Bogor Istimewa
Kabupaten Bogor Istimewa Dan Gemilang

Korupsi Pertamina Rugikan Negara Rp193,7 T, Eks Penyidik KPK: Gaji Besar Tak Kurangi Hasrat Korupsi

Eks penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap menilai, kasus korupsi Pertamina adalah contoh gaji besar tidak meminimalisir kerakusan manusia untuk korupsi.

|
Penulis: Tiara A. Rizki | Editor: Tiara A. Rizki
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
YUDI PURNOMO HARAHAP - Dalam foto: Yudi Purnomo Harahap saat menjabat sebagai Ketua Wadah Pegawai KPK 2018-2021. Eks penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap menilai, kasus korupsi Pertamina adalah contoh gaji besar tidak meminimalisir kerakusan manusia untuk korupsi. 

Modus korupsi di Pertamina terungkap; Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan alias RS "menyulap" BBM RON 90 Pertalite jadi RON 92 Pertamax

RS melakukan pembayaran produk kilang untuk RON 92 (Pertamax), tetapi BBM yang dibeli adalah jenis RON 90.

BBM RON 90 itu kemudian dicampur di Depo untuk menjadi RON 92.

Kasus ini bermula dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 yang mewajibkan PT Pertamina memprioritaskan pasokan minyak bumi dari dalam negeri. 

Aturan tersebut membuat pemenuhan kebutuhan minyak mentah dalam negeri dipasok dari dalam negeri.

Namun, hasil penyidikan Kejagung mengungkapkan, RS, SDS, dan AP mengondisikan rapat optimalisasi hilir. 

Rapat itu menjadi dasar untuk menurunkan produksi kilang, sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.

Dengan begitu, pemenuhan minyak mentah dan kebutuhan kilang dilakukan melalui impor yang melawan hukum.

Saat produksi minyak mentah turun, dibuat skenario untuk sengaja menolak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S).

Dengan skenario itu, produksi minyak mentah K3S dianggap tidak memenuhi nilai ekonomis. Padahal, harga yang ditawarkan masih tergolong rentang harga normal.

Selain itu, produksinya juga ditolak dengan alasan tidak sesuai spesifikasi yang diinginkan.

Alhasil, minyak mentah produksi K3S diekspor ke luar negeri. 

Sementara, kebutuhan minyak mentah dalam negeri dipenuhi melalui impor. 

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menuturkan, ada perbedaan harga yang sangat tinggi antara minyak mentah impor dan produksi dalam negeri.

Para tersangka diduga mengincar keuntungan lewat tindakan pelanggaran hukum ini.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved