Curhatan Ayah Balita yang Lahir Tanpa Hidung dan Mata di Bogor, Terkendala Biaya untuk Berobat
Muhammad Qabil Farid (1,8 bulan), balita di Bogor yang menderita kelainan genetik sehingga mengakibatkan wajahnya tidak memiliki hidung dan mata.
Penulis: Reynaldi Andrian Pamungkas | Editor: Vivi Febrianti
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Reynaldi Andrian Pamungkas
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, CIBINONG - Muhammad Qabil Farid (1,8 bulan), balita di Bogor yang menderita kelainan genetik sehingga mengakibatkan wajahnya tidak memiliki hidung dan mata.
Terlahir pada Desember 2020, dengan hasil cek rontgen normal dan tidak ada tanda-tanda penyakit apapun.
Orang tua Qabil, Indra Eka Hermawan (29) mengungkapkan bahwa saat anaknya lahir di RS FMC Bogor, kasus kelainan genetik itu baru terjadi di Rumah Sakit tersebut.
"Karena alatnya nggak mumpuni, akhirnya dirujuk, suruh bawa ke antara tiga Rumah Sakit, RS Fatmawati, RS Cipto Mangunkusumo sama RSPAD Gatot Soebroto," ucapnya kepada TribunnewsBogor.com, di Kontrakannya, Gang Hasim, Kampung Kandang Roda RT 4/5, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Kamis (12/5/2022).
Tetapi tidak semudah itu, kata Indra, pada tahun 2021 dirinya selalu ditolak pada ketiga rumah sakit tersebut dengan alasan kamar selalu penuh.
Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk mempostingnya di Facebook, bahwa dirinya membutuhkan ruangan pada salah satu rumah sakit tersebut untuk pengobatan anaknya.
Beruntung, saat itu salah satu kerabatnya bekerja di RS Fatmawati Jakarta sebagai petugas keamanan.
Indra mengungkapkan bahwa saat itu temannya meminta berkas dan akan coba untuk membantunya hingga mendapatkan kamar.
"Alhamdulillah malemnya saya ditelepon sama pihak rumah sakit, besoknya udah bisa isi kamar," katanya.
Saat pihak RS Fatmawati tahu akan hal yang terjadi pada Qabil, sontak membuat geger para dokter, dikarenakan kasus kelainan genetik seperti itu sebelumnya belum pernah ada di RS Fatmawati.
Sambil menjalani perawatan di RS Fatmawati selama dua setengah bulan, Indra pun mengalami kejadian yang tidak terduga.
Indra merupakan seorang security di Bank BRI, yang saat itu dirinya terkena dampak pengurangan pegawai, hingga pembayaran BPJS kesehatan dia dan keluarganya harus ikut dicabut.
Indra mengatakan bahwa saat terkena pengurangan pegawai, dua minggu kemudian Qabil akan menjalani operasi Trakeostomi, yang mana pasti membutuhkan biasa yang sangat besar bila tidak ditanggung oleh BPJS kesehatan.
"Semua orang kantor waktu itu udah tau kondisi anak saya, akhirnya saya mohon ke perusahaan supaya nggak dicabut dulu BPJS-nya sampai selesai operasi anak saya," jelasnya.
Permintaannya tersebut disetujui hingga selesai operasi anaknya, sehingga Indra tidak perlu membayar biaya rumah sakit yang cukup besar.
Perasaan tidak tenang dan pasrah menyelimuti hati Indra saat Qabil selesai menjalani operasi dan harus menunggu di ruang NICU RS Fatmawati.
Indra mengungkapkan bahwa kata dokter, ruang NICU adalah tempat di mana orang sedang diambang kematian.
"Alhamdulillah Qabil selamat, kata dokter selesai operasi Qabil itu anak yang kuat, dia bisa lewatin operasinya," ucapnya.
Setelah sampai di rumah, Indra pun sempat kebingungan dengan penghasilan kedepannya, karena dirinya sudah tidak memiliki pekerjaan.
Selain itu, Qabil juga diharuskan untuk melakukan kontrol setiap minggunya di RS Fatmawati.
Ayah kelahiran 1993 ini terpaksa harus menggunakan sisa uang tabungan dari pekerjaan sebelumnya untuk menyambung hidup dan biaya perawatan Qabil.
Bahkan, BPJS kesehatan pun, kata Indra hanya mampu terbayar selama dua bulan.
Tidak sampai disitu, nasib pilu yang dialami olehnya dan Qabil ternyata setelah BPJS kesehatan tidak terbayar, kontrol Qabil di RS Fatmawati pun harus terhenti.
Indra menyatakan bahwa dirinya sudah tidak memiliki biaya lagi untuk kontrol sang buah hati.
"Harusnya seminggu sekali atau dua kali kontrol, terakhir ya dari Januari aja udah nggak, akibatnya Qabil dari tempat operasi trakeostominya suka keluar cairan," katanya.
Sebelum operasi, kata Indra, Qabil dapat mengeluarkan suaranya dan bisa menangis, tetapi tidak bisa makan dengan langsung, yang di mana harus menggunakan selang untuk membantunya minum dan makan.
Tetapi, setelah dioperasi, Qabil tidak dapat mengeluarkan suara, tetapi untuk makan dan minumnya menjadi lebih lahap.
Indra menambahkan bahwa untuk biaya alat bernafas, alat pembersihnya dan kontrol hingga mencapai puluhan juta.
"Biasanya kalo kontrol itu dibersihin alatnya sama dokter, ada yang diganti juga, Qabil juga dikasih salep biar nggak keluar cairan terus, tapi sekarang udah nggak, soalnya gak punya uang," kata ayah yang saat ini menjalani usaha minuman tebu.
"Kalo kata dokter Qabil bisa dioperasi dibentuk hidungnya, tapi itu minimal diusia 12 tahun, tapi ngeri juga, resikonya besar," pungkasnya.