Kepemimpinan Dalam Manajemen Krisis Bima Arya di Akhir Masa Jabatannya
Bima Arya sebagai Wali Kota Bogor dan pemimpin tertinggi di Kota Bogor harus melakukan manajemen krisis guna menanggulangi krisis panjang ini.
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- SEJAK bulan Mei 2023 lalu, Jembatan Otto Iskandar Dinata (Otista) Kota Bogor ditutup untuk publik karena akan direvitalisasi dengan menambah lebar badan jembatan dan beberapa fasilitas pendukung lainnya.
Hal ini berdampak pada munculnya kemacetan di beberapa ruas jalan di Kota Bogor serta berubahnya arus lalu lintas yang akses sebelumnya melewati Jembatan Otista tersebut.
Jembatan ini terletak di Jalan Otista yang sebelumnya merupakan bottleneck atau titik kemacetan semenjak jalan tersebut diberlakukan menjadi Sistem Satu Arah (SSA) pada tahun 2016 oleh Wali Kota Bogor Bima Arya.
Rencana Revitalisasi Jembatan Otista ini pada awalnya direncanakan pada tahun 2020, namun karena proses penganggaran yang terdampak pandemic Covid-19, maka baru pada awal tahun 2023 kegiatannya dapat dilaksanakan.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor mendapatkan dana bantuan keuangan Provinsi Jawa Barat dengan nilai Rp 49.066.819.311.00 di tahun anggaran 2023 untuk dapat menyelesaikan revitalisasi jembatan tersebut.
Dalam pelaksanaannya, penutupan Jalan Otista pada tanggal 1 Mei 2023 telah membawa Pemkot Bogor ke dalam situasi krisis.
Kemacetan parah terjadi tidak hanya ditengah Kota Bogor, namun juga terdampak hingga ke wilayah perifer kota.
Pola perubahan arus lalu lintas dan akses kendaraan pribadi serta umum yang berubah-ubah telah membuat pengguna jalan melakukan berbagai pelanggaran aturan lalu lintas seperti menerobos tali pengaman, barrier jalan dan lampu lalu lintas.
Selain itu, dari sisi ekonomi juga mengalami dampak krisis utamanya bagi pedagang di sekitar Jalan Otista yang mengalami penurunan omzet 60-70 persen.
Disamping itu, wisata yang sepi peminat hingga okupansi hotel pun pada awal penerapan penutupan jalan telah membuat penurunan omset hingga 70 persen.
Beberapa krisis lainnya yang muncul adalah adanya penolakan pembangunan jembatan oleh sebagian kelompok karena beranggapan bahwa Jembatan Otista tersebut merupakan cagar budaya yang tidak boleh berubah tanpa adanya izin dari pihak tertentu.
Dalam beberapa situasi krisis tersebut, dibutuhkan manajemen krisis oleh seorang pemimpin.
Bima Arya sebagai Wali Kota Bogor dan pemimpin tertinggi di Kota Bogor harus melakukan manajemen krisis guna menanggulangi krisis panjang ini.
Berbagai keputusan Bima Arya harus mencerminkan kepentingan kota dan warganya, sehingga terlepas dari kepentingan pribadi ataupun kelompok tertentu.
Bagaimanakah gaya kepemimpinan Bima Arya ditengah-tengah krisis selama penutupan Jalan Otista di masa-masa akhir jabatannya ini?\
Crisis Leadership
Dalam manajemen krisis dibutuhkan seorang pemimpin yang memiliki visi pandangan ke depan seperti pernyataan Sisman (2002) dalam buku Total Quality Management in Education: Theory and Practice.
Menurut Kadibesegil (2008) dalam buku Crisis Announces It Is Coming, manajemen krisis tidak hanya membutuhkan pemimpin visioner, tetapi juga pemimpin nyata yang memiliki solusi untuk menghadapi segala jenis krisis.
Ada enam prinsip utama kepemimpinan krisis, yaitu komunikasi, pengambilan keputusan, humanisme, inovasi, realisme, dan nilai-nilai inti.
Selama pelaksanaan revitalisasi Jembatan Otista ini, Bima Arya harus membangun dan mempertahankan kepercayaan masyarakat.
Seperti yang disampaikan Ahern & Loh (2020) dalam jurnal Leadership during the COVID-19 Pandemic: Building and Sustaining Trust in Times of Uncertainty menyatakan bahwa membangun kepercayaan masyarakat dilakukan melalui persiapan dan perencanaan yang matang, memberikan informasi dan data yang akurat dan kredibel, serta adapatif dan koordinasi yang baik diantara pengambil keputusan atau pemangku kepentingan.
Sementara itu, demi mempertahankan kepercayaan, seorang pemimpin dituntut untuk mampu bertanggung jawab dan transparan (responsibility and transparency) serta memiliki empati dan mampu merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat.
Memperhatikan dan berempati pada masyarakat dapat dilihat dari gaya kepemimpinan transaksional yang dimiliki oleh Bima Arya.
Bima Arya membuat kebijakan dan keputusan tentang Jembatan Otista ini dengan memperhatikan pertimbangan dan masukan dari Forkopimda Kota Bogor, instansi dan unit kerja pemerintahan terkait serta pedagang maupun masyarakat Kota Bogor.
Sedangkan untuk kepemimpinan transformasional, Bima Arya dinilai mampu mengimplementasikan perubahan di Kota Bogor.
Mendorong kemajuan dan memotivasi seluruh warga Kota Bogor untuk menjadikan Kota Bogor jauh lebih baik dimasa mendatang terutama pada sektor pembangunan infrastruktur.
