Temuan Mayat Satu Keluarga
Kondisi Terakhir Budyanto Setelah Ritual di Rumah Kalideres : Meninggal dalam Ketidakberdayaan
Kondisi terakhir Budyanto Setelah Ritualnya tak bisa sembuhkan Keluarga Kalideres hingga ikut ditemukan tewas bersama Rudyanto, Margaretha dan Dian
Penulis: Sanjaya Ardhi | Editor: Damanhuri
"Suatu momen tersebut dilarang datang. Nyonya L, akan datang tapi dilarang karena ada ritual," kata Kombes Hengki.
Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia Reni Kusumowardhani mengatakan Budyanto sudah mendalami klenik sejak duduk di bangku SMA.
"Menyukai hal-hal yang bersifat klenik, perdukunan, dan memiliki guru spiritual. Hal ini sudah sejak SMA," ujarnya.
Hasil otopsi psikologis Budyanto justru menunjukan adanya sikap putus asa di akhir hayatnya.
Baca juga: Fakta Satu Keluarga Tewas di Kalideres: Diperiksa 500 Jam, Makan Terakhir 3 Hari Sebelum Wafat
Keputusasaan ini berkaitan dengan hasil ritual yang selama ini ia jalani.
"Selama ini dia (Budyanto) meyakini bisa melakukan sesuatu berbau klenik untuk memperbaiki taraf kehidupannya termasuk dalam hal finansial," katanya.
Memang Budyanto menurut Reni memiliki peran membantu kehidupan rumah tangga Rudyanto.
Tapi, Budyanto justru mencari alternatif bukan pengobatan secara medik.

"Hal ini dijadikan sebagai harapan untuk memperbaiki kesehatan dan kehiduapan keluarga dengan cara yang diyakini, tapi harapannya tak kunjung datang, ada pergerseran dari hope ke hopeles," kata Reni.
Reni melanjutkan, kondisi keuangan yang sudah habis ditambah gagalnya berbagai upaya menjual aset, membuat kondisi psikologis Budyanto semakin tidak berdaya.
Baca juga: Surat Al Quran yang Dipakai Keluarga Kalideres untuk Ritual, Sosiologi Forensik: Memperlancar Jodoh
Kondisi inilah yang membuat kondisi psikologis Budyanto tertekan hingga memicu penurunan kondisi fisik dan kesehatan.
"Ketidakberdayaan yang kemudian diperkirakan berpotensi dapat memicu bukan hanya stres psiologisnya tapi juga memperburuk kondisi fisik dan kesehatannya," kata Reni.
Reni mengatakan ditemukan indikasi secara kuat kematian wajar karena usia, atau mungkin sakit, terkait situasi pandemi atau mungkin penyakit lainnya.
Hal tersebut juga relevan dengan hasil pemeriksaan dokter forensik yang menunjukkan bahwa tidak ada tanda-tanda kekerasan yang menjadi penyebab kematian Budyanto.
"Meninggal dalam situasi ketidakberdayaan, keyakinan yang tidak lazim namun hasil tidak sesuai seperti yang diharapkan, tidak ada sumber financial dan sosial yang memungkinkan untuk diakses," jelasnya.