Ramadhan 2023

Hukum Membatalkan Puasa Ramadhan 2023 saat Mudik Lebaran, Ini Penjelasan Ustaz Adi Hidayat

Ada beberapa syarat diperbolehkannya membatalkan puasa Ramadhan 2023 saat perjalanan jauh atau mudik lebaran. Ini dijelaskan oleh Ustaz Adi Hidayat.

Penulis: tsaniyah faidah | Editor: Tsaniyah Faidah
Freepik via kompas.com
Puasa pada bulan Ramadhan boleh dibatalkan aat seseorang berada dalam perjalanan yang jauh seperti mudik. Akan tetapi, ada beberapa syarat diperbolehkannya membatalkan puasa saat perjalanan jauh. 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Di hari terakhir Ramadhan 2023, umat Muslim sudah mulai berbondong-bondong mudik lebaran alias pulang ke kampung halaman.

Dalam perjalanan mudik, seringkali orang membatalkan puasanya, sebab berpuasa saat mudik perlu usaha yang ekstra.

Lalu, bagaimana hukum membatalkan puasa karena dalam perjalanan mudik lebaran?

Puasa pada bulan Ramadhan boleh dibatalkan apabila menemui kondisi-kondisi tertentu.

Salah satunya adalah saat seseorang berada dalam perjalanan yang jauh seperti mudik.

Akan tetapi, ada beberapa syarat diperbolehkannya membatalkan puasa saat perjalanan jauh.

Dikutip dari kanal YouTube Sahabat Yamima Channel, Ustaz Adi Hidayat mengungkapkan bahwa seorang umat Islam boleh tidak berpuasa jika menempuh jarak melebihi 80 kilometer atau safar.

"Jadi kalau Anda bepergian melebihi 80 km, maka itu disebut dengan safar," jelas Ustaz Adi Hidayat.

“Jadi kalau anda berpergian melebihi 80 km maka itu disebut dengan Safar, maka berlaku hukum qashar dalam shalat,” sambungnya.

Selain mempertimbangkan jarak tempuh mudik, kadar kesulitan dalam perjalanan bisa membuat umat Islam diperbolehkan untuk tidak berpuasa.

Maksudnya, jika seorang muslim merasakan kesulitan saat menunaikan puasa, misalnya tubuh lemah karena tersengat sinar matahari, maka diperbolehkan untuk membatalkan puasanya.

Ustaz Adi Hidayat lantas menceritakan kisah ketika Nabi Muhammad SAW berjumpa dengan seseorang yang sedang berpuasa dan beristirahat di bawah pohon palem.

“Dalam sebuah riwayat dijelaskan ada seseorang menjalani satu perjalanan dan tiba-tiba dia kelelahan lalu duduk di bawah satu naungan pohon,” kata Ustaz Adi Hidayat.

Kemudian Nabi datang dan bertanya kepadanya kenapa Anda begini?

Baca juga: Catat! Ini Jadwal Pemberlakuan Sistem Ganjil Genap di Jalan Tol Selama Mudik Lebaran

Orang tersebut kemudian memberitahu Nabi bahwa dirinya sedang berpuasa.

Rasulullah pun berujar bahwa tidak baik jika seseorang tersebut berpuasa dalam keadaan safar.

Maka atas dasar itu, para ulama membolehkan orang yang safar untuk berbuka jika itu menjadikan dia berat.

Berbeda kondisinya jika dalam melakukan perjalanan jauh, namun sepanjang jalan merasa nyaman dan tak menemui kesulitan.

Ustaz Adi Hidayat menyontohkan kondisi zaman sekarang dimana menuju sejumlah kota kini bisa ditempuh dalam waktu singkat dengan alat transportasi seperti pesawat.

Menurutnya, jika seseorang mudik menggunakan pesawat, masih bisa mengusahakan untuk tetap beribadah puasa.

“Namun jika Anda bepergian misal ke Semarang jaraknya jauh tapi menggunakan pesawat, artinya Anda nyaman itu tidak boleh batal puasa,” kata Ustaz Adi Hidayat.

Dengan demikian, seseorang akan mendapat dua pahala sekaligus, yakni pahala menjalankan kewajiban berpuasa dan menikmati kesabaran.

Namun, yang harus diperhatikan adalah, jika seseorang membatalkan puasanya saat melakukan perjalanan mudik, wajib bagi ia mengganti puasa tersebut di hari lain alias qadha.

Hal ini lantaran puasa Ramadhan hukumnya wajib, sehingga jika tidak dilaksanakan, terhitung sebagai utang.

Baca juga: Rekomendasi Tempat Wisata di Bogor yang Ada Banyak Spot Foto, Cocok Buat Liburan Lebaran

Mengganti puasa bisa dilakukan kapan pun di luar bulan Ramadhan atau sebelum masuk bulan Ramadhan tahun berikutnya.

Kewajiban untuk mengganti puasa yang telah batal di bulan Ramadan dituliskan dalam Al Quran surat Al-Baqarah ayat 183 berikut.

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Artinya: “(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (Q.S Al-Baqarah: 183).

Kendati diberi keringanan untuk tidak puasa bagi musafir, namun mereka masih diberi pilihan untuk menentukan apa yang sekiranya baik dan lebih mudah untuk mereka.

Jika berpuasa dirasa lebih baik, maka dianjurkan untuk tetap.

Namun kalau lebih mudah membatalkan puasa atau tidak puasa, maka diperbolehkan.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved