Geliat PSK di Puncak

Berawal dari Sakit Hati, PSK Puncak Bogor Kini Malah Menikmati, Berharap Ada Sosok Penyelamat

Perceraian menjadi awal Flower memutuskan untuk terjun ke dunia prostitusi di Puncak Bogor.

Penulis: yudistirawanne | Editor: Soewidia Henaldi
TribunnewsBogor.com/Siti Fauziyah Alpitasari
Flower - PSK di Puncak Bogor bercerita awal terjun menjalani dunia prostitusi. 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Kerasnya kehidupan terkadang membuat seseorang melangkah ke arah yang menyimpang.

Ya, kisah itu tergambarkan oleh seorang pekerja seks komersial (PSK) yang menjajakan dirinya di kawaan Puncak Bogor.

Sebut saja Flower, perempuan asal Tangerang tersebut mengaku terjun ke dunia prostitusi akibat kurang berpihaknya kehidupan.

Flower tercebur ke dunia prostitusi bukan tanpa alasan.

Perceraian menjadi penyebabnya.

Di usia yang baru menginjak 21 tahun, Flower menyandang status janda.

Perasaan kecewa dan marah itu membuat Flower terjerembab di ranjang empuk satu malam bersama pria hidung belang.

“Sakit hati sama mantan suami, cerai dari anak aku umur 9 bulan dan sekarang udah umur 2 tahun,” tutur Flower kepada TribunnewsBogor.com, Rabu (6/7/2022).

Lebih lanjut, Flower membeberkan alasan lainnya terjun sebagai PSK.

Baca juga: Sebelum Main, PSK di Puncak Punya Ritual Khusus untuk Memikat Pelanggannya : Biar Balik Lagi

Menurutnya, biaya kebutuhan anak harus dipenuhi.

Kendati demikian, Flower berusaha untuk menutupi profesi yang saat ini dijalankannya.

“Bisa bonyok kalo orang tua tau,” kata Flower.

Menikmati profesi

Dengan segala kerumitan yang datang, Flower mengaku tetap senag dengan profesi yang digelutinya.

Menurutnya, menjadi seorang PSK dapat mengobati perasaan sakit hati.

Seorang PSK di Puncak Bogor saat ditemui TribunnewsBogor.com pada Rabu (6/7/2022) dini hari.
Seorang PSK di Puncak Bogor saat ditemui TribunnewsBogor.com pada Rabu (6/7/2022) dini hari. (TribunnewsBogor.com/Siti Fauziah Alpitasari)

“Seneng aja, kan ngobatin sakit hati kalau kerja kayak gini," bebernya.

Flower juga tak menampik jika pria hidung belang yang berasal dari luar negeri kerap singgah ke lokalisasi.

Baca juga: Jadi PSK di Puncak, Janda 20 Tahun Ini Ungkap Pengakuan, Sehari Layani 2 Pria Bisa Disewa Seminggu

"Kebanyakan pelanggan Arab, cuma sekarang gak ada, sepi,” kata Flower.

Flower berharap nasib baik segera menghampiri.

Dia berharap nantinya mendapati seorang pria yang menerima ia dengan keadaannya saat ini.

Curhatan penjaga kamar vila

Sementara itu, masih di kawasan Puncak Bogor, TribunnewsBogor.com menyambangi pria yang berprofesi sebagai penyedia jasa.

Pria bernama Dedi itu berprofesi sebagai penjaga kamar vila.

Penjaga vila kamar, Dedi tak menampik jika banyak wisatawan yang mencari kamar vila sekaligus jasa pekerja seks komersial (PSK).

Mengupas geliat prostitusi kota-kota di Indonesia. Tarif dan layanan PSK beberapa kota di Indonesia ternyata memiliki perbedaan
Mengupas geliat prostitusi kota-kota di Indonesia. Tarif dan layanan PSK beberapa kota di Indonesia ternyata memiliki perbedaan (kolase TribunnewsBogor)

Namun dengan tegas Dedi menyampaikan bahwa tak semua penjaga vila kamar menawarkan wanita PSK.

“Banyak yang nanyain entah dari motor, mobil tentang sewa vila sekalian ceweknya. Masalahnya kalau saya bukan nolak rezeki, itu mah urusan mereka, kalau saya hanya jasa menawarkan villanya saja,” ucapnya, Kamis (7/7/2022).

Baca juga: Tak Takut Dihantui Penyakit, PSK di Puncak Bogor Ternyata Rutin Datangi Sosok Ini : Seminggu Sekali

Dedi pun menuturkan, tarif villa kamar dipatok Rp 150 ribu per malam, sedangkan villa keluarga biasanya Rp 4 juta rupiah per malam.

“Biasanya kalau villa kamar itu Rp 100 ribu cuman kita ambil untung Rp 50 ribu. Kalau Villa keluarga saya biasanya minta 10 persen dari pemiliknya,” jelasnya lagi.

Sementara penghasilan sebagai penjaga vila kamar pun, Dedi mengatakan tak menentu (menetap).

“Kadang dapet Rp 200 ribu, kadang enggak sama sekali. Ini nongkrong dari jam 9 pagi biasanya, cuman kalau sampe sore gak ada, pulang saya,” bebernya.

Dengan harapan, kata Dedi, apapun pandangan masyarakat terhadapnya, ia tetap akan menjalani profesinya demi menghidupi keluarganya itu demi sesuap nasi.

Bertahan demi keluarga

Meski kerap kali menjadi cemoohan masyarakat yang memandang sebelah mata mengenai profesinya itu, Dedi ogah ambil pusing.

Deni memilih masa bodo lantaran ada keluarga yang harus dihidupinya.

“Saya punya anak, di jaman pandemi sulit cari kerja apalagi di usia saya seperti ini, orang mau bilang bagaimana pun mereka tidak beri saya uang. Yang penting ada rezeki syukur,” tuturnya.(*)

(TribunnewsBogor.com/Siti Fauziah Alpitasari)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved