IPB University

Bahas Wabah PMK Pakar Peternakan IPB University Beberkan Kondisi Ternak yang Terjangkit

Tahun 1986 Indonesia dinyatakan bebas PMK oleh Word Organization for Animal Health (OIE).

IPB University
Dekan Fakultas Peternakan IPB University, Dr Idat Galih Permana 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Fakultas Peternakan (Fapet) IPB University menyelenggarakan Seminar Nasional  bertajuk “Upaya Pencegahan Penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Melalui Implementasi Manajemen dan Biosekuriti, Peningkatan Imunitas, Logistik Ternak dan Produk Ternak Terstandar,” secara daring, (2/6/2022).

Dekan Fakultas Peternakan IPB University, Dr Idat Galih Permana, menyebut,  dunia peternakan mengalami musibah dengan adanya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

“Seperti kita ketahui, wabah ini diberitakan pertama kali muncul pada bulan April 2022 di Jawa Timur (terutama di daerah Gresik, Sidoarjo, Lamongan dan Mojokerto) kemudian juga di Aceh (Aceh Tamiang dan Aceh Timur),” katanya.

Setelah lebih dari 30 tahun, lanjutnya, yaitu tahun 1986 Indonesia dinyatakan bebas PMK oleh Word Organization for Animal Health (OIE).

“OIE merupakan badan dunia untuk Kesehatan Hewan, saat ini kita harus berjuang kembali untuk mengatasi PMK,” ujarnya.

Dr Idat Galih Permana, juga menguraikan banyak hal terkait wabah PMK yang merupakan penyakit berbahaya karena sangat cepat penularannya antar ternak berkuku belah, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi.

Ia pun mengapresiasi keputusan pemerintah yang telah menerbitkan beberapa aturan terkait PMK yang mewabah di Indonesia.

Direktur Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, drh Agung Suganda, menyampaikan beberapa hal antara lain sejarah awal Indonesia mendeklarasikan bebas PMK pada tahun 1986.

Indonesia juga mendapatkan pengakuan internasional sebagai negara bebas PMK tanpa vaksinasi dari Badan Kesehatan Hewan dunia (OIE) pada tahun 1990.

“Saat ini Indonesia kembali diuji oleh wabah PMK yang sudah terkonfirmasi di 17 provinsi. Wabah PMK sangat berdampak pada program peningkatan kemandirian, ketahanan pangan serta berpotensi merugikan negara mencapai sekitar 9,9 triliun per tahun,” kata Agung.

Ia menerangkan, kerugian tersebut akibat penurunan produksi dan produktivitas, biaya pengobatan dan vaksinasi, pelarangan ekspor hewan dan produknya serta pembatasan lalu lintas hewan dan produksi hewan di dalam negeri.

Agung menerangkan, langkah-langkah aksi penanganan PMK yang telah, sedang dan akan dilakukan antara lain dengan pembentukan gugus tugas dan posko atau crisis center tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota.

Langkah lainnya adalah pengaturan lalu lintas ternak, pemberian bantuan obat-obatan, pengadaan dan penyediaan vaksin, pelatihan petugas dan tenaga kesehatan hewan, edukasi dan penyebaran informasi agar masyarakat peternak tidak panik namun tetap waspada untuk menghadapi penyebaran PMK yang begitu cepat.

“Untuk memperkuat langkah-langkah aksi penanganan PMK di lapangan, Kementerian Pertanian telah mengeluarkan beberapa Surat Keputusan dan Surat Edaran yang dituangkan dalam bentuk SOP dan semua dapat diunduh melalui crisis center nasional,” kata Agung.

Seminar Nasional yang dimoderatori oleh Prof Luki Abdullah ini menghadirkan empat orang narasumber dengan keahlian mumpuni di bidang peternakan. Narasumber pertama adalah Prof Muladno (Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University), yang mengawali materinya dengan gambaran peternakan rakyat di Indonesia. Ia juga menjelaskan akibat yang ditimbulkan PMK bagi peternakan rakyat.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved