Kuliner Bogor

Jarang Ada yang Tahu, Ini Cerita Dibalik Kuliner Dodongkal khas Bogor

Oleh sebagian orang, Dodongkal ini juga kerap disebut sebagai bolu tradisional dan dianggap menjadi kuliner nostalgia.

Penulis: Naufal Fauzy | Editor: Damanhuri
TribunnewsBogor.com/Naufal Fauzy
Jajanan khas Bogor, Dodongkal. 

Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Naufal Fauzy

TRIBUNNEWSBOGOR.COM, BOGOR TENGAH - Kuliner bernama Dodongkal merupakan makanan khas Bogor yang kini cukup banyak diminati masyarakat lokal maupun wisatawan di Kota Hujan.

Oleh sebagian orang, Dodongkal ini juga kerap disebut sebagai bolu tradisional dan dianggap menjadi kuliner nostalgia.

Arti dari Dodongkal itu sendiri ternyata merupakan akronim dari bahan-bahan dalam pembuatannya.

Hal ini dijelaskan oleh penjual Dodongkal Djuanda di Jalan Juanda, Kota Bogor, Dadan Hamdani.

"Dodon itu adonan, g-nya gula, kal-nya kalapa, jadi adonan gula sama kelapa, Dodongkal," kata Dadan Hamdani kepada TribunnewsBogor.com.

Dadan Hamdani mengaku bahwa keluarganya sudah turun temurun berjualan Dodongkal di Bogor.

Bahkan banyak dari keluarganya yang masih berjualan Dodongkal sampai sekarang, seperti di kawasan Puncak, Cipaku dan yang wilayah lainnya.

"Dari keluarga, dari kekek buyut jualan dulu, saya penerus aja, dari kakeknya kakek," kata Dadan Hamdani.

Dadan mengatakan bahwa dia sudah banyak mendengar cerita Dodongkal dari kekeknya.

Rupanya kuliner ini sudah ada sejak zaman penjajahan di masa lalu.

Awalnya berasal bubuk beras sisa yang tak dibutuhkan oleh para penjajah.

"Zaman dulu itu kan gak ada penggilingan padi untuk memisahkan beras dengan kulitnya. Dulu pakai lulumpang ditumbuk, yang halusnya itu, yang lembutnya itu dijadiin ini Dodongkal," kata Dadan Hamdani.

Penjual Jajanan khas Bogor, Dodongkal ramai didatangi pembeli di sekitaran Jalan Djuanda, Kota Bogor.
Penjual Jajanan khas Bogor, Dodongkal ramai didatangi pembeli di sekitaran Jalan Djuanda, Kota Bogor. (TribunnewsBogor.com/Naufal Fauzy)

Bubuk beras tersebut dijadikan sebagai upah buruh untuk warga Bogor yang bekerja membantu orang Belanda.

Menyambung hidup di bawah jajahan, warga di Bogor mencoba mengakali bagaimana cara agar bisa tetap makan enak meski sengsara dengan bubuk beras sisa yang didapat tersebut.

"Kuli itu, katanya gak dikasih uang, dikasihnya itu bubuk beras. Karena beras waktu itu susah, ya dibikin sebisanya," kata Dadan Hamdani.

Atas kreatifitas warga Bogor waktu itu, mereka mencoba memasak bubuk beras tersebut dengan cara disaring kembali agar lebih halus kemudian dimasak dengan dicampur adonan lain berupa gula aren dan kelapa.

Bentuk dari Dodongkal ini pun cukup khas yakni berbentuk kerucut karena di masa lalu dimasak menggunakan langseng dan kukusan aseupan tradisional yang berbentuk kerucut mirip dengan tempat memasak tumpeng.

Setelah itu, makanan yang dihasilkan dari adonan bubuk beras ini populer di kalangan warga lokal Bogor karena rasanya gurih, manis serta tetap bikin perut kenyang.


"Dulu dijadikan makanan untuk sarapan pagi, atau ngopi sore," kata Dadan.

Makanan Dodongkal ini pun terdengar sampai ke telinga penjajah Belanda setelah ada dari mereka yang mencobanya.

Pesanan Dodongkal kemudian berdatangan dari penjajah Belanda untuk acara-acara mereka seperti acara di gedung gubernur jenderal Belanda yang saat ini menjadi Istana Bogor.

"Jadi ini dulu dimakan juga sama orang Belanda, karena mirip bolu kan, dipesan seperti untuk acara-acara," kata Dadan.

Karena bernilai ekonomi, warga Bogor pun menekuni pembuatan Dodongkal ini.

Sampai akhirnya mesin penggiling beras muncul, warga tak lagi mengandalkan bubuk beras sisa atau menumbuk sendiri, melainkan menggunakan beras yang langsung digiling menjadi tepung.

Dadan mengatakan, di daerah lain Dodongkal ini disebut Aug atau Awug, namun sedikit berbeda dari bahan-bahan pembuatannya karena Aug ini kependekan dari adonan, uyah (garam) dan gula, tanpa menggunakan kelapa.

"Dodongkal yang bikin khasnya itu karena bertahan sampai sekarang. Karena jadi khas, peminatnya jadi banyak. Pembuatnya ada, peminat banyak," ungkap Dadan Hamdani.

Dodongkal yang dijual oleh Dadan di Jalan Juanda Kota Bogor ini kerap ramai pembeli dan bisa dinikmati dengan harga terjangkau yakni Rp 10 ribu per porsinya.

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved