Pemkot Bogor Bikin Ecoriparian di Sungai Ciliwung, River Defender Minta Jangan Lupakan Lingkungan
Konsep Ecoriparian di sungai Ciliwung bakal diterapkan Pemerintah Kota Bogor.
Penulis: Rahmat Hidayat | Editor: Yudistira Wanne
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Rahmat Hidayat
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, TANAH SAREAL - Pemerintah Kota Bogor menggagas program Ecoriparian di sungai Ciliwung yang berada di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.
Program yang sudah diajukan dalam tahap proses lelang pengerjaan proyek yang diajukan oleh Dinas Perumahan dan Pemukiman, Kota Bogor ini memiliki nilai pagu anggaran sekitar Rp1,3miliar.
Sesuai rencana pekerjaan fisik akan dilaksanakan pada September 2022 dengan target 100 kalender.
Nantinya beberapa unsur kedinasan di Pemkot Bogor akan turut serta dalam Ecoriparian ini.
Beberapa intervensi yang dilakukan diantaranya adalah pembangunan jembatan yang menghubungkan dua kelurahan kemudian jalan stapak, jalur track di area sepadan sungai, dan beberapa pendukung lainya.
Menanggapi hal ini, Rever Defender yang juga anggota Satgasus Naturalisasi Ciliwung Suparno Jumar menyebut bahwa Ecoriparian ini merupakan konsep yang menarik.
Dirinya pun berharap Ecoriparian ini menjadi sebuah konsep pengelolaan lingkungan yang berkepanjangan serta menjaga lingkunga .
"Tentunya konsep Ecoriparian ini merupakan konsep yang menarik. Harus menjadi konservasi yang berkepanjangan serta terintegrasi dengan pengelolaan lingkungan secara luas. Tentunya harus tetap menjaga lingkungan," kata Suparno saat dijumpai TribunnewsBogor.com di Taman Heulang, Kota Bogor.
Sebuah konsep lingkungan yang bekepanjangan itu, sambung Suparno, sudah barang jelas harus diperhatikan dalam Ecoriparian ini.
Namun, konsep lingkungan itu harus dimanfaatkan sesuai porsinya dan tidak berlebihan.
Ada beberapa aspek yang dirasa Suparno harus digalakan dalam Ecoriparian ini.
"Tidak hanya menikmati senang senangnya saja. Menikmati suasana penuh dengan unsur edukasi pun perlu dan tetap menjaga lingkungan," sambungnya.
Dari aspek-aspek tersebut, sambungnya, semua pihak harus berperan dalam Ecoriparian ini.
Sehingga selain memberikan manfaat, Ecoriparian ini bisa diserap manfaatnya oleh lingkungan.
"Jadi ini seperti misalkan dari sisi konservasinya itu ketika ada limbah cair atau padat bisa dikelola dan langsung diselesaikan disitu ada sistem pengolahan atau filternya, sampah plastiknya juga bisa dikelola sekarang sudah banyak bangaimana mengelola sampah plastik, dan sebagainya kan," katanya.
Dengan begitu masyarakat yang datang bisa mendapat edukasi bagaimana pengelolaan sampah agar tidak menjadi timbunan yang merusak alam.
Dari sisi wisata pun, kata Suparno, pemerintah juga bisa menanfaatkan potensi yang ada pada warga sekitar seperti membuat agrowisata dengan melibatkan warga yang memiliki perkebunan.
"Memang ini tidak bisa dikelola oleh pemerintah sendiri perlu berbarengan seperti perang. Ada strateginya. Tidak asal. Jadi dari semua ini memperlihatkan aspek kebersihan, kesehatan, keamanan dan keberlanjutan lingkungan," ujarnya.
Sehingga, sambung Suparno, jika seperti itu, konsep konservasi yang berkepanjangan tersebut bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Meski begitu, Suparno mengingatkan beberapa risiko yang harus diemban dalam pembangunan Ecoriparian ini.
Suatu risiko yang memang kerap terjadi dalam suatu perencanaan pembangunan yakni evaluasi.
"Katakanlah memang ini secara periodik. Pada saat mencapai implementasi itu targetnya pasti 100 persen. Nah, dalam menuju 100 persen itu, harus disertakan evaluasi. Mau gagal, berhasil, harus tetap di evaluasi," ungkapnya.
Suparno pun berpesan, Ecoriparian ini ketika nanti berimplemntasi harus betul betul dimanfaatkan sebaik mungkin.
"Jadi ga asal masukin orang biar dapat untung. Kenyamanan, keramah tamahan pun diperhatikan. Tentunya, semua aktifitas secara ruang publik dan ruang privat pun harus gitu," tandasnya