulang tahun yang ke-17.
Baca juga: Supaya Saya Sembuh Pengakuan Penghuni Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat, Ogah Disebut Perbudakan
Perayaan ulang tahun itu pun dilakukan secara mewah dan meriah pada tahun 2019.
Meski bukan di hotel mewah, namun pesta itu digelar seperti acara hajatan pernikahan, yang dilaksanakan dengan membuat panggung di tengah lapangan dan ditonton warga.
Keluarga sang Bupati Terbit Rencana Peranginangin itu tampak kompak mengenakan baju warna biru dongker.
FOLLOW:
Sang putri, yang sedang berulang tahun sweet seventeen itu pakai gaun warna biru dongker mengkilap dan bergaya ala princess.
Setelah acara tiup lilin dan potong kue, kemudian Terbit Rencana Peranginangin membuat kejutan dengan menyerahkan kunci mobil.

Ketika menengok hadiahnya, Ayu Jelita pun melongo ia diberi kado mobil mewah Mini Cooper.
Disebutkan sang ayah selaku Bupati Langkat, mobil mewah itu diberikan lantaran tahu kalau syarat utama seseorang boleh mengendarai mobil itu adalah usia 17 tahun.
Kado mewah lainnya pun diberikan Bupati Langkat saat putrinya, Ayu Jelita berusia 19 tahun pada 2021.
Tak cuma kue ulang tahun yang lezat, Terbit Rencana Perangin Angin juga memberikan anaknya yang sedang berulang tahun ke-19 itu beberapa buket bunga yang terbuat dari uang.
Jumlah total uang dalam buket bunga itu diperkirakan bernilai puluhan juta rupiah.

Sungguh ironi, kemewahan tersebut berbanding terbalik dengan nasib para pekerja sawit Terbit Rencana Perangin Angin yang terpenjara dalam kerangkeng.
Para pekerja sawit itu malah menghuni kerangkeng manusia mirip jeruji penjara yang cuma berukuran 6x6 meter.
Baca juga: Suami Ditembak Begal Depan Mata, Tangis Sulastri Pecah Sambil Peluk Anak, Tolong Selamatkan Dia
Jeruji itu terbuat dari besi dengan dua gembok terpasang di bagian pintunya.
Hanya ada dua dipan kayu berukuran lebar dan tikar yang dijadikan sebagai tempat tidur.
Tak hanya itu, para penghuni sel itu pun diwajibkan untuk bekerja di kebun kelapa sawit milik sang Bupati Langkat.
Hal itu diungkapkan oleh Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat ( Migrant Care).

"Kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja. Dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya," kata Ketua Migrant Care Anis Hidayah.
Selain menghuni kerangkeng manusia berukuran sempit, para penghuni diduga alami penyiksaan selama bekerja untuk Terbit Rencana Perangin-angin.
Anis mengatakan, para pekerja bahkan mengalami luka-luka lebam akibat penyiksaan yang dilakukan.
"Para pekerja yang dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya, sering menerima penyiksaan, dipukuli sampai lebam-lebam dan sebagian mengalami luka-luka," jelas Anis.
Bukti adanya penyiksaan itu pun terlihat dari beberapa foto kondisi wajah para pekerja yang memar-memar, hingga babak belur.
Baca juga: Terakhir Lihat Sedang Jajan di Warung Sebelah, Ibu Syok Bayinya Usia 2 Tahun Mengapung di Kolam Ikan
Setiap harinya, kata Anis para pekerja dipekerjakan secara paksa oleh Terbit Renacana Perangin-angin.
Bahkan, para pekerja harus bekerja selama 10 jam lamanya.
"Para pekerja tersebut dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya selama 10 jam, dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore," ujarnya.
Setelah selesai bekerja, Terbit Rencana Perangin-angin memenjarakan para pekerjanya agar tidak bisa lari ke mana-mana.

"Setelah mereka bekerja, dimasukkan ke dalam kerangkeng/sel dan tidak punya akses kemana-mana," jelasnya.
Kemudian, para pekerja juga diberikan makan hanya dua kali dalam sehari.
Itu pun, katanya makanan yang diberikan tidak layak dimakan oleh manusia.
Selain itu, para pekerja juga sama sekali tidak mendapatkan upah atau gaji dari Terbit Rencana Perangin-angin.
Jika meminta upah, kerap pekerja mendapatkan pukulan dan siksaan.
"Setiap hari mereka hanya diberi makan 2 kali sehari. Selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji," katanya.
Ngakunya Panti Rehabilitasi
Dalam YouTube Info Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin mengeklaim bahwa kerangkeng manusia yang dimaksud Migrant Care itu dia gunakan untuk "menyembuhkan" masyarakat yang mengalami permasalahan narkoba.
Video wawancara dalam kanal resmi milik Pemkab Langkat itu diunggah pada 27 Maret 2021, jauh sebelum Terbit Rencana Perangin Angin terseret kasus suap.
Di video tersebut, Terbit Rencana Perangin Angin bahkan menunjukkan sel kerangkeng yang dimaksud.
"Saya ada menyediakan tempat rehabilitasi narkoba. Itu bukan rehabilitasi, tapi tempat pembinaan yang saya buat selama ini untuk membina masyarakat yang penyalahgunaan narkoba. Tempat pembinaan," ujar Terbit Peranginangin.

