Geliat PSK di Puncak
Mengungkap Tarif PSK Lokal dan PSK Asing di Puncak Bogor, Perempuan Magribi Pasang Harga Jutaan
Praktik PSK di kawasan Puncak Bogor kembali merebak setelah terungkap pengakuan seorang PSK yang menggunakan aplikasi MiChat.
Penulis: Damanhuri | Editor: Soewidia Henaldi
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Keberadaan PSK di Puncak rupanya buka hanya diisi oleh gadis lokal saja.
Namun, ada juga PSK Timur Tengah yang juga menjajakan diri di kawasan Puncak Bogor tersebut.
Bahkan PSK asal Maroko atau kerap disebut Magribi ini sudah berulang kali di deportasi oleh pihak Imigrasi Bogor lantaran diduga menjalankan praktik prostitusi di vila kawasan Puncak Bogor tersebut.
Cukup sulit menelisik lebih dalam soal keberadaan parempuan gadis Magribi di kawasan Puncak.
Sebab, dalam melakukan praktik prostitusinya, mereka sangat tertutup dan teroganisir.
Lalu berapa tarif PSK Lokal dan PSK Maroko di Puncak Bogor?
Tarif Lokal
Tarif PSK lokal beragam dengan kisaran ratusan ribu untuk sekali kencan.
Bahkan, tarif ratusan ribu ini dipatok untuk gadis lokal yang usianya berkisar belasan tahun hingga 30 tahunan.
Baca juga: Trik Baru PSK di Puncak Bogor Gaet Pelanggan, Punya Kode Khusus Cukup Lakukan Ini di Kamar Kos
Bahkan, baru-baru ini TribunnewsBogor.com sempat mewancarai seorang perempuan yang berprofesi sebagai PSK di Puncak Bogor.

Sebut saja Anggrek (bukan nama sebenarnya), perempuan berusia 22 tahun itu memasang tarif berkisar antara Rp 300 ribu hingga Rp 350 ribu untuk sekali kencan.
"Kalau sekarang Rp 350 ribu per malam, Rp 300 ribu net," kata Anggrek, PSK di Puncak kepada TribunnewsBogor.com belum lama ini.
Tarif Magribi
Berbeda dengan PSK lokal, tarif PSK Timur Tengah atau yang kerap disebut Magribi memasang tarif cukup mahal.
Perempuan asal Maroko ini dikabarkan mematok harga jutaan rupiah untuk bisa berkencan dengannya.
Rupanya keberadaan PSK Timur Tengah atau yang kerap disebut 'Magribi' pernah diciduk oleh petugas Imigrasi Bogor pada 2016 lalu.
Baca juga: Demi Menarik Pelanggan, PSK di Puncak Bogor Pajang Foto Seksi di untuk Memikat Pria Hidung Belang
Saat itu ada lima orang wanita asal Maroko yang diduga berprofesi sebagai pekerja seks komersial dan seorang mucikari.

Mereka diamankan di dua lokasi berbeda yaitu di sebuah villa di Kawasan Kecamaan Cisarua.
Saat itu, Kepala Pengawas dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Bogor Arief Hazairin Sutoto menjelaskan, penangkapan lima pekerja seks dan seorang pria diduga mucikari itu dilakukan setelah pihaknya melakukan penyelidikan sejak dua pekan lalu.
Arief menyebutkan, tidak mudah untuk menentukan apakah mereka memang hanya turis atau PSK.
Perlu penyelidikan lebih dalam untuk memastikannya.

Para perempuan tersebut hanya mau melayani tamu dari Timur Tengah saja dan menolak tamu lokal.
"Kita kan perlu bukti juga. Kita gali informasi, kita lakukan penyelidikan. Sampai akhirnya kita tangkap mereka dan diduga mereka ini yang disebut magribi (PSK asal Maroko) itu," jelas Arief, Selasa (16/8/2016) lalu.
Mereka tiba di Indonesia secara legal melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Banten.
Namun, dari lima perempuan tersebut hanya dua orang yang memiliki paspor.
“Tetapi berdasarkan hasil pemeriksaan, mereka lebih dari empat kali mengunjungi Indonesia dalam dua tahun terakhir.Hal itu berdasarkan tiket pemesanan pesawat dan tanda bukti transfer sejumlah uang ke keluarganya di Maroko,” ucap Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Bogor Herman Lukman saat itu.
Baca juga: Curhatan PSK di Puncak Makin Laris Manis Jajakan Diri Tanpa Mucikari, Ternyata Rahasianya karena Ini
Salah satu perempuan yang diamankan beinisial RA diketahui sudah lebih dari tiga kali ke Puncak, Bogor.
RA yang merupakan perempuan asal timur tengah itu diketahui sudah berkunjung ke Indonesia sebanyak enam kali, dengan rata-rata kunjungan selama dua minggu hingga sebulan lamanya.
"Selain sudah hafal dengan kondisi di Puncak, para perempuan asal Maroko ini juga tahu apa yang harus dikerjakan. Untuk sekali bertemu, mereka mendapatkan uang jasa Rp 3 juta untuk beberapa jam kencan," tutur Herman.
Akhir 2014 lalu, Kantor Imigrasi Kelas I Bogor juga pernah mengamankan 19 perempuan yang diduga berprofesi sebagai pekerja seks komersial di sebuah vila di Ciburial, Kecamatan Cisarua.
Selanjutnya, Februari 2015, perempuan-perempuan tersebut dideportasi ke negara asalnya oleh Direktorat Jenderal Penindakan Kementerian Hukum dan HAM Indonesia.(*)