Dalam konteks manajemen krisis, unsur kepemimpinan memegang peranan penting.
Kualitas seorang pemimpin menentukan durasi, tingkat keparahan, dan hasil akhir dari suatu krisis.
Seorang pemimpin harus mampu mengatur ritme penanggulangan krisis dengan menunjukkan perilaku yang diharapkan dalam situasi krisis.
Seiring dengan ditutupnya Jalan Otista, Bima Arya telah mempersiapkan manajemen strategi komunikasi kegiatan revitalisasi Jembatan Otista.
Sebagai pemimpin, Bima Arya menginstruksikan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Bogor untuk turut mengembangkan strategi komunikasi.
Hal tersebut dilaksanakan dengan menerapkan Analisis SWOT, Action Plan, Manajemen Krisis dan Media Social Plan.
Hal ini sesuai dengan pendekatan The Escaping Approach yang biasa dilakukan oleh para pemimpin dalam manajemen krisis.
Sebagai seorang Wali Kota, Bima Arya juga mengumpulkan informasi secara sistematis dengan melibatkan berbagai unsur yang bersentuhan langsung dengan warga terdampak.
Tidak hanya itu, Bima Arya juga melakukan patroli secara berkala untuk melihat kondisi lalu lintas dan juga perkembangan para pedagang yang terdampak secara ekonomi seperti halnya pendekatan The Solving Approach.
Dari pantauan langsung tersebut, Bima Arya lalu melakukan evaluasi dan juga menentukan langkah-langkah pencegahan sesuai dengan pendekatan The Proactive Approach.
Seperti pada tanggal 2 Mei sampai dengan 12 Mei telah dilakukan penyesuaian jam masuk sekolah untuk para pelajar di Kota Bogor yang semula pukul 7.30 menjadi pukul 08.00.
Selain itu, Bima Arya juga mendengarkan usulan warga yang meminta jalur SSA (Sistem Satu Arah) dikembalikan menjadi 2 arah, serta mengganti arah lalu lintas di Suryakencana untuk memulihkan perdagangan dan sektor wisata.
Namun demikain, ada kalanya Bima Arya melakukan The Reactive Approach yang mana membuat langkah-langkah reaktif menjadi perbincangan warga di media sosial baik dari segi positif maupun negative.
Bima arya merupakan salah satu pemimpin yang sangat memegang The Interactive Approach.
Hal ini tergambar dari langkah Bima Arya selalu mengevaluasi proses krisis yang terjadi dari awal ditutupnya Jalan Otista hingga kini telah dibuka kembali.
Kegelisahan warga di media sosial perihal kualitas jembatan dan juga perkembangan proses pembangunan dijawab Bima Arya dengan mengunggah perkembangan pembangunan jembatan Otista secara berkala dan beberapa waktu lalu juga melibatkan @brorondm atau Ronald Sinaga (CEO PT Mulia Karya Sabat) sebagai salah satu kontraktor pelaksana finishing Jembatan Otista.
Disamping itu, walaupun peresmian Jembatan Otista bergeser dari rencana awal, hal ini tidak terlalu berdampak serius terlebih lagi dengan dipublikasikannya uji beban Jembatan Otista secara langsung melalui kanal media sosial pribadi dan Pemkot Bogor.
Serta pemberian akses warga untuk bisa melewati badan jembatan dengan berjalan kaki sejak 14 Desember 2023 telah mampu merubah reputasi Pemkot Bogor menjadi positif di mata masyarakat Kota Bogor.
Bogor LANCAR
Sebagai perwujudan visi dan misi yang disampaikan Bima Arya di awal masa jabatan, Kota Bogor memiliki beberapa program utama pada kurun waktu tahun 2019-2024.
Salah satu program unggulan tersebut yaitu Bogor Lancar yang kemudian menjadi tagar #bogorlancar di media sosial selama pembangunan Jembatan Otista.
Pada tahun 2014, Kota Bogor pernah mendapat julukan Kota Termacet di Indonesia Versi Waze yang disebabkan oleh munculnya titik-titik kemacetan termasuk di Jalan Otista.
Kondisi ini yang mendorong Bima Arya untuk menerapkan kebijakan pengurangan angkutan kota dan meluncurkan Biskita Trans Pakuan yang terhubung dengan Transjakarta sebagai feeder LRT juga merilis konsep hadirnya Trem di Kota Bogor.
Kepemimpinan dalam Manajemen Krisis Bima Arya diakhir masa jabatannya ini tentunya tergolong berhasil dalam menjaga kepercayaan masyarakat dan memperbaiki reputasi Pemkot Bogor dalam proses revitalisasi Jembatan Otista ini.
Selanjutnya, perwujudan cita-cita Bima Arya dalam jangka panjang ini akan sangat bergantung kepada pemimpin Kota Bogor berikutnya.(**)
Penulis : Melyani Filtania
(Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Paramadina Graduate of Communication School)
Hadir di Babak Final, Dedie Rachim Apresiasi Semangat Juang Atlet Muda di DBL West Java Series 2025 |
![]() |
---|
Denny Mulyadi Ingatkan Pentingnya Monev Kwarcab Pramuka Kota Bogor Sebelum Kepengurusan Berakhir |
![]() |
---|
PRAKIRAAN CUACA Kota Bogor Minggu 21 September 2025, Hujan Petir Akan Turun di Wilayah Ini |
![]() |
---|
Polisi Tangkap 2 Admin Media Sosial Gangster di Kota Bogor, Ketahuan dari Jaket |
![]() |
---|
Prakiraan Cuaca Kota Bogor Minggu 21 September 2025: Hujan Ringan Pagi Hari, Cerah Menjelang Siang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.