Polisi Tembak Polisi
Lama Tak Muncul, Kamaruddin Simanjuntak Kini Disorot Karena Ancam Laporkan Ahli Psikologi, Kenapa?
Lama tak muncul, Kamaruddin Simanjuntak ingin laporkan ahli psikologi forensik Reni Kusumawardhani saksi ahli di persidangan kasus Brigadir J
Penulis: khairunnisa | Editor: Damanhuri
Terancam dilaporkan Kamaruddin Simanjuntak, Reni pun angkat bicara.
Dalam wawancara bersama TV One, Reni menegaskan bahwa kesaksiannya di persidangan bukan ingin memihak kubu manapun.
"Ahli tampil imparsial, artinya tidak ada pihak-pihak yang kami bela. Dari manapun, meskipun kami dihadirkan oleh Jaksa, itu bukan berarti kami harus membela salah satu pihaknya," imbuh Reni.

Lagipula diakui Reni, ia tak hanya sekali melakukan wawancara terhadap kubu Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi serta terdakwa lainnya.
Reni pun menuturkan bahwa ia sudah melakukan wawancara kepada para terdakwa pembunuhan sejak fase kebohongan Ferdy Sambo.
"Kami mengambil (data) sejak dari kami dibohongi. Tapi kami ambil data wawancara memang tidak hanya satu kali. Pada waktu itu kami bisa pilahkan mana data yang bohong dan yang direvisi. Kecuali dengan Richard Eliezer, kita ketemunya setelah kebohongan itu dibongkar," kata Reni.
Kala hasil analisanya dibandingkan dengan tes poligraf, Reni angkat bicara.
"Kita bandingkan dengan poligraf itu berdiri sendiri-sendiri. Kami punya metode sendiri dalam pengambilan data," akui Reni.
Baca juga: Ferdy Sambo Ungkap Alasan Brigadir J Ada di Taman Rumah Berdasarkan CCTV: Seperti Menghindar
Pernyataan Kontroversial Reni
Sebelumnya, sosok Reni Kusumowardhani memang sempat disorot karena memberikan pernyataan mengejutkan di persidangan.
Dalam keterangannya, Reni mengungkap sikap 'buruk' Brigadir J semasa hidup.
Reni Kusumowardhani mengatakan, jika Brigadir J menunjukkan perubahan penampilan sejak menjadi ajudan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Reni menyebut pernyataanya itu berdasarkan metode restropeksi untuk mengetahui kepribadian Brigadir J.
Melalui metode itu, Ketua umum Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR) itu mampu menggali info dari orang-orang yang mengenal korban, termasuk keluarganya di Jambi dan teman-teman kerjanya di Jakarta.
“Pada korban, Yosua, ada keterbatasan data sehingga (ahli) tidak bisa menyimpulkan secara detail dan lengkap,” ujar Reni.
