Vonis Hakim Selamatkan Herry Wirawan dari Maut dan Kebiri, Keluarga Korban: Luka Kami Tak Terobati

Vonis Pengadilan Negeri Bandung menyelamatkan nyawa terdakwa kasus asusila Herry Wirawan dari maut dan kebiri kimia.

Penulis: Damanhuri | Editor: Damanhuri
TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/Gani Kurniawan
Herry Wirawan terdakwa kasus perkosaan 13 santriwati digiring petugas masuk mobil tahanan seusai dihadirkan pada sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/1/2022). (TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/Gani Kurniawan) 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Vonis Pengadilan Negeri Bandung menyelamatkan nyawa terdakwa kasus asusila Herry Wirawan dari maut dan kebiri kimia.

Pasalnya, majelis hakim menolak tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut hukuman mati bagi terdakwa guru ngaji cabul yang merudapaksa 13 orang santriwatinya.

Tak hanya itu, majelis hakim juga menolak hukuman tambahan berupa kebiri kimia dan denda Rp 500 juta kepada Herry Wirawan.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis hukuman penjara seumur hidup kepada terdakwa kasus asusila Herry Wirawan, pada Selasa (15/2/2022).

Putusan tersebut disampaikan langsung oleh Hakim Ketua Yohanes Purnomo Suryo Adi.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu, dengan pidana penjara seumur hidup," kata Yohanes dalam tayangan Breaking News di kanal YouTube Kompas TV, Selasa (15/2/2022).

Pelaku Masih Bisa Bernafas Lega

Dilansir TribunnewsBogor.com dari Tribunnews.com, pelaku rudapaksa 13 santriati masih bisa bernafas lega setelah mendengar putusan majelis hakim.

Yudi Kurnia, kuasa hukum korban rudapaksa mengatakan, keluarga korban saat ini tengah tersesak karena hukuman terhadap pelaku tidak sebanding dengan penderitaan yang akan dialami korban seumur hidupnya.

Guru ngaji rudapaksa 12 santriwati sejak tahun 2016, begini reaksi istri Herry Wirawan
Guru ngaji rudapaksa 12 santriwati sejak tahun 2016, begini reaksi istri Herry Wirawan (kolase TribunJabar/shutterstock)

Putusan hukuman penjara seumur hidup menurutnya menyakiti perasaan keluarga korban yang sedari awal sudah mengharapkan hukuman mati bagi terdakwa.

"Si pelaku masih bisa bernapas walau pun di dalam penjara, sementara keluarga korban sesak menghadapi masa depan anak-anak, harapan anak sudah dibunuh.

Sementara si heri masih bisa bernapas," kata dia.

Padahal, lanjut Yudi, Herry Wirawan selama persidangan tidak membantah sedikit pun atas kesaksian para korban.

Menurutnya kejadian tersebut merupakan kejadian yang luar biasa, diperparah dengan terdakwa yang seorang guru pengajar sekaligus guru pengasuh yang seharusnya melindungi muridnya.

"Apakah ini bukan suatu kejadian luar biasa, kami mohon kepada jaksa penuntut umum untuk berani banding.

Upaya banding adalah upaya hukum, mungkin ke depannya hasilnya seperti apa, yang jelas jaksa penuntut umum ada upaya dan komitmen," ujarnya.

Bukan ngaji Quran, Santriwati dipaksa Herry Wirawan jadi kuli dan urus bayi
Bukan ngaji Quran, Santriwati dipaksa Herry Wirawan jadi kuli dan urus bayi (kolase Kompas/TribunJabar)

Luka Tak Terobati

Luka keluarga korban akibat kebejatan guru ngaji cabul, Herry Wirawan tak bisa terobati sampai kapan pun.

Pasalnya, para korban saat ini ada yang sudah memilki anak hasil perbuatan bejat Herry Wirawan.

Seorang keluarga korban di Garut, AN (34), mengatakan, meskipun hukuman mati tidak bisa mengobati luka yang dalam akibat berbuat bejat pelaku, setidaknya itulah yang diharapkan pihak keluarga.

"Rasa sakit kami tidak akan terobati, tapi setidaknya hukuman mati bagi pelaku bisa dikabulkan," ujar AN.

Namun, kenyataan hakim menolak tuntutan hukuman mati yang diajukan oleh JPU.

Herry Wirawan divonis hukuman seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (15/2/2022).

Mendengar vonis itu, keluarga korban tak kuasa menahan tangis.

"Saya komunikasi dengan keluarga korban, mereka pada menangis kecewa berat dengan putusan ini," ujar Yudi Kurnia, kuasa hukum korban rudapaksa dilansir dari Tribunjabar, Selasa (15/2/2022).

Menurut dia, seharusnya majelis hakim mengabulkan tuntutan hukuman mati pada Herry Wirawan sesuai dengan tuntutan jaksa Kejati Jabar.

Adapun unsur atau syarat hukuman mati bagi pelaku tindak pidana anak diatur di pasal 81 ayat 5 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D, menimbulkan:

1. Korban lebih dari 1 (satu) orang,
2. Mengakibatkan luka berat,
3. Gangguan jiwa,
4. Penyakit menular,
5. Terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi,
6. Dan/atau korban meninggal dunia,

Pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved