Temuan Mayat Satu Keluarga
Kondisi Terakhir Budyanto Setelah Ritual di Rumah Kalideres : Meninggal dalam Ketidakberdayaan
Kondisi terakhir Budyanto Setelah Ritualnya tak bisa sembuhkan Keluarga Kalideres hingga ikut ditemukan tewas bersama Rudyanto, Margaretha dan Dian
Penulis: Sanjaya Ardhi | Editor: Damanhuri
TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Budyanto Gunawan, paman keluarga Kalideres rupanya sudah mendalami klenik sejak duduk di bangku SMA.
Hanya saja ritual yang ia jalani justru tidak sesuai harapan hingga tewas bersama tiga anggota keluarga lainnya.
Diketahui bahwa satu keluarga tewas di Perumahan Citra Garden 1, Kalideres, Jakarta Barat.
Rudyanto Gunawan sebagai kepala keluarga dipastikan pertama yang meninggal karena masalah saluran pencernaan.
Sementara istrinya, Reni Margaretha meninggal kedua karena kanker payudara.
Adik ipar Rudyanto, Budyanto Gunawan meninggal ketiga karena serangan jantung.
Terakhir anak Rudyanto, Dian Febbyana meninggal karena gangguan pernapasan kronis.
Dari hasil penyelidikan, Polisi menemukan barang bukti yang digunakan untuk ritual.
Mulai dari buku lintas agama, buku mantra, tulisan mantra di kain, kemenyan hingga terakhir adalah klenting.
Baca juga: Usaha Anak Keluarga Kalideres Bertahan Hidup, Isi Rekening Jadi Alasan Tak Bisa Makamkan Ayah Ibu
Pakar sosiologi agama Jamhari MA menerangkan bahwa sayat dan mantra yang ditemukan biasa dipakai untuk mencari jodoh dan hidup sejahtera.
"Ada juga ayat-ayat yang tertulis dalam kertas itu ayat yang biasa dipakai untuk mencari kesejahteraan ataupun kekuatan batin dalam mengarungi hidup," jelasnya.
Menurutnya, ritual yang dijalani keluarga Kalideres bukan suatu hal aneh.
Mantra yang dipakai pun tidak spesial dan menunjukan sekte tertentu.
Baca juga: Bukan Sekte, Satu Keluarga di Kalideres Jalani Ritual Baca Surat Yusuf: Supaya Mendapat Karisma
"Misalnya tadi digunakan ayat (Surah) Yusuf untuk mencari jodoh dan seterusnya juga dilakukan oleh kebanyakan orang. Jadi ini adalah bukan mantra atau wafak yang spesial menunjukkan sekte tertentu," jelasnya.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi mengatakan bahwa indikasi ritual ini juga diperkuat dengan kesaksian kerabat keluarga Kalideres.
"Suatu momen tersebut dilarang datang. Nyonya L, akan datang tapi dilarang karena ada ritual," kata Kombes Hengki.
Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia Reni Kusumowardhani mengatakan Budyanto sudah mendalami klenik sejak duduk di bangku SMA.
"Menyukai hal-hal yang bersifat klenik, perdukunan, dan memiliki guru spiritual. Hal ini sudah sejak SMA," ujarnya.
Hasil otopsi psikologis Budyanto justru menunjukan adanya sikap putus asa di akhir hayatnya.
Baca juga: Fakta Satu Keluarga Tewas di Kalideres: Diperiksa 500 Jam, Makan Terakhir 3 Hari Sebelum Wafat
Keputusasaan ini berkaitan dengan hasil ritual yang selama ini ia jalani.
"Selama ini dia (Budyanto) meyakini bisa melakukan sesuatu berbau klenik untuk memperbaiki taraf kehidupannya termasuk dalam hal finansial," katanya.
Memang Budyanto menurut Reni memiliki peran membantu kehidupan rumah tangga Rudyanto.
Tapi, Budyanto justru mencari alternatif bukan pengobatan secara medik.

"Hal ini dijadikan sebagai harapan untuk memperbaiki kesehatan dan kehiduapan keluarga dengan cara yang diyakini, tapi harapannya tak kunjung datang, ada pergerseran dari hope ke hopeles," kata Reni.
Reni melanjutkan, kondisi keuangan yang sudah habis ditambah gagalnya berbagai upaya menjual aset, membuat kondisi psikologis Budyanto semakin tidak berdaya.
Baca juga: Surat Al Quran yang Dipakai Keluarga Kalideres untuk Ritual, Sosiologi Forensik: Memperlancar Jodoh
Kondisi inilah yang membuat kondisi psikologis Budyanto tertekan hingga memicu penurunan kondisi fisik dan kesehatan.
"Ketidakberdayaan yang kemudian diperkirakan berpotensi dapat memicu bukan hanya stres psiologisnya tapi juga memperburuk kondisi fisik dan kesehatannya," kata Reni.
Reni mengatakan ditemukan indikasi secara kuat kematian wajar karena usia, atau mungkin sakit, terkait situasi pandemi atau mungkin penyakit lainnya.
Hal tersebut juga relevan dengan hasil pemeriksaan dokter forensik yang menunjukkan bahwa tidak ada tanda-tanda kekerasan yang menjadi penyebab kematian Budyanto.
"Meninggal dalam situasi ketidakberdayaan, keyakinan yang tidak lazim namun hasil tidak sesuai seperti yang diharapkan, tidak ada sumber financial dan sosial yang memungkinkan untuk diakses," jelasnya.
Dari hasil autopsi, Budyanto disebut meninggal karena serangan jantung.
"Bapak Budyanto dan ibu Dian yang memiliki tingkat kebusukan yang lebih dini dibanding Renny dan Rudy, masih didapatkan petunjuk yang jelas. Bapak Budyanto tampak adanya serangan jantung baru atau serangan jantung lama, bukti adanya penyakit penebalan pembuluh nadi di aorta (jantung)," jelas dr Ade Firmansyah selaku Ketua Umum Perhimpunan Dokter Indonesia.