Polisi Tembak Polisi
Desak Hakim Ungkap Percakapan Telepon Ferdy Sambo dan Putri, Komnas HAM Beberkan 4 Kejanggalan Ini
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mendesak hakim untuk mengungkap isi percakapan Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo di malam hari sebelum pulang.
Penulis: Vivi Febrianti | Editor: Ardhi Sanjaya
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mendesak hakim untuk mengungkap isi percakapan Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo di malam hari sebelum kembali ke Jakarta.
Sebab kata dia, isi percakapan itu penting untuk menguatkan bukti-bukti dugaan pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Ferdy Sambo terhadap Brigadir J.
Termasuk saran apa yang disampaikan oleh Kuat Maruf kepada Putri Candrawathi untuk segera menghubungi Ferdy Sambo.
Selain itu, ia juga mengatakan bahwa ada beberapa hal janggal yang harus juga terjawab dalam persidangan.
Di antaranya yakni, apakah benar rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga memang digunakan untuk isolasi mandiri.
Sebab menurutnya, kondiri rumah di Duren Tiga itu sesungguhnya tidak layak untuk ditempati.
Kemudian kenapa Bripka RR dan Kuat Maruf yang sudah ditugaskan menjaga anak Ferdy Sambo di Magelang justru ikut ke Jakarta.
Malahan keduanya tidak buru-buru kembali ke Magelang lagi, dan malah ikut ke Duren Tiga.
Ahmad Taufan Damanik pun mengatakan bahwa salah satu alasan pihaknya merekomendasikan penyelidikan kekerasan seksual yakni karena khawatir kesaksian itu lebih banyak datang dari cluster Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
"Itu yang kita khawatir sejak awal. Kedua, bahwa ada tidaknya kekerasan seksual itu, tidak akan mengurangi derajat dari kesalahan saudara FS yang telah melakukan ekstra yudisial killing, kemudian dilengkapi lagi dengan obstruction of justice itu," kata dia dilansir dari Youtube tvOneNews, Minggu (6/11/2022).
Baca juga: Besok Bharada E Disidang Bareng Bripka RR dan Kuat Maruf, Mantan Hakim Heran : Perannya Berbeda
Ia pun menegaskan bahwa soal kekerasan seksual merupakan keadilan bagi Putri Candrawathi dan Brigadir J.
"Jadi itu hanya right of truth bagi Ibu Putri maupun kepada saudara almarhum. Itu penting juga dalam prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM)," jealsnya.
Kemudian ia juga mempertanyakan isi percakapan Putri Candrawathi ke Ferdy Sambo setelah peristiwa dugaan kekerasan seksual itu terjadi.
"Nah sekarang berkaitan dengan perencanaan, yang juga jadi titik penting itu adalah soal apa sebetulnya isi telepon dari Ibu Putri kepada suaminya, pada malam hari. Atau saran saudara Kuat Maruf itu," kata dia.
Sehingga hakim perlu mengungkap isi percakapan tersebut secara detail.
"Apakah benar hanya mengatakan telah terjadi satu peristiwa di mana saudara almarhum Yosua ini melakukan tindakan yang kurang aja, katanya atau dia menjelaskan yang lebih detail," bebernya.
Dirinya juga mengungkap beberapa kejanggalan setelah Ferdy Sambo ditelepon oleh Putri Candrawathi tersebut.
"Karena tiba-tiba mereka memutuskan besok paginya pulang sekitar jam 8 lewat. Dan kemudian Kuat Maruf dan Ricky Rizal yang sebetulnya sudah diutuskan untuk ditugaskan di Magelang, itu juga diminta untuk ikut pulang ke Jakarta," kata dia, sebagai kejanggalan pertama.

Kemudian kejanggalan yang kedua, ia pun mengaku curiga dengan waktu kedatangan Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo di rumah Saguling.
"Nah yang juga ada satu keunikan adalah, saya gak yakin itu kebetulan. Tetapi kira-kira 2-3 menit sebelum ibu Putri sampai di rumah Saguling, saudara FS sudah sampai di rumah lebih duluan. Padahal kan dia harusnya masih bekerja, karena itu masih jam 3 lewat, dengan alasan mau main badminton," bebernya.
Kemudian setelah bertemu Putri Candrawathi dan dijelaskan secara detail kejadian di Magelang, Ferdy Sambo marah hingga menangis dan kemudian memerintahkan ajudannya untuk mempersiapkan penembakan terhadap Brigadir J.
Kemudian yang jadi pertanyaan dan kejanggalan ketiga Komnas HAM, serta menurutnya harus dijawab di persidangan yakni, apakah benar rumah di Duren Tiga itu memang hendak dijadikan tempat isoman.
"Karena saudara FS dia pernah kena Covid-19, tapi dia tidak isoman di Duren Tiga. Kami juga dalam penyelidikan kami mendapatkan informasi bahwa rumah Duren Tiga itu tidak lazim mereka tinggali. Lebih banyak itu jadi tempat penyimpanan barang, terutama pakaian-pakaian dari keluarga FS dan anak-anaknya itu," tutur dia.
Sehingga pada kejanggalan keempat, ia pun mempertanyakan apa tujuan mereka ke sana, dan kenapa Bripka RR dan Kuat Maruf yang seharusnya harus kembali segera ke Magelang tapi ikut juga ke rumah Duren Tiga tersebut.
"Itu pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, tidak semata-mata bergantung pada keterangan-keterangan, tapi alat bukti lain yang bisa membuktikan apakah benar pembunuhan terhadap saudara Yosua ini betul-betul direncanakan untuk memperkuat pembuktian terhadap pasal 340 itu," jelasnya.
Baca juga: Dapat Perlakuan Beda, Keluarga Brigadir J Sebut Ferdy Sambo & Putri Candrawathi Masih Punya Pengaruh
Jika hal itu tidak diungkap, kata dia, seolah-olah FS ini marah kemudian dia melakukan pembunuhan yang terjadi hanya sekitar 4-5 menit dari diceritakan di lantai 3 rumah Saguling kemudian terjadi eksekusi di Duren Tiga.
"Tapi saya kira hakim dan jaksa harus membuktikan juga apakah pembicaraan malam sebelumnya, (tanggal) 7 malam itu memang saudara FS sudah tahu peristiwa yang sesungguhnya sebagaimana yang diceritakan oleh istrinya," tambah dia.
Sehingga nantinya akan diketahui apakah penembakan itu sudah direncanakan atau belum.
"Kalau sudah tahu, bahwa ada kemungkinan memang dia sudah punya rencana untuk melakukan satu tindakan. Karena itu mungkin saja dia memerintahkan istrinya untuk segera kembali ke Jakarta dan Ricky serta Kuat Maruf yang tadinya ditugaskan untuk tetap berada di Magelang tiba-tiba harus berangkat kembali ke Jakarta dan juga menuju Duren Tiga," ujarnya.