Pada video itu, tampak kerangkeng tergembok dari luar.
Kondisi sel kerangkeng sedang diisi oleh sejumlah pria, sebagian tampak plontos.
Bupati nonaktif Langkat itu menyebut kegiatan pembinaan kepada penyalah guna narkoba dia lakukan sudah sejak 10 tahun lalu.
Terbit Rencana Perangin Angin menyatakan sudah membantu ribuan orang lewat aktivitasnya itu.
"Kalau sudah lebih dari 10 tahun itu, kurang lebih pasien yang sudah kami bina itu 2.000-3.000 orang yang sudah keluar dari sini," tuturnya.
Terbit Rencana Perangin Angin menyatakan, perawatan kepada masyarakat yang ada di sel kerangkeng dilakukan tanpa dipungut biaya alias gratis.
Mereka diklaim diberi makan dan fasilitas kesehatan.
Tidak disebutkan secara resmi bagaimana bentuk perawatan kepada para pencandu narkoba.
Baca juga: 15 Tahun Tak Berpenghuni, Ini Fakta-Fakta Menara Saidah, Pemiliknya Suami Artis Inneke Koesherawati
Hanya saja, Terbit bersama tim disebut memberikan pembinaan agama.
"Ini kan bukan rehab, tapi pembinaan. Pembinaan itu kita buat jalinan silaturahmi, kita berikan pencerahan kepada mereka," terang pria yang kini menjadi tersangka korupsi tersebut.
"Banyaklah metode-metode yang supaya orang ini kita lakukan penyadaran," sambung Terbit Rencana Perangin Angin.
Pernyataan Terbit Rencana Perangin Angin soal kerangkeng manusia di rumahnya untuk tempat penyembuhan pelaku penyalahgunaan narkoba dibantah BNN.
Kepala Biro Humas dan Protokol BNN Brigjen (Pol) Sulistyo Pudjo Hartono menyatakan, banyak persyaratan yang harus dipenuhi sebelum sebuah tempat rehabilitasi dapat terbentuk.
Ia mengatakan, persyaratan itu tidak sedikit. Misalnya persyaratan dalam aspek perizinan, lokasi, pemilik, serta pengelola tempat rehabilitasi itu.

Kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat tidak memenuhi kriteria-kriteria tersebut.
"BNN menyatakan bahwa tempat tersebut itu bukan tempat rehab," tegas Sulistyo saat dihubungi Kompas.com, Selasa (25/1/2022).
"Karena tempat rehab itu ada namanya persyaratan formil dan ada persyaratan materiil," lanjut dia.
Menurut Sulistyo, jika memang para penghuni kerangkeng itu benar pencandu narkoba maka perlu segera ditangani sesuai dengan kondisi kesehatannya.
"Jika memang mereka pakai narkoba dalam kondisi berat didorong ke tempat rehab," ucap Sulistyo.
Sejumlah pihak meminta agar polisi mengusut kasus kerangkeng manusia yang diduga sebagai perbudakan modern tersebut.
Komnas HAM pun sudah menerjunkan tim untuk melakukan investigasi.
Pengakuan Penghuni Sel
Seorang warga yang merupakan penghuni penjara itu menceritakan bagaimana kehidupannya selama di dalam kerangkeng tersebut.
Adalah JS (27), warga Namo Ukur, Kecamatan Sei Bingei, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
JS mengatakan, sudah empat bulang tinggal di lokasi yang ia sebut tempat rehabilitasi.
Saat pertama kali datang, ia diantar oleh keluarganya, dengan harapan bisa sembuh karena sudah tujuh tahun mengonsumsi narkoba.
Setelah sembuh dari ketergantuangan obat terlarang itu, ia berencana bisa bekerja di (pabrik) kelapa sawit milik Terbit Rencana Peranginangin.
JS mengaku, selama 4 bulan tinggal, ia mengalami perubahan yang baik karena hidupnya lebih teratur.
Di lokasi itu, ia mendapatkan makan tiga kali sehari.
Selain itu, istirahatnya juga teratur, rutin berolahrga hingga beribadah.
Biasanya makanan akan datang pada pukul 07.00 WIB, 12.00 WIB, dan 17.00 WIB.
Baca juga: Faisal Keberatan dengan Niat Doddy Sudrajat Ingin Tes DNA Gala : Kenapa Cari yang Enggak Jelas ?
Sementara dokter akan datang memeriksa sekaligus memberikan obat pada hari Selasa dan Rabu.
"Setiap hari aktivitasnya hampir sama. Ada jam-jam tertentu keluar kereng. Untuk jemur pakaian, nyapu halaman, kadang bersihkan kolam ikan," ungkapnya kepada Kompas.com, Selasa (25/1/2022).
Dikatakan JS, selama empat bulan, ia tinggal di kerangkeng 2 bersama 13 orang lainnya yang lebih lama tinggal di dalam kerangkeng.
Saat malam hari, lanjut dia, mereka mengikuti aktivitas keagamaan sesuai dengan agamanya masing-masing.
"Saya di sini supaya sembuh. Enggak kayak kemarin. Harapan saya dipekerjakan di situ lah."

"Kalo Pak Bupati ngasih, salah satu tujuan saya selain sehat dan bersih ya ada pekerjaan di tempat Pak Bupati," terangnya.
JS mengakui, selama tinggal di kerangkeng tidak memegang ponsel.
Foto Diduga Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Seperti Sel Penjara beralaskan kasur tipis (istimewa)
Akan tetapi, pihak keluarga diperkenankan untuk menjenguk pada hari Minggu atau hari libur Nasional.
JS menolak menyebut yang dialaminya adalah perbudakan.
"Saat datang, hitungan waktunya bukan menit, tapi beberapa jam. Kalau bagi saya, nyaman lah."
"Saya enggak pernah segemuk ini sebelumnya. Keluarga kan tak ada keluar biaya. Layak."
"Kalo dibilang perbudakan, enggak betul lah," bebernya. (*).